Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Hukum: Aturan Produk Tembakau Seharusnya Tidak Masuk RPP UU Kesehatan

Pakar Hukum dari Universitas Trisakti, Ali Ridho, menilai pengaturan produk tembakau seharusnya tidak digabung dalam Rancangan Peraturan Pemerintah

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Pakar Hukum: Aturan Produk Tembakau Seharusnya Tidak Masuk RPP UU Kesehatan
Tribun Jatim/Danendra Kusuma
ILUSTRASI Petani tembakau di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, mengeringkan daun tembakau panenan sebelum dirajang. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum dari Universitas Trisakti, Ali Ridho, menilai pengaturan produk tembakau seharusnya tidak digabung dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang sedang disusun Kementerian Kesehatan sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Kesehatan.

Dirinya mengatakan bunyi pasal 152 pada UU Kesehatan sudah secara jelas memerintahkan bahwa produk tembakau harus memiliki aturan turunan terpisah atau mandiri.

Sebab bunyi pasal tersebut menggunakan frasa “diatur dengan” yang memiliki konsekuensi hukum berbeda dengan frasa “diatur dalam”.

”Berpijak pada dasar hukum tersebut, seharusnya aturan turunan Pasal 152 UU No. 17/2023 harus diatur dalam PP tersendiri, bukan digabung dalam satu PP yang mengatur banyak materi muatan,” ujar Ali.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ali saat sesi Public Hearing penyusunan RPP Kesehatan tentang Zat Adiktif yang digelar Kemenkes.

Bunyi pasal 152 dimaksud adalah ayat (1) ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan zat adiktif, berupa produk tembakau, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Berita Rekomendasi

Pada ayat (2) berbunyi ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan zat adiktif, berupa rokok elektronik, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Secara umum, menurutnya, frasa “diatur dengan” memiliki konsekuensi harus diatur dalam jenis Peraturan Perundang-Undangan (PUU) tersendiri, terpisah, dan mandiri dari muatan PUU yang lain.

Contohnya adalah Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 yang melahirkan UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Selain itu, penjelasan terhadap penggunaan frasa “diatur dengan” secara implisit dijelaskan pada angka 201 Lampiran II UU No. 12 tahun 2011 jo. UU No. 13 tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Begitu juga dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 012-016-019/PUU-IV/2006.

Dalam putusan ini terdapat sejumlah pertimbangan hukum dari hakim konstitusi terkait fungsi dan konsekuensi penggunaan frasa “diatur dengan”. Pada intinya bermakna sama bahwa perlu diatur dengan aturan tersendiri.

Selain aspek hukum, Ali juga mempertimbangkan landasan sosiologis tentang sebaiknya peraturan produk tembakau keluar dari RPP Kesehatan.

Sebab polemik ini menyasar banyak entitas dari hulu sampai hilir.

"Beberapa lingkup yang menjadi objek atau terdampak dari pengaturan tersebut antara lain sektor petani tembakau, sektor produsen tembakau, sektor industri periklanan, dan sektor ritel," ungkapnya.

Dirinya memaparkan banyaknya sektor sekaligus tenaga kerja yang terdampak dari aturan ini.

Baca juga: KADIN Minta Kemenkes Memisahkan Aturan Tembakau Dari RPP Kesehatan

Melihat luasnya objek yang terdampak dari aturan tersebut, Ali menilai logis jika pengaturannya diakomodir dalam satu peraturan pemerintah tersendiri sehingga akan lebih komprehensif dan koheren.

"Untuk melahirkan PP yang komprehensif tentu dibutuhkan waktu yang memadai dan tidak buru-buru yang seolah dikejar waktu atau jam tayang," pungkas Ali.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas