Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketika Anwar Budiman Serukan Keadilan di MPR RI

Ketika mendapat giliran berbicara di podium selaku narasumber dalam sebuah acara diskusi di DPD, Anwar langsung meneriakkan keadilan.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Ketika Anwar Budiman Serukan Keadilan di MPR RI
ist
Anwar Budiman, Pakar Hukum Tata Negara. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Krisnadwipayana, Jakarta, Dr Anwar Budiman SH MH “menggugat” soal keadilan di hadapan para anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang merupakan bagian dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI di Gedung DPR/DPD/MPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (26/9/2023).

Ketika mendapat giliran berbicara di podium selaku narasumber dalam sebuah acara diskusi di DPD, Anwar langsung meneriakkan keadilan.

Pertama, ia menyoroti soal amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang ia nilai hasilnya “amburadul” sehingga melahirkan ketidakadilan dan konflik horisontal yang tak berujung.

Salah satu hasil amandemen konstitusi yang ia soroti adalah soal “open legal policy” (kebijakan hukum terbuka), dimana DPR dan pemerintah kemudian dalam membuat undang-undang turunannya tidak menghadirkan keadilan.

“Kalau di dalam pemikiran sudah ada konsep keadilan, tentunya akan lebih adil dalam implemantasinya. Nah, ini di dalam pikiran saja tidak ada konsep keadilan,” jelas Anwar yang juga praktisi hukum dan aktivis perburuhan ini.

Baca juga: Ketua MPR RI Bamsoet Dorong Perkembangan Industri Scientific Nasional

Padahal, kata Anwar, UUD 1945 yang disusun “founding fathers” atau para bapak pendiri bangsa sudah memuat Pancasila, di mana di dalam Pancasila itu dua kali kata keadilan tersurat, yakni di sila kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, dan sila kelima, “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”

“Tapi apa faktanya? Ternyata banyak ketidakadilan. Ada konflik Rempang (Kota Batam, Kepulauan Riau, red) yang dipicu oleh ketidakadilan, dan negara gagal melindungi rakyatnya. Lebih dulu mana rakyat hadir di Rempang atau negara? Negara lahir kemudian, setelah rakyat hadir. Negara hadir seharusnya memberikan perlindungan,” cetusnya.

Berita Rekomendasi

“Negara wajib memberikan perlindungan, yang dilindungi adalah hak asasi rakyatnya. Karena hak asasi diberikan oleh Tuhan, sehingga negara wajib melindunginya,” lanjut pria yang dikenal sebagai Singa Perburuhan Karawang-Bekasi ini.

Padahal, kata Anwar, negara ini dibentuk untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 elinea keempat.

“Nusantara dijajah, kemudian rakyat bersatu karena ingin bebas dari penjajahan, lalu terbentuklah Indonesia. Dengan begitu, keadilan menjadi faktor paling utama dalam membangun bangsa Indonesia. Berbeda dengan Amerika Serikat di mana negara dibentuk dari kumpulan koloni dengan tujuan untuk perdamaian,” tukasnya.

Hasil amandemen UUD 1945 lainnya yang ia nilai amburadul adalah sistem pemilihan presiden secara langsung yang berlaku sejak 2024, di mana sebelumnya pemilihan presiden dilakukan oleh MPR dengan prinsip musyawarah mufakat, dan jalan terakhir adalah voting.

“Akibat pemilihan langsung ini, konflik horisontal terus terjadi. Antar-tetangga, antar-teman bermusuhan karena beda pilihan capres. Dari pemilu satu hingga pemilu berikutnya, konflik horisontal itu tak kunjung selesai. Sebab itu, saya sependapat dengan Pak La Nyalla Mattalitti (Ketua DPD RI, red) untuk kembali ke UUD 1945 asli atau sebelum amandemen yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945, di mana jelas ‘founding fathers’ kita mendirikan negara Indonesia berlandaskan asas keadilan,” paparnya.

Keadilan Ekonomi

Anwar Budiman juga berbicara tentang keadilan ekonomi yaitu keadilan partisipatif dan keadilan distributif. Pada keadilan partisipatif, dia mencontohkan keadilan ekonomi yang dapat dinikmati oleh semua kalangan.

“Tetapi sekarang ini ekonomi dikuasai orang-orang kuat, mereka yang punya modal, sementara mereka yang ekonominya di bawah sering tergerus. Contohnya di Rempang,” sindirnya.

Ihwal keadilan distributif, menurut Anwar, hingga kini masih banyak wilayah di Indonesia yang belum mendapatkan keadilan ekonomi secara merata.

Lagi-lagi ia meujuk contoh Rempang, di mana pemerintah pusat ingin membangun kawasan ekonomi dengan “menertibkan” masyarakat sekitar yang telah mendiami pulau tersebut sejak lama.

“Dalam keadilan ekonomi juga perlu diperhatikan bahwa pada saat membangun suatu pusat perekonomian, maka warga setempat sudah semestinya mendapatkan kebahagiaan terlebih dahulu. Ada slogan bangga melayani rakyat, seharusnya bukan bangga yang terkesan jemawah, tetapi bahagia melayani rakyat. Tuhan menciptakan manusia untuk bahagia, bukan untuk menderita,” tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas