Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menteri LHK Sebut Modifikasi Cuaca Perlu Dilakukan Karena Aliran Udara di Jakarta Sulit Bergerak

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menjelaskan mengenai alasan harus dilakukannya modifikasi cuaca di Jakarta.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Menteri LHK Sebut Modifikasi Cuaca Perlu Dilakukan Karena Aliran Udara di Jakarta Sulit Bergerak
Tribunnews.com/ Ibriza Fasti Ifhami
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat, Selasa (29/8/2023). 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menjelaskan mengenai alasan harus dilakukannya modifikasi cuaca di Jakarta.

Siti mengatakan, kondisi geomorfologis Jakarta dikelilingi bukit-bukit.

Hal itu menyebabkan air flow atau aliran udara di Ibu Kota tidak mudah bergerak.

"Kenapa ini disebut harus dilakukan modifikasi cuaca? Sebab saya bilang, Jakarta itu posisi geomorfologisnya itu seperti kipas aluvial. Jadi dia flat dikelllingi oleh areal berbukit, sehingga flow udaranya tidak mudah untuk dia bergerak," kata Siti Nurbaya, saat ditemui usai menghadiri acara Penganugerahan Penghargaan Green Leadership Nirwasita Tantra 2022, di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat, Selasa (29/8/2023).

Kesulitan aliran udara untuk bergerak itu, kata Siti, berdampak pada turunnya awan berisi uap air (hujan) di atas laut saja.

"Karena tidak mudah itu, maka kadang-kadang awan itu hanya terpaksa jatuhnya di laut, jatuhnya di laut aja. Nah dengan modifikasi cuaca, dilihat, ketika ada awan yang cukup uap air untuk bisa jatuh di daerah-daerah tertentu ya dijatuhkan aja. Jadi teknologi itu," jelasnya.

Baca juga: Potensi Hujan Rendah, BRIN Putuskan Setop Modifikasi Cuaca untuk Kurangi Polusi Udara Jakarta

Berita Rekomendasi

Lebih lanjut, Siti mengungkapkan, dalam melakukan teknologi modifikasi cuaca, pemerintah perlu mempelajari perilaku alam.

"Coba kita ingat-ingat deh zaman nenek moyang kita dulu ya, kalau mau berlayar kan liat rasi bintang dulu ya. Kalau bintangnya begini nyilangnya menghadap mana, oh berarti perahunya bisa jalan, ikannya yang banyak sebelah mana. Itu kan alam sudah menuntun sebetulnya. Lalu dalam perkembangan zaman, ada artificial-nya, cara-cara mereka mengikuti alam dan kemudian dilakukanlah peralatan-peralatan itu mendekati bagaimana situasi alamnya," kata Siti.

"Oleh karena itu ketika teknik modifikasi cuaca harus dilakukan, memang kita juga mempelajari perilaku alam juga. Jadi ada awan-awan yang mengandung uap air yang cukup menjadi hujan," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, untuk mengurangi polusi, Badan Riset dan Inonovasi Nasional (BRIN) menerapkan TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca) di wilayah Jabodetabek.

Baca juga: Hadapi Fenomena Iklim, Gus Imin Sebut El Nino Harus Diantisipasi Betul dengan Modifikasi Cuaca

Diprediksi hujan turun di tanggal 19-21 Agustus di Jabodetabek meliputi wilayah Kabupaten Cianjur, Depok, Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat.

Diharapkan angin akan membawa awan bergerak ke arah Jakarta. Karena modifikasi cuaca tidak bisa menggeser awan, tetapi bisa memperluas area cakupan hujan.

Adapun posko TMC dipusatkan di Bandara Lanud Husein Sastranegara Bandung.

Dalam keterangan tertulisnya Koordinator Laboratorium Pengelolaan TMC BRIN, Budi Harsoyo mengatakan, kegiatan Teknologi Modifikasi Cuaca sudah pernah dilakukan oleh beberapa negara yaitu Cina, Korea Selatan, Thailand, dan India.

Sementara di Indonesia baru pertama kali dilaksanakan di wilayah Jabodetabek dengan menggunakan dana siap pakai BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).

Menurut dia, cara yang lebih efektif untuk mengurangi polutan di daerah tertentu memang dengan menjatuhkan atau mengguyurnya dengan air hujan.

"Penyemaian pada Sabtu (19/8/2023) dilaksanakan 1 sorti penerbangan penyemaian awan hampir selama 2 jam penebangan (14.15-16.00 WIB) dengan menaburkan garam semai sekitar 800 kg di atas ketinggian 9000-10.000 kaki," kata Budi dikutip Senin (21/8/2023).

Kepala Pusat Meteorologi Publik, Andri Ramdhani, mengatakan, pada hari Sabtu (19/8) daerah Bogor Barat, Bogor Selatan, Bojong Gede, Kemang, Tenjolaya, Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, l Cigombong, Cibungbulang, Pamijahan, Leuwiliang, Nanggung terjadi hujan.

Menurut Andri, peluang untuk melakukan TMC masih terbuka, hanya saja peluang tersebut cukup berat untuk dilakukan dengan melihat kondisi musim kemarau yang minim awan kumulus yang menjadi target untuk ditaburkan NaCl atau garam.

Dikatakan Andri, peluangnya untuk saat ini, apalagi dalam kondisi musim kemarau, cukup berat.

RH (Relatif Humidity) lapisan atas kering dan CAPE (convective available potential energy) rendah.

Dari hasil pemodelan atmosfer selama dua hari ke depan ada peluang hujan di Bogor dan Tangerang Selatan.

"Diharapkan angin akan membawa awan bergerak ke arah Jakarta. Karena modifikasi cuaca tidak bisa menggeser awan, tetapi bisa memperluas area cakupan hujan," papar Andri.

Sedangkan wilayah Jabar bagian Utara termasuk Indramayu, Kerawang, Kabupaten Bekasi potensi cuaca masih kering hingga 25 Agustus.

Langkah Teknologi Modifikasi Cuaca ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah dalam meningkatkan kualitas udara dan mengurangi polusi di wilayah tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas