DPR Dukung WFH Kembali Diberlakukan di Jakarta Imbas Kualitas Udara Buruk
Anggota Komisi IV DPR RI fraksi PKB Daniel Johan mendukung agar Work From Home (WFH) kembali diberlakukan di daerah Jabodetabek.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daniel Johan mendukung agar Work From Home (WFH) kembali diberlakukan di daerah Jabodetabek.
Hal itu seiring usulan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang membuka kemungkinan adanya WFH menyusul kondisi udara yang memburuk belakangan ini.
"Saya mendukung kebijakan WFH sebagai dasar penguatan mengembalikan udara di Jakarta dan sekitarnya menjadi lebih baik. Sebab, kualitas udara yang buruh berdampak bagi kesehatan," kata Daniel kepada wartawan dikutip pada Selasa (15/8/2023).
Daniel mencatat berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, sekitar 100 ribu warga ibu kota terserang infeksi saluran pernapasan akut atau (ISPA) setiap bulannya akibat polusi udara.
Sedangkan, dalam rentan waktu Januari hingga Juni 2023, terdapat 638.291 kasus ISPA di Jakarta.
Daniel mengatakan kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan oleh negara.
Menurutnya, hal itu sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana amanat pembukaan UUD NKRI 1945.
"Jadi pemerintah perlu mempertimbangkan cara agar menekan dampak dari polusi udara dengan berbagai cara karena kesehatan adalah hak bagi masyarakat Indonesia. Termasuk dengan mendorong penerapan WFH ke instansi dan kantor-kantor,” ujar Daniel.
Daniel menuturkan melalui program WFH pengurangan polusi udara dari kendaraan masyarakat yang digunakan untuk bekerja bisa berkurang.
"Toh saat pandemi WFH juga tidak terlalu berdampak pada perekonomian. Jadi perlu kita kaji dan pertimbangkan bersama,” ungkapnya.
Daniel juga menyoroti pabrik-pabrik yang diduga melakukan pencemaran udara di sekitar Jakarta, termasuk di Tangerang Selatan (Tangsel) yang dilaporkan menjadi kota paling berpolusi di Indonesia.
Hal ini diketahui berdasarkan catatan Nafas Indonesia, lembaga pemantau kualitas udara.
Dalam catatan terbaru yang dikeluarkan oleh Nafas, rata-rata polutan udara PM 2.5 di Tangerang Selatan pada Juli berada di angka 60 µg/m³ (mikrogram per meter kubik), naik dari 56 µg/m³.
Selain karena polutan, pembakaran sampah yang besar dan faktor banyaknya pabrik menyebabkan Tangsel memiliki kualitas udara lebih buruk dibandingkan Ibu kota.
Baca juga: Viral Video Penampakan Langit di Jakarta Diselimuti Asap Hitam Disebut Polusi, BMKG Buka Suara
Daniel menjelaskan asap dari pabrik industri juga menjadi salah satu polusi yang sangat fatal dan berdampak pada kualitas udara.
Karenanya, dia mendorong pemerintah daerah (Pemda) untuk melakukan evaluasi berkala terhadap pabrik untuk tetap mengacu pada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang dimiliki.
"Industri sekitar Jabodetabek harus diperiksa benar, masalah Amdal dan penanganan polusinya agar sesuai aturan yang ada. Jika terbukti melanggar, Pemda harus berani ambil tindakan mencabut izin usahanya," tegas Daniel.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.