Negara Rugi Rp 9,3 T, Ini Aliran Dana Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda yang Seret Eks Dirut Garuda
Begini aliran dana korupsi pengadaan pesawat Garuda yang merugikan negara mencapai Rp 9,3 triliun dan menyeret nama eks Dirut Garuda, Emirsyah Satar.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar menjalani sidang perdana sebagai terdakwa dalam perkara dugaan korupsi pengadaan pesawat Garuda Indonesia di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin (18/9/2023).
Dalam sidang tersebut, jaksa membacakan dakwaan terhadap Emirsyah.
Jaksa mengatakan akibat perbuatan Emirsyah, negara ditaksir mengalami kerugian mencapai 609 juta dolar AS atau Rp 9,3 triliun.
Adapun tindakan Emirsyah menurut jaksa yaitu pengaturan tender untuk memenangi perusahaan tertentu dalam proyek pengadaan pesawat, yakni Bombardier CRJ-1 000 dan Sub-100 seater Turboprop ATR72-600.
"Bahwa perbuatan terdakwa Emirsyah Satar bersama-sama dengan Albert Burhan, Agus Wahjudo, Setijo Awibowo, Hadinoto Soedigno, dan Soetikno Soedarjo telah mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara pada PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk sejak tahun 2011 sampai dengan periode Tahun 2021, dengan total berjumlah sebesar USD 609.814.504," kata jaksa, Senin (18/9/2023).
Baca juga: Jadi Tersangka Lagi, Emirsyah Satar Diduga Bocorkan Rencana Pengadaan Pesawat Garuda
Jaksa pun turut merinci kerugian negara akibat perbuatan Emirsyah yaitu pengoperasian pesawat CRJ-1000 yang ditaksir mencapai 370 juta dolar dan pengoperasian pesawat ATR72-600 dengan rincian kerugian hingga Rp 210 juta dolar AS.
Selanjutnya, 28 juta dolar AS lebih akibat pengoperasian pesawat ATR 72-600 oleh anak usaha Garuda Indonesia yakni PT Citilink Indonesia.
Jaksa mengatakan bahwa rincian pengoperasian pesawat ini dari rentang tahun 2011-2021 berdasarkan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 2022.
"Sesuai hasil Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Pesawat Udara Sub-100 Seaters CRJ-1000 dan Turbo Propeller ATR 72-600 pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Tahun 2011 sampai dengan 2021 tanggal 13 Juni 2022 oleh BPKP," kata jaksa.
Di sisi lain, jaksa menyebut bahwa dari perkara korupsi ini, Emirsyah kecipratan uang sebesar Rp 16 miliar lebih.
Adapun rinciannya yaitu 200 ribu dolar AS yang dikonversikan menjadi Rp 3,074 miliar dan 1,18 juta dolas Singapura atau Rp 13,3 miliar.
"Dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu Terdakwa Emirsyah Satar sebesar USD 200.000 dan sebesar SGD 1.181.763," kata jaksa.
Aliran dana yang mencapai Rp 9,3 triliun itu tidak hanya diterima oleh Emirsya saja tetapi beberapa orang dan korporasi yaitu:
- Agus Wahjudo sebesar USD 1.222.315
- Soetikno Soedarjo sebesar USD 1.666.667,46 dan EUR 4.344.363,19
- Hadinoto Soedigno sebesar USD 2.302.974 dan EUR 477.560,00
- Menguntungkan Bombardier seluruhnya sebesar USD 33.916.003,80
- Menguntungkan ATR seluruhnya sebesar USD 6.214.300 (terdiri atas USD 3.089.300 dari Garuda dan USD 3.125.000 dari Citilink
- Menguntungkan EDC/ Aiberta SAS seluruhnya sebesar USD 105.175.161.
Konstruksi Perkara
Perkara ini berawal ketika Emirsyah masih menjabat sebagai Dirut Garuda Indonesia.
Dirinya diduga bersekongkol dengan Agus Wahjudo dan Hadinoto Soedigno selaku Direktur Teknik PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan merangkap selaku Direktur Produksi pada PT Citilink Indonesia dan Soetikno Soedarjo selaku Comercial Advisory Bombardier dan ATR untuk memenangkan Bombardier dan ATR dalam pemilihan pengadaan pesawat pada PT Garuda Indonesia.
"Padahal jenis pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 tidak sesuai dengan konsep bisnis PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sebagai perusahaan penerbangan yang menyediakan layanan full service," kata jaksa.
Baca juga: Eks Dirut Garuda Indonesia Bocorkan Rahasia Perusahaan untuk Atur Bidding Vendor Pesawat
Akibat perbuatannya, Emirsyah Satar dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, tepatnya setahun lalu pada 27 Juni 2022, Emirsyah Satar ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini setelah Soetikno Soedarjo ditetapkan terlebih dahulu.
Emirsyah juga telah divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miiar subsider tiga bulungan penjara pada 8 Mei 2020 lalu dalam kasus suap pengadaan mesin Rolls Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ashri Fadilla)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.