Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Apa Aktivitas Tak Wajar yang Dilakukan Pelaku-Korban di Kasus Mutilasi Sleman? Ini Analisis Pakar

Pakar psikologi forensik menilai aktivitas tak wajar yang dilakukan pelaku dan korban di kasus mutilasi Sleman adalah perilaku seksual menyimpang.

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Apa Aktivitas Tak Wajar yang Dilakukan Pelaku-Korban di Kasus Mutilasi Sleman? Ini Analisis Pakar
istimewa
Pembunuhan disertai Mutilasi terhadap R, yang dilakukan oleh pelaku W, warga Magelang dan RD warga Jakarta masih diliputi misteri. Namun dipastikan, aksi pemotongan tubuh atau mutilasi dilakukan kedua pelaku di sebuah Indekos di wilayah Krapyak, Triharjo, Kabupaten Sleman. Pakar psikologi forensik menilai aktivitas tak wajar yang dilakukan pelaku dan korban di kasus mutilasi Sleman adalah perilaku seksual menyimpang. 

TRIBUNNEWS.COM - Polda DIY mengungkapkan adanya aktivitas tak wajar yang dilakukan antara pelaku yaitu W dan RD bersama dengan korban RTA dalam kasus mutilasi di Sleman.

Sementara polisi menduga aktivitas tak wajar ini terdapat unsur kekerasan yang berlebihan di dalamnya.

Polisi pun menganggap kekerasan yang berlebihan ini membuat RTA tewas.

Kendati demikian, polisi tidak menjelaskan secara gamblang terkait apa aktivitas tak wajar yang dilakukan antara pelaku dan korban.

"Mereka tergabung di sebuah komunitas yang mempunyai aktivitas gak wajar. Mereka melakukan kegiatan berupa kekerasan satu sama lain. Ini terjadi berlebihan sehingga mengakibatkan korban meninggal," kata Dirreskrimum Polda DIY, Kombes FX Endriadi, Selasa (18/7/2023) dikutip dari Tribun Jogja.

Tribunnews.com pun menghubungi pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel untuk mengetahui analisanya terkait aktivitas tak wajar yang disebut polisi dilakukan oleh pelaku dan korban dalam kasus ini.

Baca juga: Terungkap Hubungan Mahasiswa Korban Mutilasi dan 2 Pelaku, Saling Kenal-Lakukan Aktivitas Tak Wajar

Reza pun menduga aktivitas tak wajar yang dilakukan W, RD, dan RTA adalah perilaku seksual menyimpang dengan disertai dengan kekerasan atau Bondage, Dominance, Submission, Sadism, and Masochism atau yang disingkat BDSM.

BERITA REKOMENDASI

Kendati demikian, Reza menganggap perilaku seksual menyimpang yang dilakukan pelaku dan korban tidak dapat dipidanakan jika disertai dengan persetujuan antara mereka.

"Sayang beribu sayang, hingga kini perilaku seksual sedemikian rupa di Indonesia tidak diposisikan sebagai perbuatan pidana. Memang absurd, dilakukan di luar pernikahan, oleh pasangan sesama jenis kelamin, terpaksa hanya bisa kita hadapi sambil mengelus dada dan berdoa kepada Tuhan agar kita dijauhkan dari kezaliman serupa," kata Reza dalam keterangannya, Rabu (19/7/2023).

Namun, Reza mengatakan ada pengecualian perilaku seksual dapat dipidanakan jika ada tindakan berbahaya yang secara sadar dan sengaja dilakukan.

"Menurut saya, consensual (persetujuan kedua belah pihak) membuat aktivitas seksual mereka bukan persoalan pidana. Tapi perilaku berbahaya yang secara sadar sengaja dilakukan pelaku, betapa pun consensual, adalah pidana."

"Kita tidak boleh setuju (consent) terhadap sesuatu yang ilegal," ujarnya.

Adapun beberapa tindakan berbahaya yang dimaksud seperti cekikan, pukulan hingga setruman saat melakukan perilaku seksual.

Dua pelaku mutilasi di Sleman dihadirkan di Mapolda DIY, Minggu (16/7/2023). Mereka ditangkap di wilayah Jawa Barat pada Sabtu (15/7/2023).
Dua pelaku mutilasi di Sleman dihadirkan di Mapolda DIY, Minggu (16/7/2023). Mereka ditangkap di wilayah Jawa Barat pada Sabtu (15/7/2023). (Tribun Jogja/Miftahul Huda)

Baca juga: Kronologis Mutilasi di Sleman: Pelaku Diundang dari Jakarta Kemudian Lakukan Kekerasan Berlebihan

Reza pun kembali menegaskan bahwa perilaku seksual yang menjurus ke berbahaya harus dipidanakan.

"Fokus pada perilaku-perilaku yang menyertai persetubuhan tersebut. Semua perilaku tersebut adalah ilegal."

"Jadi, betapa pun persetubuhannya bukan perbuatan ilegal, namun variasi-variasi kekerasannya ilegal. Distulah pidananya mengena," katanya.

Reza mengatakan ketentuan hukum yang dijelaskannya tersebut telah berlaku di Texas, AS.

Ia pun menilai tafsiran hukum tersebut selaras dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

"Tafsiran atas hukum di Indonesia, menurut saya, selaras dengan hukum di Texas tersebut."

Atas dasar itulah, para pelaku BDSM, ketika ada pelaku yang tewas, pelaku lainnya dapat dipidana," tuturnya.

Baca juga: Soal Kasus Mutilasi di Sleman, Polisi Sebut Kasus Rumit hingga Minta Masyarakat Bersabar

Lebih lanjut, dalam konteks hukum lebih luas, Reza menginginkan agar tindakan seksual di luar nikah harus dipidanakan.

Ia beralasan hal tersebut memiliki kesesuaian dalam hukum yang berkembang di masyarakat.

"Saya sebetulnya ingin persetubuhan di luar pernikahan bisa dipidana karena sesuai dengan definisi hukum yang berkembang di masyarakat bahwa perbuatan sedemikian rupa adalah perzinaan."

"Jadi betapa pentingnya kitab hukum mengadopsi definisi perzinaan yang hidup di masyarakat," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Jogja/Bunga Kartikasari)

Artikel lain terkait Mutilasi di Sleman

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas