Ketua Mahkamah Konstitusi Didesak Segera Sahkan Majelis Kehormatan MK
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, mendesak segera disahkannya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, mendesak segera disahkannya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Feri menduga MKMK tak kunjung disahkan diduga akibat intervensi Ketua MK Anwar Usman.
Hal tersebut disampaikan Feri merespons putusan MK yang berpeluang membuat Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres di Pilpres 2024.
Putusan MK menjadikan lembaga ini disindir di media sosial sebagai "Mahkamah Keluarga ".
Pasalnya Gibran merupakan keponakan Ketua MK Anwar Usman setelah menikahi adik Jokowi.
"Faktornya masih di tangan ketua MK. Dia enggan menandatangani nama-nama yang sudah disepakati sebagai MKMK," kata Feri, Rabu (18/10/2023).
Feri menduga Anwar Usman berupaya menyelamatkan dirinya dari sidang etik dengan memolorkan pembentukkan MKMK.
Lewat cara inilah menurut Feri, Anwar Usman bakal lolos dari jeratan sanksi etik hingga pensiun.
"Jadi bukan tidak mungkin ini cara ketua MK menyelamatkan diri sendiri agar kemudian dia tidak bermasalah secara etik," ujar Feri.
Feri menegaskan hakim MK mestinya siap menerima kritik termasuk dilaporkan secara etik ke MKMK atas dugaan pelanggaran etik.
Tapi lantaran MKMK tak disahkan, berbagai laporan menyasar hakim MK terus menguap.
"Ini jelas sebagai upaya menghindari berbagai pelaporan pelanggaran etik hakim MK menjadi kandas," ucap Feri.
Atas kuatnya dugaan pelanggaran etik Anwar Usman dalam putusan batas usia Capres/Cawapres, Feri berencana melaporkannya.
Namun Feri belum menyebut secara pasti kapan dan kemana laporan itu ditujukan.
"Tunggu saja ya. Teman-teman masyarakat sipil sedang mempertimbangkan itu," ujar Feri.
Dari info yang dikumpulkan MK sebenarnya telah membentuk MKMK.
Kabarnya, mantan Ketua MK pertama Jimly Asshiddiqie dan Bintan R Saragih yang pernah menjadi anggota Dewan Etik MK periode 2017-2020 akan mengisi MKMK.
Namun keputusan yang sudah diketok dalam rapat permusyawaratan hakim itu tak kunjung ditandatangani oleh Anwar Usman.
Sayangnya, Juru Bicara MK Fajar Laksono maupun Prof Jimly tak bersedia dikonfirmasi mengenai hal ini.
Padahal pembentukan MKMK permanen termasuk perintah dari MKMK ad hoc yang diketuai eks hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna. MKMK ad hoc dibentuk khusus menangani kasus dugaan pelanggaran etik hakim MK Guntur Hamzah saja.
Sebelumnya, MK memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Baca juga: MKMK Sebut Substansi Berubah Usai Sidang Adalah Hal Lazim, Pakar: Ada yang Janggal
Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.
"Mengadili mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK pada Senin (16/10/2023).
MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan "berusia paling rendah 40 tahun" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Sehingga pasal 169 huruf q selengkapnya berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," ujar Anwar.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.