Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MK Tolak Gugatan UU Cipta Kerja, YLBHI: Sudah Jadi Penjaga Kepentingan Kekuasaan dan Oligarki

Putusan hakim MK tersebut sangat memalukan karena mengingkari sendiri putusan sebelumnya yang mengatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Choirul Arifin
zoom-in MK Tolak Gugatan UU Cipta Kerja, YLBHI: Sudah Jadi Penjaga Kepentingan Kekuasaan dan Oligarki
Tribunnews/JEPRIMA
Massa buruh dari berbagai organisasi melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Senin (2/10/2023). Dalam aksinya para buruh berharap agar Hakim MK membatalkan atau mencabut Undang-undang Cipta Kerja serta menyatakan sebagai inkonstitusional, dan tidak berlaku di wilayah hukum Republik Indonesia. Tribunnews/Jeprima 

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak lima gugatan buruh dan menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) tetap berlaku.

Langkah MK itu dinilai YLBHI sangat mengkhawatirkan dan menunjukkan pengkhianatan nyata para hakim MK terhadap demokrasi dan konstitusi.

Ketua YLBHI Muhammad Isnur mengatakan putusan MK tersebut sangat memalukan karena mengingkari sendiri putusan sebelumnya yang mengatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat.

Dalam pertimbangannya, MK membenarkan alasan kegentingan yang memaksa dalam pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang akhirnya menjadi undang-undang ini.

Pertimbangannya adalah terdapat krisis global yang berpotensi berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia akibat situasi perang Rusia-Ukrania dan krisis ekonomi akibat adanya Covid-19.

"Padahal dengan adanya UU Cipta Kerja, rakyatlah yang justru ditenggelamkan dalam situasi krisis," ujar Isnur, Rabu (4/10/2023).

Berita Rekomendasi

Isi putusan tersebut menunjukkan sikap MK yang tidak konsisten dalam menjaga putusannya sendiri, yang tidak sejalan dengan putusan MK sebelumnya.

"MK bermain-main dengan pelanggaran konstitusi dan penghancuran negara hukum. Putusan UU Cipta Kerja tersebut menunjukkan kegagalan MK menjadi benteng terakhir penjaga demokrasi dan konstitusi," ujarnya.

Baca juga: Eks Menkeu Rizal Ramli: Jokowi Tampang Merakyat, Hati Oligarki

"MK kini justru bertransformasi menjadi penjaga kepentingan kekuasaan dan oligarki," tandas Isnur.

Dalam putusan Senin (2/10/2023) kemarin, terlihat komposisi Hakim MK yang menyatakan UU Ciptaker konstitusional ialah orang yang sama dengan perkara sebelumnya pada Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Mereka adalah Anwar Usman, Arif Hidayat, Daniel Yusmic, Manahan MP Sitompul ditambah dengan Hakim Guntur Hamzah. Nama terakhir ini diangkat yang menggantikan hakim Aswanto diganti di tengah jalan.

Baca juga: Mahfud MD: Pemilu Bukan Dari Rakyat, Oleh Oligarki, dan Untuk Elit

Sedangkan empat hakim lainnya memberikan dissenting opinion atau pendapat berbeda. Dalam Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 bersama Aswanto mereka menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional. Mereka adalah Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas