Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pro-Kontra Uji Materi Batas Usia Capres-Cawapres, Fadli Zon hingga Rocky Gerung Bersuara

Kata pengamat dan politikus soal gugatan batas minimal usia Capres dan Cawapres, fadli zon setuju, sementara Rocky Gerung menolak

Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Pro-Kontra Uji Materi Batas Usia Capres-Cawapres, Fadli Zon hingga Rocky Gerung Bersuara
tribunnews.com
Akademisi Rocky Gerung (Kiri) dan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Fadli Zon (Kanan) 

TRIBUNNEWS.COM - Pro dan kontra tanggapan pengamat dan politikus soal gugatan batas minimal usia calon wakil presiden (Cawapres) yang saat ini tengah digodok Mahkamah Konstitusi (MK).

Diketahui, jadwal pembacaan keputusan MK akan dilakukan pada Senin (16/10/2023), mendatang.

Sebelumnya, sesuai dengan Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017, batas minimal usia calon presiden/calon wakil presiden yakni 40 tahun.

Batas usia itu lalu digugat untuk diturunkan menjadi 35 tahun atau bahkan 25 tahun.

Terkait hal tersebut, sejumlah pengamat turut memberikan tanggapan mengenai hal ini.

Baca juga: PP Muhammadiyah Tak Permasalahkan Batas Usia Capres-cawapres, Asal Punya Integritas

Berikut tanggapan beberapa pihak soal gugatan aturan batas minimal usia Capres/Cawapres di Pilpres 2024.

Fadli Zon Ikut Bersuara

BERITA TERKAIT

Menurut pendapat Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Fadli Zon, banyak negara maju yang memiliki pemimpin dengan usia di bawah 30 tahun.

Fadli Zon menilai kalau semangat untuk menurunkan persyaratan batas usia itu bagus.

Sebab, menurutnya, menjadi seorang pemimpin itu bukan terbatas dari segi umur melainkan pengalaman.

"Sebenarnya lepas dari situasi politik gitu ya, persoalan umur itu relatif di negara-negara maju di negara-negara maju demokrasinya bahkan ada yang usia para pemimpinnya tuh dibawah 35 bahkan 30 tahunan awal."

"Jadi, sebenarnya spirit untuk menurunkan persyaratan itu saya kira bagus diluar situasi dan kondisi sekarang itu seharusnya memang kita bisa memikirkan ulang karna bukan berapa usianya tapi kematangannya pengalamannya itu yang paling penting," kata Fadli Zon, Selasa (10/10/2023).

Pengamat politik, Rocky Gerung selesai diperiksa terkait kasus dugaan menyebarkan hoaks hingga ujaran kebencian kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (13/9/2023).
Pengamat politik, Rocky Gerung selesai diperiksa terkait kasus dugaan menyebarkan hoaks hingga ujaran kebencian kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (13/9/2023). (Tribunnews.com/Abdi Ryanda Shakti)

Baca juga: Putusan Batas Usia Capres-Cawapres Sudah Finalisasi, Sidang Perkara akan Digelar 16 Oktober 2023

Tanggapan Rocky Gerung

Tanggapan lain juga datang dari Akademisi Rocky Gerung.

Berbeda dengan yang lainnya, Rocky Gerung mengecam keras langkah MK yang tetap menyidangkan perkara terkategori "open legal policy" (kebijakan hukum terbuka) itu.

Pasalnya kewenangan pembuat undang-undang yakni dilakukan oleh pemerintah dan DPR RI.

"Kita mewakili kemarahan publik terhadap Mahkamah Konstitusi. Kita menghendaki ada semacam etika. Etis enggak kalau PSI (Partai Solidaritas Indonesia) yang ketuanya Kaesang Pangarep (adik kandung Gibran) meminta MK yang ketuanya pamannya, Anwar Usman, supaya Gibran dijadikan calon wakil presiden dan setelah itu melapor ke Presiden Jokowi yang adalah kakak ipar Ketua MK. Dari segi itu, itu super dinasti. MK sekarang adalah Mahkamah Keluarga," kata Rocky Gerung, Rabu (11/10/2023).

Rocky Gerung menilai hal ini sama saja memperburuk praktik konstitusi Indonesia.

"Bekali-kali saya terangkan, MK adalah Mahkamah Konstipasi (sembelit) kayak ngeden begitu. Ini bagian terburuk dari praktik konstitusi kita," jelas Rocky Gerung.

"Dua institusi ini, Presiden dan MK, berkomplot untuk membatalkan dasar-dasar berdemokrasi," tegas Rocky Gerung.

Untuk itu, Rocky yang juga adalah salah seorang pendiri SETARA Institute inimengatakan harus ada kemarahan publik yang diucapkan dengan tegas bahwa rakyat menuntut keadilan konsutitusional.

Baca juga: Jelang Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres, Ini Tanggapan Parpol, PKB hingga PSI

Prediksi Eks Wamenkumham

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana memprediksi MK akan mengabulkan gugatan soal batas usia capres-cawapres, menjadi 35 tahun.

Meskipun, Denny yakin, tidak semua hakim akan setuju untuk mengabulkan gugatan tersebut.

Denny memrediksi, lima hakim akan setuju sedangkan sisanya menolak gugatan atau dissenting opinion.

"Lima setuju mengabulkan, dan empat menyampaikan pendapat berbeda, alias memberikan dissenting opinion atau menolak permohonan," kata Denny, Selasa (10/10/2023).

Namun, kata Denny, juga ada kemungkinan putusan antar hakim akan berimbang atau empat hakim setuju dan sisanya menolak.

Sehingga, sambungnya, penentu putusan ditentukan oleh Ketua MK, Anwar Usman.

Jika benar demikian, Denny yakin, Anwar Usman akan tetap mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres tersebut.

Denny mengatakan prediksinya ini tidak memerlukan dasar teori hukum konstitusi yang rumit.

"Saya hanya ingin membuktikan bahwa tidaklah sulit untuk menduga arah putusan MK, dilihat dari kecenderungan pemikiran dan afiliasi politik para hakimnya."

"Dan tentu saja dinamika politik yang mewarnai suatu permohonan yang sarat dan kental dengan 'political question', semacam syarat umur capres-cawapres," jelas Denny.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Hasanudin Aco/Yohanes Liestyo Poerwoto/Rizki Sandi Saputra)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas