VIDEO EKSKLUSIF Grace PSI: Pak Jokowi Sudah Omong Keras-keras Sebut Capres Yang Didukung
Grace dan PSI menangkap bahwa dukungan Jokowi itu diarahkan kepada capres yang berani dan berkomitmen melanjutkan pembangunan saat ini.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie meluruskan soal pemberitaan yang beredar partainya telah resmi menarik dukungan terhadap Bakal calon presiden (Bacapres) Ganjar Pranowo.
Grace menyebut, peryataan bahwa partainya akan menjaring kembali capres yang akan didukung di Pilpres 2024, merupakan sebuah rekomendasi dari DPW PSI terhadap dinamika politik yang terjadi saat ini.
Ditegaskan Dewan Pembina maupun DPP PSI belum memutuskan dari hasil rekomendasi yang dibacakan dalam Kopdarnas PSI di Istora Senayan beberapa waktu lalu.
Grace mengatakan PSI masih terus mencermati kondisi politik serta arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang selalu memberikan sinyal agar tak terburu-buru dalam memutuskan dukungan kepada capres tertentu.
Karena, perlu dilihat juga rekam jejak serta keberanian capres dalam menghadapi tantangan global dan geopolitik yang terjadi di dunia.
Hal itu disampaikan Grace Natalie saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Kamis (24/8/2023).
"Ojo kesusu."
"Seolah-olah mengevaluasi keputusan yang diambil sebelumnya."
"Saya rasa ini yang kemudian diartikan oleh sejumlah media dan keluarlah dalam judul-judul berita dua hari ini, bahwa PSI resmi menarik dukungan pada Pak Ganjar."
"Padahal tidak ada pernyataan seperti itu," kata Grace.
"Padahal ini adalah rekomendasi dari dewan pimpinan wilayah pada dewan pembina dan juga DPP yang artinya rekomendasi itu bisa kita lakukan, bisa juga tidak dilakukan rekomendasi."
"Kalau mau dikerjakan bentuknya apa, ini juga belum dibicarakan gitu."
"Jadi ini masih berupa rekomendasi umum saja gitu," sambung dia.
Grace juga mengungkapkan hubungannya dengan Ganjar Pranowo pasca dideklarasikan menjadi capres oleh PDI Perjuangan (PDIP) pada 21 April 2023, lalu.
Dia mengatakan, pihaknya masih menjalin komunikasi informal dengan Gubernur Jawa Tengah itu.
Grace juga menyebut, dukungan saat pendeklarasian Ganjar Pranowo oleh partainya saat itu merupakan aksi spotanitas.
Sehingga atas dasar itu PSI kini lebih berhati-hati dalam memberikan dukungan.
Pasalnya, ada rambu-rambu yang harus ditaati.
Sejauh ini dirinya mengaku, hubungan PSI dengan Ganjar Pranowo lebih banyak membatasi diri.
Sementara, untuk komunikasi dengan Capres Prabowo Subianto, pihaknya menyebut sedang dalam kondisi intens dan lancar.
Sebab, komunikasi itu dibangun melalui Sekretaris Dewan Pembina PSI yang juga Wakil Menteri ATR/BPN Raja Juli Antoni.
Di dalam kabinet, Raja Juli Antoni kerap berkomunikasi dengan Prabowo Subianti yang merupakan Menteri Pertahanan.
Dengan Anies, Grace menyebut tak ada komunikasi sama sekali sejauh ini.
Namun, dia menegaskan pihaknya tak menutup pintu untuk berkomunikasi dengan kubu Anies.
Dalam kesempatan itu, Grace juga mengungkapkan tanda-tanda yang sudah disampaikan oleh Presiden Jokowi soal dukungan terhadap capres.
Mantan pembawa acara berita televisi ini menyebut Jokowi sudah secara terang benerang mengarahkan dukungannya kepada salah satu capres.
Namun, sebagai Kepala Negara tentu Jokowi tak menyebut nama secara explisit.
Tetapi, Grace dan PSI menangkap bahwa dukungan Jokowi itu diarahkan kepada capres yang berani dan berkomitmen melanjutkan pembangunan saat ini.
Berikut petikan wawancara Grace Natalie dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra terkait arah PSI memberikan dukungan capres di Pilpres 2024;
Bisa dijelaskan, apa maunya PSI di tengah persiapan menghadapi hajatan di Februari 2024?
Acara kemarin ya, Kopdarnas, jadi Kopdarnas merupakan ajang konsolidasi pengurus se-Indonesia dan ini merupakan rangkaian proses PSI dalam memutuskan akan mendukung siapa, ini merupakan proses internal yang kami lakukan, karena disitu teman-teman semua rapat seluruh ketua DPW berkumpul, kemudian memberikan 4 rekomendasi.
Rekomendasinya empat point sudah saya sampaikan, yang pertama dan ini yang membuat orang yang salah mempersepsi, karena rekomendasi yang pertama itu dikatakan bahwa para pengurus wilayah ini meminta merekomendasikan agar DPP menyerap kembali aspirasi masyarakat.
Ojo kesusu. Seolah-olah mengevaluasi keputusan yang diambil sebelumnya. Saya rasa ini yang kemudian diartikan oleh sejumlah media dan keluarlah dalam judul-judul berita dua hari ini, bahwa PSI resmi menarik dukungan pada pak Ganjar. padahal tidak ada pernyataan seperti itu.
Padahal ini adalah rekomendasi dari dewan pimpinan wilayah pada dewan pembina dan juga DPP yang artinya rekomendasi itu bisa kita lakukan, bisa juga tidak dilakukan rekomendasi.
Kalau mau dikerjakan bentuknya apa, ini juga belum dibicarakan gitu. Jadi ini masih berupa rekomendasi umum saja gitu.
Jadi point pertama itu yang jadi miss persepsi?
Rasanya itu, karena dari 4 rekomendasi yang paling dekat kata-katanya dengan yang dipersepsikan oleh teman-teman media, point nomor satu, nomor dua kan terkait dengan mari kita pertimbangan juga dalam memberikan dukungan itu siapa Cawapres yang akan digandeng. ini kan beda nih redaksionalnya gitu.
Jadi sekali klarifikasi, bahwa tidak ada penarikan dukungan, tidak ada juga deklarasi dukungan. Ini masih berproses belum konklusif.
Sis, menurut Sis perlu nggak seorang calon pemimpin nasional itu perlu gradual, yaitu jadi walikota jadi gubernur dulu, perlu nggak sih itu?
Kalau bisa tentu lebih baik, jadi lebih punya banyak pengalaman, tapi kalau kita lihat sekarang kalau boleh jujur, yang punya dampak langsung kehidupan masyarakat sekarang itu justru kepala daerah yang level Bupati dan Wali Kota ketimbang Gubernur, karena otonomi ada di mereka.
Merekalah raja-raja kecil sesungguhnya. kalau Gubernur itu levelnya lebih koordinatif, jadi rasanya nggak terlalu berbeda sih malah real challages itu justru di level Bupati dan Wali Kota.
Saya pikir kalau sudah dari Bupati dan Wali Kota dengan hari ini otoritas lingkup kerjanya, lingkup tanggungjawabnya pasti dia jadi walikota yang bagus pasti jadi Gubenur yang bagus, orang tinggal koordinasi aja kok.
Enggak berarti sekarang kalau seseorang itu bisa menjadi Gubernur dia bisa membuat Bupati Wali Kota ikut program dia ya kan, karena otonomi daerah yang kita miliki sekarang ini.
Jadi kalau seseorang itu sudah sukses sebagai Bupati Wali Kota menurut saya sih dia punya kesempatan atau chans yang sangat bagus bahwa dia kalau jadi Gubenur pasti bagus juga, lebih susah jadi Bupati dan Wali Kota.
Sis, kalau ditanya selama ini, hubungan PSI dan Pak Ganjar, Prabowo dan Anies. Kalau disampaikan begitu, bagaimana?
Hubungan ya, hubungannya baik-baik aja.
Ya maksud saya, apakah itu intens menjaling hubungan atau head and run saja sambil lalu saja, dari Mas Ganjar dulu, terutama setelah Mas Ganjar di deklarasikan oleh Bacapres oleh PDIP pada 21 April 2023 lalu?
Ini kan komunikasi semuanya informal ya, justru komunikasi-komunikasi Informal ini kan lebih berarti ya. Komunikasi sebelum dan sesudah deklarasi komunikasi informal terus terjalin, tapi kan kita setelah kami mendapatkan teguran tentu kami lebih berhati-hati.
Wah ini ada aturan-aturan, ada rambu-rambu yang berbeda di setiap rumah tangga. Nah ini kemudian yang awalnya kami miss, kami spontanitas memberikan dukungan karena ada dasarnya jajak pendapat yang kami buat selama hampir satu tahun, namun ternyata ada rambu-rambu yang harus kita ikutin juga gitu kan.
Nah tertentu setelah itu kami lebih berhati-hati karena jangan sampai niat baik itu disalah pahami. Jadi lebih berhati-hati sesuai rambu-rambu dong.
Nanti kalau udah dikasih tau sekali masalah juga nggak jadi kan nanti jadinya kontraproduktif dan kita tidak mau itu.
Jadi tetap komunikasi informal tapi aksi-aksi spontanitas khas anak-anak bocil ini jadinya membatasi diri jangan sampai aksi spontanitas di salah diartikan, diartikan berbeda dari maksud hatinya.
Kalau dengan Pak Prabowo Subianto makin intens setelah silahturahmi atau gimana?
Kalau dengan teman-teman Gerindra level komunikasinya ada di misalnya di Wamen kan sama-sama menteri, sama-sama bertugas di kabinet. kemudian di level DPRD, nah memang karena ada momen-momen koordinasi di situ komunikasi Informalnya ya cukup sering.
Lebih intens, ya saya nggak berani bicara atas nama bro Wamen ya, tapi kalau di sana yang kami dapati tidak begitu banyak rambu-rambu, jadi ranjaunya nggak terlalu banyak, kita melangkah jadi nggak takut nginjek ranjau.
Kalau banyak ranjau kan kita bingung, takut salah nginjek kan.
Kalau dengan Pak Anies?
Kami sebagai institusi, terus belajar. Jadi ke Pak Anies karena beliau sebagai Capres dan ingin berkunjung tentu kami terima juga.
Kita namanya komunikasi harus dengan siapa daja, kalau soal dukung mendukung itu kan hal yang lain. kami punya catatan catatan semasa beliau menjadi gubernur dan kritik PSI kepada pak Anies itu selalu didasari substansi, tidak pernah personal.
Jadi jangan orang itu salah paham PSI ini benci, enggak. Kalau kami protes kami kritis itu pasti misalnya program pak Anies kau yang ini dibajetkan Rp 1 triliun, misalnya Formula E tapi di saat yang bersamaan pipanisasi air bersih cuma Rp 30 miliar di waktu yang sama.
Prioritasnya gimana, boleh dong namanya juga kami ini kan harus jaga anggaran, watchdog anggaran kan gitu.
Jadi kami terbuka ke semuanya, kebetulan memang dari kubu Pak Anies belum ada yang nyoel-nyoel sih.
Belum, tapi kami membuka komunikasi kok gitu emang kita nggak pernah dilevel personal sama pak aneis soal mengkritisi beliau. Soal anggaran, soal kebijakan selalu ada landasannya. Ya kalau kubu Pak Anies mau main-main yaa enggak papa, ga akan kita tolak, ga akan kita judesin, enggak gitu kok.
Soal dukung mendukung ini ada proses yang di PSI masih berjalan.
Apa nanti diambil pas injurytime ya?
Engga juga, sekarang ini banyak elemen-elemen yang belum kebuka. Contohnya Cawapres, masih cair banget kan. Jangankan Cawapres soal capres pun masih sangat cair.
Jangan-jangan bukan tiga, jangan-jangan dua. sekarang isu yang berkembang bahkan ada kemungkinan ada menjajaki isu Pak Ganjar-Anies, loh ini masih banyak variasinya, masih sangat cair oleh karenanya kenapa kita mesti buru-buru mengambil keputusan akhir. Kita cermati dulu dong, jelas dulu baru kita bisa melihat gambarannya dengan lengkap.
Meskipun waktunya tinggal tiga bulan lagi ya?
Justru masih tiga bulan lagi, dipolitik itu apalagi di tahun Pemilu, dalam waktu nggak usah tiga bulan, untuk sebulan, seminggu bisa banyak peristiwa baru terjadi.
Jadi justru jangan terburu buru saya setuju banget dengan katanya pak Jokowi, ojo kesusu. udah paling benar pak Jokowi nih.
Apa bener pendapat yang menyatakan bahwa atau kader PSI kami tegak luruh ke Jokowi, artinya apa yang sih disarankan Jokowi ikut, seolah-olah tidak punya independensi PSI?
Jadi ada alasannya yaitu kami yakin orang yang paling konsen dengan keberlanjutan hari ini antara lain adalah pasti pak Jokowi kan kerja kerasnya saya sembilan tahun ya nggak.
Jadi di tengah kebingungan politik saat ini salah satu kompas utama kami ya kami coba mendingan kita jadikan pak Jokowi sebagai kompas kita. Karena beliau pasti yang paling punya informasi paling lengkap, yang bisa ngulik mana nih capres yang betul punya komitmen untuk melanjutkan program-program beliau atau yang tidak cukup berani misalnya untuk eksekusi kebijakan kebijakan.
Kita nggak ngomong kebijakan dalam negeri saja ya, kalau pak Jokowi selalu bicara soal geopolitik. Kita berhadapan dengan IMF, Amerika, kita berhadapan dengan China di tengah 2 negara yang bersaing. Posisi kita gimana. Jangan mau ditekan sana dan sini, butuh keberanian dong.
Nah kalau tekanan dalam negeri saja enggak lewat, apalagi tekanan luar negeri.
Jadi Pak Jokowi hari ini adalah Kompas untuk melihat mana calon penerus beliau yang paling punya modalitas menjamin program-program beliau berlanjut. Kenapa kita kompasnya Pak Jokowi, dia yang paling banyak punya akses ke semua capres.
Dalam acara Musra Projo beberapa waktu lalu, Pak Jokowi mengatakan saya bukan ketua umum parpol, tapi saya akan membisiki. Kira-kira PSI sudah dibisikin belum?
Wah, pertanyaannya ini ya. Pak Jokowi itu menurut saya bukan bisik-bisik lagi. Beliau sudah ngomong keras-keras berkali-kali. masalahnya kita ini mau dengar apa nggak.
Beliau ini kan orang Jawa, dan beliau kepala negara, dia nggak akan explisit itu bukan gaya beliau. Tapi beliau terus menjatuhkan tanda-tanda yang harusnya bisa kita tangkap, apalagi untuk tanda-tanda yang penting beliau menyampaikan lebih dari sekali.
Contoh message tentang pemimpin yang berani tuh ngomong berkali-kali, tentang keberlanjutan gitu ngomong berkali-kali, makanya kita ini udah bukan dibisikin lagi. Beliau udah ngomong keras-keras cuman kita ini punya sensitifitas enggak menangkap itu, atau kita sibuk dengan pikiran kita sendiri.
PSI sudah bisa menafsir tanda-tanda itu enggak?
Bisa, tapi Pak Jokowi memberikan tanda tentang menurut kriteria penting ya. kemarin kan dia juga bilang kita butuh yang bisa marathon misalnya, bukan cuman sekedar lari-lari pendek.
Itu kan bicara soal kesinambungan lagi, tentang tentang jangka panjang lagi.
Saya nggak melihat ke situ (pemimpin muda), kan belum dibuka pintunya.
Kita coba kita lihat sikap-sikap pemimpin kalau kita punya ayah yang ngajarin kita, dia selalu pengin kita punya daya kritis, tapi dia kasih petunjuk. Jadi ketika sudah sampai pada kesimpulan itu nah itu merupakan hasil kita berpikir, dengan lebih rela hati menjalannya. Ketimbang kamu pilih ini A, dan B.
Saya rasa Pak Jokowi sebagai ayah Bangsa hari ini sedang mengajar kita untuk berfikir dengan alur berpikir beliau, alur konses beliau drop him berulang kali, tinggal kita mau denger enggak, atau kita yang sudah lama hati kita, saya dukung yang ini, berarti penghianat.
Boleh enggak dirumuskan dalam satu kata tentang 3 Bacapres?
Pak prabowo, ramah.
Pak Anies Baswedan, manis.
Pak Ganjar Pranowo, baik. (Tribun Network/ yuda).