Tahun 2022 Total 32.687 Perempuan Korban Kekerasan Melapor ke Tiga Lembaga
Tiga lembaga mencatat total 32.687 perempuan korban kekerasan melaporkan kasusnya sepanjang Januari hingga Desember tahun 2022.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiga lembaga mencatat total 32.687 perempuan korban kekerasan melaporkan kasusnya sepanjang Januari hingga Desember tahun 2022.
Data ini terungkap setelah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (KemenPPPA), Komnas Perempuan dan Forum Pengada Layanan (FPL) melaksanakan Diseminasi Gerak Bersama dalam Data terkait Data Kekerasan terhadap Perempuan Periode Tahun 2022 yang dipaparkan secara daring, Selasa (18/7/2023).
Baca juga: Ketua DPR: Indonesia Harus jadi Negara Bebas Kekerasan Perempuan dan Anak
Adapun rinciannya 25.053 korban dilaporkan lewat Simfoni PPA, 3.442 korban dilaporkan lewat Sintaspuan Komnas Perempuan dan 4.192 korban dilaporkan lewat Titian Perempuan FPL.
"Sistem basis data kasus kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu hal penting dalam upaya menurunkan kekerasan terhadap perempuan," ujar Sekretaris KemenPPPA Pribudiarta, Selasa (18/7/2023).
Secara geografis, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat menjadi empat wilayah yang tertinggi kasus kekerasan terhadap perempuan yang tercatat di tiga lembaga.
Pada periode Januari-Desember 2022, tercatat jenis kekerasan terhadap perempuan yang tertinggi adalah kekerasan seksual (KemenPPPA dan Komnas Perempuan), dan kekerasan psikis (FPL).
Kebanyakan korban dengan tingkat pendidikan SLTA adalah kelompok korban yang paling tinggi.
Masalah kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu isu yang menjadi fokus perhatian pemerintah untuk segera diatasi.
Pribudi mengatakan sesuai instruksi Presiden Joko Widodo prioritas harus dilakukan pada aksi pencegahan kekerasan dan optimalisasi terhadap sistem pelaporan dan pengaduan apabila terjadi kasus kekerasan.
Oleh sebab itu, data kasus kekerasan terhadap perempuan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan menjadi syarat mutlak untuk melaksanakan perlindungan hak perempuan.
"Perbedaan yang ada pada sistem pelaporan data dari ketiga Lembaga, baik dalam hal konsep maupun kategorisasi tidak menjadi penghalang upaya sinergi data untuk saling mengisi dan melengkapi," tegas Pribudiarta.