Contoh Teks Khutbah Jumat, 4 Agustus 2023: Makna Tauhid dan Spirit Kemerdekaan
Simak contoh teks khutbah Jumat ini berjudul 'Makna Tauhid dan Spirit Kemerdekaan'. Cocok dibawakan saat minggu pertama Agustus.
Penulis: Enggar Kusuma Wardani
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEEWS.COM - Berikut contoh teks khutbah Jumat yang cocok dibawakan hari ini pada minggu pertama Agustus 2023.
Contoh teks khutbah Jumat ini berjudul 'Makna Tauhid dan Spirit Kemerdekaan'.
Dalam contoh teks khutbah Jumat tersebut, memuat materi untuk memaknai tauhid dalam spirit kemerdekaan.
Dalam tauhid, umat Islam hanya dipebolehkan untuk menyembah Allah dan tidak boleh menyembah makhluk ciptaannya.
Sehingga, kemerdekaan juga harus dimaknai bahwa tidak satu pun manusia yang boleh memperbudak manusia lain bahkan menyembah manusia lainnya.
Lebih lengkapnya, simak contoh teks khutbah Jumat yang dikutip dari laman Elipski Kemenag:
Baca juga: Contoh Teks Khutbah Jumat: Bulan Muharram dan Anjuran Puasa Asyura
Khutbah Pertama
Tidak gugur sehelai daun dari ranting pohonnya kecuali karena kuasa Allah, dan tidak pula jatuh setetes air hujan dari langit tanpa kehendak-Nya. Begitu halnya dengan langkah kaki, tidaklah mengantarkan kita ke rumah Allah ini melainkan atas izin dari-Nya. Semua itu adalah bukti nyata akan kebesaran dan keagungan Allah, maka patut dan pantaslah kita senantiasa bersyukur atas segala nikmat dan karunia yang dilimpahkan kepada kita semua. Sholawat dan salam, terus tercurah kepada kekasih Allah baginda Rasulullah Muhammad saw., semoga kita semua menjadi generasi yang dirindukan Rasulullah karena tetap konsisten memegang kalimat tauhid, Laa Ilaha Illallah.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Tauhid dalam kajian filosofis memiliki makna yang multidimensional, tidak hanya bermakna tunggal tentang iman saja yaitu Tuhan yang pantas disembah hanyalah Allah. Lebih dari itu, tauhid juga memiliki dimensi sosiologis yang menitik beratkan pada isu kesetaraan yang menyuarakan penolakan terhadap segala bentuk feodalistik. Kesetaraan tersebut diterjemahkan melalui nilai-nilai persamaan dalam memperlakukan sesama manusia tanpa diskriminatif, karena adanya latar belakang yang berbeda. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 13.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai (seluruh) manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Mahateliti”.
Ayat ini mengajarkan tentang konsep kebersamaan, saling membantu satu sama lain bukan saling mengolok-olok dengan menghinakan yang lain dan saling memusuhi antara golongan satu dan lainnya. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang menyombongkan diri terhadap orang lain, karena keturunan, kekayaan juga kepangkatan. Sebab di mata Allah, manusia yang paling baik, adalah yang paling baik
takwanya. Barometer takwa telah ditetapkan secara jelas sesuai dengan kadar kemampuan manusia, yang dengannya manusia terklasifikasi menjadi orang yang beruntung dan orang-orang yang merugi.
Memaknai tauhid dalam spirit kemerdekaan, sesungguhnya kita telah membangun pondasi keberagamaan sebagai wujud kemerdekaan kita baik sebagai ummat maupun sebagai bangsa. Dan salah satu fondasi tauhid adalah menyembah Allah semata dan tidak boleh menyembah makhluk ciptaanNya. Maka kemerdekaan harus dimaknai bahwa tidak satu pun manusia yang boleh memperbudak manusia
lain, tidak ada manusia yang boleh menindas manusia lain, dan tidak pula diperbolehkan bagi manusia menyembah manusia lainnya.
Dalam konteks kemerdekaan yang kita rasakan hari ini, tentu saja tidak terlepas dari perjuangan para tokoh bangsa dan juga para ulama. Maka semangat perjuangan mereka harus terus hidup dalam jiwa kita sebagai generasi bangsa, agar kita memahami dengan baik hakekat kemerdekaan. Kemerdekaan ini bukanlah hadiah dan tidak pula diperoleh dengan hanya membalikkan telapak tangan, tapi untuk mewujudkannya butuh perjuangan dan pengorbanan. Kucuran keringat, linangan air mata, tetesan darah, bahkan ribuan nyawa melayang demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh sebab itu, jangan menodai nilai perjuangan para pahlawan kita karena kemerdekaan ini sangat mahal harganya.
