MK Perbolehkan Kampanye di Fasilitas Pendidikan, P2G: Mengganggu Proses Pembelajaran
Mahkamah Konstitusi (MK) menerbitkan putusan terbaru yang mengizinkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menerbitkan putusan terbaru yang mengizinkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan dengan beberapa syarat.
Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengkhawatirkan kampanye di lingkungan pendidikan dapat mengganggu proses pembelajaran.
"Kami khawatir dengan putusan tersebut, akan mengganggu proses belajar dan mengajar. Penggunaan fasilitas pendidikan, jika ditafsirkan sebagai penggunaan lahan dan bangunan sekolah dan universitas maka jelas mengganggu pembelajaran," ungkap Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, melalui keterangan tertulis, Senin (21/8/2023).
Menurut Iman, frasa "sepanjang mendapatkan izin dari penanggung jawab tempat" pada putusan MK akan sangat bermasalah pada praktiknya.
Iman mengatakan para kepala sekolah selaku penanggung jawab akan kesulitan menolak pengajuan penggunaan sekolah untuk kampanye.
"Contoh, penggunaan gedung sekolah untuk kampanye Pemilu. Kepala sekolah akan sulit menolak apalagi diperintahkan secara struktural dari Pemda dan dinas pendidikan. Apalagi jika pimpinan struktural di sekolah atau daerah sudah punya preferensi politik tertentu,' jelas Iman.
Selain itu, dirinya mempertanyakan jika fasilitas sekolah rusak akibat kampanye.
Sekolah, kata Iman, akan terbebani jika harus menanggung kerusakan fasilitas sekolah ini.
"Ini seperti anggaran pendidikan dituntut mensubsidi Pemilu yang juga sudah ada anggarannya. Karena sudah pasti setiap kerusakan akan ditanggung sekolah (anggaran pendidikan)," kata Iman.
Selain itu, P2G mempertanyakan mengapa fasilitas pendidikan ikut dikecualikan MK agar bisa digunakan, padahal masih banyak fasilitas pemerintah lainnya yang dapat digunakan.
"Memang tidak ada tempat lain? Kenapa Pemilu malah harus menggunakan lahan dan gedung sekolah atau fasilitas pendidikan? Kan masih banyak fasilitas pemerintah lainnya. Jangan pendidikan dikorbankan," ucap Iman.
Putusan MK ini, menurut Iman, akan membahayakan kepentingan siswa, guru, dan orang tua.
Hal ini akan menjadi beban baru siswa, guru, dan orang tua dalam praktik pembelajaran di sekolah.
Kegiatan sekolah akan bertambah seperti sosialisasi Pemilu atau sosialisasi kandidat dan pastinya akan menjadi beban psikologi bagi anak termasuk guru.
"Bayangkan ada Pemilu dan Pilkada yang akan dihadapi. Sekolah akan sibuk menjadi arena pertarungan politik praktis. Sekolah, guru, siswa, dan ortu akan membawa politik partisan ke ruang ruang belajar," tuturnya.
Baca juga: Manfaatkan Putusan MK Kampanye di Fasilitas Pendidikan, BEM UI Undang Capres-Cawapres ke Kampusnya
Iman menilai siswa, guru, dan warga sekolah akan sangat rentan dimobilisasi sebagai tim kampanye atau tim sukses para kandidat.
Kondisi demikian juga membuat rentan terjadinya perundungan di sekolah, saat sekolah jadi ruang kampanye Pemilu.
"Sebagai contoh, siswa yang pilihan politiknya berbeda dari pilihan mayoritas murid lain, rentan akan dirundung oleh teman-temannya, apalagi jika materi kampanye kandidat atau parpol sudah mengarah pada isu politik identitas," ungkap Iman.
Seperti diketahui, amar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65/PUU-XXI/2023 bahwa Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu selengkapnya berbunyi, “menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu."