MK Gelar Sidang Perdana Gugatan Uji Formil UU Kesehatan yang Diajukan 5 Organisasi Profesi
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji formil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji formil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).
Sidang pendahuluan ini dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh dan Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah selaku anggota.
Gugatatan ini dimohonkan Para Pemohon yang merupakan lima organisasi profesi medis dan kesehatan.
Di antaranya, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) sebagai Pemohon I, Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) sebagai Pemohon II, Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) sebagai Pemohon III, Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PP IBI) sebagai Pemohon IV, dan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) sebagai Pemohon V).
Dalam persidangan, Kuasa Hukum Para Pemohon Muhammad Joni, menyampaikan Para Pemohon merupakan tenaga medis yang terdampak langsung prosedur formil pembentukan UU Kesehatan.
Baca juga: Pakar Hukum: Aturan Produk Tembakau Seharusnya Tidak Masuk RPP UU Kesehatan
Sebab, menurutnya, berdasarkan norma terbaru pada UU Kesehatan, terdapat aturan yang dihapus, diubah, dan diganti.
Adapun norma baru itu termasuk mengenai organisasi profesi, konsil, kolegium, yang merupakan norma kelembagaan dan sekaligus pasal-pasal 'jantung' yang tidak memastikan adanya wadah tunggal organisasi profesi kedokteran dan kesehatan.
Lanjutnya, norma mengenai kelembagaan konsil, kolegium, dan majelis kehormatan disiplin tersebut diubah dan diganti tanpa prosedur formil yang memenuhi prinsip keterlibatan dan partisipasi bermakna atau meaningfull participation.
"Dalam pokok permohonan ini, mekanisme proses dan instrumen yang diberikan dan dilakakukan, baik oleh pemerintah dan DPR tidak memenuhi syarat meaningfull participation," kata Joni, dalam sidang pendahuluan di Gedung MKRI, Jakarta Pusat, Kamis (12/10/2023).
Baca juga: Tak Sesuai Realita, Pelaku UMKM Desak Kemenkes Keluarkan Aturan Tembakau dari RPP UU Kesehatan
Selain itu, melalui alasan permohonan, Joni menilai UU Kesehatan mengalami cacat formil.
Ia menjelaskan, hal itu dikakarenakan DPD yang tak ikut serta dalam pembahasan RUU Kesehatan.
Sehingga, katanya, tidak ada pertimbangan DPD dalam pembuatan UU Kesehatan.
Karena itu, menurutnya, prosedur formil UU Kesehatan tidaj sesuai dengan prosedur pembuatan norma sebagaimana ditentukan Pasal 22D ayat (2) UUD 1945.
Dalam petitum, para Pemohon meminta Mahkamah menyatakan UU Kesehatan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
“Menyatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang disahkan di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 2023 dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 2023 dalam Lembaran Negara RI Tahun 2023 Nomor 105 tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang menurut UUD Negara RI Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Joni membacakan petitum Para Pemohon.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.