Baca juga: Contoh Teks Khutbah Jumat: Perhatikan Bulan Muharram
Jamaah Jumat rahimakumullah
Heroisme para pahlawan yang berjuang, untuk mengusir penjajah dari muka bumi pertiwi ini senantiasa dipenuhi dengan pekik takbir. Di sinilah terbangun komitmen perjuangan dalam jihad meraih kemerdekaan, yang sangat erat kaitannya dengan menegakkan tauhid. Nuansa religius dalam pembukaan UUD 1945 sangat terasa, sehingga pada alinea berikutnya disebutkan atas Rahmat Allah Yang Maha
Kuasa. Relasi antara Islam dan kemerdekaan serta relasi tauhid dan spirit kemerdekaan begitu kuatnya. Sebab tauhid menumbuhkan dan melahirkan jiwa-jiwa yang merdeka, artinya seseorang yang bertauhid tentu memiliki jiwa yang merdeka. Jiwa yang merdeka itulah menjadi pangkal untuk bergerak melawan imperialisme dan penindasan, berbagai macam perbudakan, dan tentu eksploitasi manusia atas
manusia yang lainnya”.
Dari sini, dapat disimpulkan bahwa ajaran tauhid secara inheren dipahami sebagai bentuk sikap menghargai dan menghormati diri sendiri. Ajaran ini menganjurkan kepada setiap manusia, untuk tidak tunduk kepada siapapun kecuali kepada Tuhan Yang Maha Esa. Satu dari sekian bentuk perbudakan manusia dalam Islam adalah membiarkan hawa nafsu bertahta dalam dirinya, sehingga manusia yang
dibutakan oleh hawa nafsunya tidak lagi memiliki kedaulatan atas diri sendiri. Ia akan condong melakukan segala perbuatan yang menyimpang, dan tentu saja ini adalah salah satu bentuk perbudakan yaitu menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan baginya. Allah mengingatkan kita semua dalam Q.S. Al-Furqan ayat 43.
أَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلً
“Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?”
Ayat ini secara tegas menjelaskan bahwa tauhid menolak segala bentuk eksploitasi, agar manusia terbebas dari belenggu ketundukan dan kepasrahan kepada selain Tuhan. Dengan demikian, manusia baru bisa dikatakan sebagai makhluk merdeka karena mampu berjalan secara independen. Dan itulah hakikat tauhid,
bahwa tauhid adalah teologi pembebasan dan cara sikap menghormati diri sendiri. Seperti apa yang diungkapkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib, “Jangan biarkan dirimu menjadi budak orang lain, karena Allah telah menjadikanmu manusia merdeka. Oleh karena itu, jangan jual dirimu demi mendapatkan sesuatu yang tidak abadi”.
Dalam sebuah kisah diceritakan, seorang syaikh ditanya selepas menunaikan shalat. “Wahai Syaikh, mengapa kau seperti mahkluk primitif ketika beribadah, engkau letakkan wajahmu di atas tanah yang selalu diinjak-injak oleh manusia?”. Syaikh itu menjawab, “Aku melakukan ini tidak pada setiap waktu, dan aku melakukan perbuatan ini hanya kepada Tuhan Pencipta alam ini. Sedangkan di luar shalat, jangankan untuk sujud menundukkan kepala saja tak akan pernah kulakukan”.
Dalam kisah tersebut sangat jelas bahwa ajaran tauhid bersifat aktif dan progresif, sehingga tak heran jika kita rela memposisikan diri serendah-rendahnya dengan bersujud di atas tanah demi meraih ridha Tuhan. Tapi selain kepada Tuhan, tidak akan pernah kita lakukan hal yang demikian. Sebab tauhid tidak memaknai
kebebasan seperti memberi cek kosong tanpa nominal, tapi lebih mengedepankan arti kemerdekaan manusia yang substantif dan hakiki. Bukan kebebasan ala Barat yang sebenarnya membawa kita tunduk kepada hawa nafsu dan gaya mainstrem manusia, yang tentu saja bertentangan dengan esensi ajaran tauhid yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Puncak dari tujuan hidup ini hanyalah untuk meraih ridha Ilahi, tanpa tauhid mustahil ada keridhaan kepada kita dalam menjalani kehidupan di dunia hingga meraih kebahagiaan akhirat. Hanya dengan bertauhidlah Allah akan beri kemerdekaan di dunia dan kemerdekaan di akhirat. Rasulullah saw. bersabda.
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Siapa yang meninggal dunia dalam keadaan dia berilmu tentang apa yang diinginkan oleh kalimat Laa Ilaaha Illallah, maka ia pasti masuk ke dalam surga.” (HR. Muslim)
Baca juga: Contoh Teks Khutbah Jumat: Islam yang Menentramkan Penuh Kedamaian
Jamaah Jumat rahimakumullah
Demikian khutbah singkat ini, semoga momentum kemerdekaan tahun ini kita dapat menumbuhkan spirit kemerdekaan dengan memaknai hakikat tauhid yang sebenarnya. Tidak ada lagi penindasan baik secara fisik maupun sacara psikis, membangun persatuan dan kesatuan baik sebagi ummat dan dan juga sebagai bangsa demi mempertahankan kemerdakaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(Tribunnews.com/Enggar Kusuma)