Pengamat: Gugatan Batas Maksimum Usia Capres ke MK Tak Tepat, Presiden Tak Sama dengan Jabatan Lain
Juhaidy Rizaldy menilai soal gugatan usia capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi kurang tepat.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies Juhaidy Rizaldy menilai soal gugatan usia capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi kurang tepat.
Menurut Juhaidy bahwa presiden tidak sama dengan jabatan lainnya.
Diketahui gugatan persyaratan batas usia capres dan cawapres di Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang saat ini tengah ditangani Mahkamah Konstitusi.
Pemohon meminta MK untuk membatasi usia maksimal capres-cawapres hingga 70 tahun.
"Jabatan Presiden tidak sama dengan jabatan negara lainnya, yang dibandingkan oleh para pemohon, seperti jabatan di BPK, MA, MK. Presiden itu dipilih langsung oleh rakyat, sovereignty dari rakyat," kata Juhaidy dalam keterangannya Rabu (23/8/2023).
Ia melanjutkan jika jabatan lainnya, diperoleh dari hasil seleksi dari panitia seleksi, uji kelayakan DPR dan dilantik oleh presiden.
"Konstitusi tidak mengatur secara rigid soal usia capres-cawapres, tapi dalam perjalanan pilpres, kita pernah usia minimal 35 tahun capres-cawapres dalam UU No. 42/2008 dan ketentuan ini dipakai saat Pemilu dan Pilpres 2014," jelasnya.
Baca juga: MK Sebut Ada 9 Gugatan terkait UU Pemilu: Permohonan Batas Usia Capres-cawapres Berbeda-beda
Kemudian Juhaidy menyinggung di negera lain juga tak ada batas maksimal calon pemimpin negara.
"Jika lihat perbandingan di negara lain adanya usia minimal dan tidak ada usia maksimum, seperti Kroasia 18 Tahun, Prancis 19 Tahun, Brazil 35 Tahun, Amerika Serikat 35 Tahun," jelas Juhaidy.