Komnas HAM Menduga Ada Mal Administrasi terkait Bisnis Senjata 3 BUMN dengan Myanmar
Komisioner Komnas HAM menyatakan berdasarkan hasil analisa di tingkat pengaduan, terdapat dugaan mal administrasi dalam bisnis senjata.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM RI Hari Kurniawan mengatakan aduan yang disampaikan Ketua Misi Pencari Fakta Independen tentang Myanmar sejak 2017 sekaligus mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman dan sejumlah pelapor lainnya telah didistribusikan ke bagian pemantauan dan penyelidikan.
Ia mengatakan berdasarkan hasil analisa di tingkat pengaduan, terdapat dugaan mal administrasi dalam bisnis senjata yang diadukan dalam laporan tersebut.
Baca juga: Konflik Agraria dan Penembakan, Komnas HAM Temui Keluarga Korban di Bangkal Seruyan
Namun demikian, ia menyatakan dugaan tersebut masih harus didalami oleh bidang pemantauan dan penyelidikan.
"Sudah kami distribusikan ke pemantauan dan penyelidikan. Ada dugaan mal administrasi dalam jual beli senjata, itu hasil analisa dari (bidang) pengaduan tapi masih harus didalami oleh bidang pemantauan dan penyelidikan," kata Hari ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (23/10/2023).
Ketika ditanya lebih lanjut apakah sudah ada rencana pertemuan atau audiensi selanjutnya dengan para pelapor, Hari mengatakan hal tersebut belum diputuskan.
Ia mengatakan hal tersebut harus dibicarakan lagi dengan semua Komisioner Komnas HAM.
"Belum diputuskan, harus dibicarakan lagi dengan semua komisioner," kata dia.
Marzuki dan pengajar di Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang Feri Amsari selaku pelapor sebelumnya melakukan audiensi dengan Komnas HAM soal dugaan bisnis senjata tiga BUMN dengan Myanmar pada Senin (23/10/2023).
Didampingi kuasa hukumnya dari Themis Indonesia, keduanya tiba di kantor Komnas HAM pukul 12.44 WIB.
Marzuki diterima oleh Komisioner Komnas HAM RI Hari Kurniawan dan Anis Hidayah.
Audiensi tersebut berlangsung tertutup dari awak media.
Baca juga: Marzuki Darusman Audiensi dengan Pimpinan Komnas HAM Soal Dugaan Bisnis Senjata BUMN dengan Myanmar
Usai audiensi, Marzuki mendorong Komnas HAM menyelidiki dugaan keterlibatan tiga BUMN pertahanan Indonesia dalam tindakan-tindakan Junta Militer Myanmar yang menurutnya berkualifikasi pelanggaran HAM berat.
Ia mengatakan, selaku pelapor, ia telah menyampaikan dugaan keterlibatan PT PAL, PT Pindad, dan PT Dirgantara Indonesia dalam bisnis senjata dengan Junta Militer Myanmar.
Menurut dia, dugaan yang didasarkan pada sumber-sumber terbuka dan sumber lainnya tersebut perlu penyelidikan lebih lanjut.
Ia mengatakan karena tindakan ketiga BUMN pertahanan tersebut diduga bertentangan dengan Resolusi PBB mengenai pembatasan dan pelarangan perdagangan senjata dengan Junta Militer Myanmar.
Hal tersebut disampaikan Marzuki usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan dan Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah di kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Senin (23/10/2023).
"Ini tentu sesuatu yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut karena bersangkutan dengan satuan usaha Indonesia dalam transaksi persenjataan dan berlawanan dengan resolusi PBB mengenai pembatasan dan pelarangan perdagangan senjata dengan Junta Militer di Myanmar," kata dia.
"Tetapi yang lebih mendalam adalah bahwa Undang-Undang Hak Asasi Manusia Indonesia memungkinkan dan mengharuskan bahwa dugaan atau keterlibatan dari pihak Indonesia dalam pelanggaran-pelanggaran di Myanmar yang sudah berkualifikasi pelanggaran HAM berat perlu diselidiki duduk perkaranya," sambung dia.
Marzuki menduga pelanggaran HAM berat yang dilakukan Junta Militer Myanmar telah berlangsung sejak tahun 2017.
Selain itu, dia juga meyakini perdagangan senjata antara BUMN pertahanan Indonesia dengan Junta Militer Myanmar masih berlangsung setelah PBB menerbitkan resolusi tentang pelarangan perdagangan senjata dengan Junta Militer Myanmar.
