Moeldoko: Indonesia Butuh Pemuda yang Miliki Kematangan Emosional
Kematangan emosional berperan penting dalam menangani persoalan negara. Seperti saat Indonesia menghadapi pandemi Covid 19.
Penulis: Toni Bramantoro
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan, Dr. Moeldoko, menyatakan Indonesia butuh pemuda yang memiliki kematangan emosional karena dianggap bisa menghargai perbedaan, berwawasan masa depan, dan lebih terarah dalam mencapai tujuan hidup.
Dia menyampaikan hal tersebut saat menutup rangkaian kegiatan Festival Al Banjari Piala Masjid Moeldoko, di Pondok Pesantren Al Fatimah Bojonegoro, Jum’at malam (5/8/2023).
“Kematangan emosional pondasi penting bagi pembangunan bangsa yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan Indonesia maju dan unggul, bangsa ini butuh anak-anak muda yang matang emosionalnya,” katanya.
Moeldoko mengatakan, kematangan emosional berperan penting dalam menangani persoalan negara. Seperti saat Indonesia menghadapi pandemi Covid 19.
Di bawah komando Presiden Joko Widodo, pemerintah berhasil menangani dan mengendalikan Covid 19 dengan cepat sehingga Indonesia bisa pulih dan bangkit.
“Kematangan emosional Presiden itu terlihat dari kebijakan gas dan rem yang akhirnya mampu membawa Indonesia lebih cepat dalam mengendalikan Cobid 19. Ditambah lagi kematangan emosional di masyarakat yang mampu melahirkan semangat gotong royong dan empati,” tuturnya.
Untuk itu, sambung Moeldoko, pemerintah dalam merumuskan strategi pembangunan sumber daya manusia, telah menempatkan emotional capital atau modal emosional dalam urutan pertama.
Baca juga: Rocky Gerung Bingung Ucapan Moeldoko Siap Pasang Badan: Relawan atau KSP?
“Setelah itu baru Intelektual, sosial, dan spiritual capital (modal spiritual),” ujarnya.
Dia meyakini pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mampu mencetak generasi yang memiliki modal emosional, intelektual, sosial, dan spiritual.
Baca juga: Poin-poin Klarifikasi Rocky Gerung, Minta Maaf, tapi Bukan ke Jokowi hingga Singgung Sikap Moeldoko
“Pendidikan di pesantren itu lengkap. Saya sudah membuktikan dan merasakannya, meskipun dulu hanya jadi santri kalong (sebutan santri yang tidak menetap di pesantren),” tutupnya.