Rocky Gerung Tuding Jokowi tak Punya Jejak Pikiran: Jejaknya di Mandalika Hanya Patung Naik Motor
Rocky Gerung menuding Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak meninggalkan jejak apapun bagi masyarakat Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Barat (NTB)
Editor: Dodi Esvandi

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika
TRIBUNNEWS.COM, LOMBOK TIMUR - Akademisi dan pengamat politik Rocky Gerung menuding Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak meninggalkan jejak apapun bagi masyarakat Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Barat (NTB), kecuali sebuah patung yang ada di Sirkuit Mandalika.
Padahal menurut Rocky Gerung, pemimpin negeri biasanya meninggalkan jejak sebagai penanda bahwa ia pernah berkuasa.
"Dalam sejarah, jejak itu bisa berubah menjadi jebakan kalau dia gagal mempertahankan reputasi dia sebagai pemimpin," ucapnya dalam Dialog Akal Sehat di Kediaman Anggota DPRD Provinsi NTB, Najamuddin Mustofa di Montong Tanggi, Lombok Timur, Senin (31/7/2023).
"Jokowi saat ini telah gagal sebagai pemimpin untuk masyarakat NTB, dan Indonesia luasnya," ucap Rocky Gerung.
Baca juga: Rocky Gerung Diduga Hina Presiden Jokowi, Yusuf Dumdum: Saatnya Pak Prabowo Tunjukkan Loyalitas
Rocky menyebut patung Presiden Jokowi naik motor di Sirkuit Mandalika sebagai bukti apa yang akan diingat milenial.
"Dua minggu setelah Jokowi lengser, bayangkan, Pak Jokowi 2024 selesai, dia jalan-jalan ke Lombok, dia datang ke Mandalika, dia hanya bisa melihat sendiri patung dia sendiri, karena nggak ada jejak pikiran yang ditinggalkannya," katanya.
Sedang di satu sisi, kata Rocky, semua pemimpin Indonesia meninggalkan jejak pikiran, bukan patung.
Bung Karno misalnya, berhasil menghasilkan pikiran marhaenisme, menghasilkan pikiran internazionale, menghasilkan pikiran tentang keadilan sosial.
Kendati pada akhirnya Bung Karno menjadi arogan dan menyatakan diri sebagai pemimpin revolusi dan tidak boleh diganti seumur hidup.
Akan tetapi, sambung dia, Bung Karno pernah berpidato pada 30 Desember 1930 di Bandung, di depan Pengadilan kolonial, mengucapkan secara fasih revolusi proletariat.
Baca juga: Sentilan Budiman Sudjatmiko ke Rocky Gerung soal Hina Jokowi: Dia Kini Tak Punya Kelas
"Orang ingat itu karena dibukukan menjadi tesis yang kita tahu sekarang judulnya 'Indonesia Menggugat', ditulis oleh Bung Karno di dalam penjara," paparnya.
Selain itu, lanjutnya, Sutan Sjahrir menulis risalah yang kemudian jadi pikiran tentang sosialisme Indonesia.
Bung Hatta menulis demokrasi untuk menunjukkan bahwa dia punya pengetahuan melampaui pikiran barat tentang demokrasi itu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.