Kejaksaan Agung Diminta Jemput Paksa Kurir Saweran ke Oknum DPR dan BPK Terkait Kasus BTS Kominfo
Kejaksaan Agung diminta untuk menjemput paksa dua kurir saweran dalam perkara dugaan korupsi pengadaan tower BTS Kominfo.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung diminta untuk menjemput paksa dua kurir saweran dalam perkara dugaan korupsi pengadaan tower BTS Kominfo.
Dua kurir saweran yang dimaksud ialah Nistra Yohan dan Sadikin, diduga mengantarkan uang ke oknum anggota DPR dan BPK.
Hal ini tercantum dalam permohonan praperadilan kasus BTS BAKTI Kominfo yang dianggap dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (21/8/2023).
"Mohon ijin, untuk 79 (perkara nomor 79/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL) nanti kami bacakan pokoknya saja. Sedangkan untuk permohonan 80 dan 81 (perkara nomor 80/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL dan 81/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL) dianggap dibacakan," kata Kurniawan, Wakil ketua LP3HI sebagai pemohon dalam persidangan.
Dalam permohonannya, pemohon mengungkapkan adanya dugaan penghentian penyidikan oleh Kejaksaan Agung, khususnya terkait dugaan aliran dana yang diantar Nistra Yohan dan Sadikin.
"Menyatakan secara hukum Termohon telah melakukan tindakan penghentian penyidikan secara tidak sah menurut hukum, yang dilakukan dengan cara tidak menerbitkan perintah bawa paksa kepada Nistra Yohan dan Sadikin," sebagaimana tertera dalam dokumen permohonan.
Baca juga: Makelar Kasus BTS Kominfo Belum Ditangkap, Kejaksaan Agung Disebut Kalah Canggih dari Kejati Sultra
Padahal dalam proses penyidikan, sudah ada dua orang yang memunculkan nama mereka, yakni Irwan Hermawan yang kini sudah menjadi terdakwa dan Windi Purnama, tersangka pencucian uang pada korupsi BTS 4G.
Terkait munculnya nama Nistra Yohan dan Sadikin, Kejaksaan Agung memang telah melayangkan panggilan pemeriksaan.
Namun mereka mangkir dari semua panggilan tersebut.
Baca juga: Sidang Praperadilan Ungkap Uang Korupsi BTS Kominfo Dipakai Main Binomo
Setelahnya, tak ada upaya lanjutan dari Kejaksaan Agung untuk mengusut dugaan keterlibatan mereka, termasuk memasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO).
"Akibatnya, tindak pidana korupsi aquo tidak menjadi terang benderang dan TERMOHON terkesan tebang pilih," katanya.
Pengakuan Windi Purnama dan Irwan Hermawan mengenai Nistra dan Sadkitn tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) mereka.
Dalam BAP Windi Purnama sebagai tersangka disebutkan bahwa Nistra menerima uang di daerah Andara dan Sentul.