"Pelanggaran HAM berat (junta militer Myanmar) itu sudah berlaku, sudah mulai sejak 2017. Jadi perdagangan senjata itu setelah keluarnya resolusi PBB dan setelah kudeta masih berlangsung. Karena itu pameran yang dilakukan oleh Pindad itu bulan Juli 2023. Dengan demikian ini sudah lama berlangsung dan tidak diketahui," katanya.
"Dan dengan demikian Pindad baik langsung maupun tidak langsung, terlibat di dalam penindasan rakyat Myanmar," sambung dia.
Marzuki mengatakan holding BUMN pertahanan DEFEND ID berhak membantah dugaan tersebut.
Namun demikian menurut Marzuki, DEFEND ID perlu mengklarifikasi perihal hubungan dagang persenjataan dengan beberapa negara ASEAN termasuk Myanmar.
"Ini semua didasarkan kepada adanya informasi yang terbuka yang dikeluarkan oleh PT yang bersangkutan bahwa mereka ada hubungan-hubungan dagang persenjataan dengan beberapa negara ASEAN termasuk Myanmar. Itu yang memerlukan klarifikasi," kata Marzuki.
Untuk itu, ia juga mendorong Komnas HAM melakukan penyelidikan terkait hal tersebut.
"Selama tidak ada bantahan yang bersifat tertulis, tidak ada sesuatu yang sifatnya menyatakan bahwa itu tidak terjadi dan dibuktikan bahwa itu tidak terjadi, sulit bagi kita untuk mempercayai kalau tidak ada kesimpulan dari Komnas HAM," kata Marzuki.
Dia mengaku patriotismenya kerap dipertanyakan karena mengadukan tiga BUMN tersebut.
Namun demikian, Marzuki menegaskan kedatangannya ke Komnas HAM adalah untuk menyelamatkan harga diri politik luar negeri Indonesia.
"Jadi upaya kita di sini, kalau ditanya apakah ini patriotik atau tidak seorang Indonesia mengadukan kororasi pertahanannya sendiri? Kami datang ke sini untuk menyelamatkan harga diri politik luar negeri Indonesia," kata Marzuki.
"Jadi nggak usah dipertanyakan patriotisme atau tidak, itu sering kali diajukan. Pada akhirnya kita tahu bahwa ini tidak akan ada penyelesaian kecuali bahwa ada kesimpulan sementara," sambungnya.
Terkait hal tersebut, Tribunnews.com masih berupaya mengkonfirmasi DEFEND ID.
Namun demikian, DEFEND ID sebelumnya telah menegaskan tidak pernah melakukan ekspor produk industri pertahanan ke Myanmar pasca 1 Februari 2021.
Direktur Utama DEFEND ID, Bobby Rasyidin, mengatakan hal tersebut sejalan dengan Resolusi Majelis Umum PBB nomor 75/287 yang melarang suplai senjata ke
Myanmar.
DEFEND ID lewat PT Len Industri (Persero) sebagai induk holding serta beranggotakan PT Dahana, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL Indonesia, kata dia, mendukung penuh resolusi PBB dalam upaya menghentikan kekerasan di Myanmar.
Sebagai perusahaan yang memiliki kemampuan produksi untuk mendukung sistem pertahanan yang dimiliki negara, kata Bobby, DEFEND ID selalu selaras dengan sikap Pemerintah Indonesia.
DEFEND ID, kata dia, juga selalu patuh dan berpegang teguh pada regulasi yang berlaku termasuk kebijakan politik luar negeri Indonesia.
DEFEND ID, lanjut dia, menegaskan bahwa PT Pindad tidak pernah melakukan ekspor ke Myanmar setelah adanya himbauan DK PBB pada 1 Februari 2021.
"Kami pastikan bahwa PT Pindad tidak melakukan kegiatan ekspor produk alpalhankam ke Myanmar terutama setelah adanya himbauan DK PBB pada 1 Februari 2021 terkait kekerasan di Myanmar," kata Bobby dalam siaran pers yang terkonfirmasi pada Rabu (4/10/2023).
"Adapun kegiatan ekspor ke Myanmar dilakukan pada tahun 2016 berupa produk amunisi spesifikasi sport untuk keperluan keikutsertaan Myanmar pada kompetisi olahraga tembak ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) 2016," lanjut dia.
Demikian juga halnya dengan PTDI dan PT PAL, kata dia, dipastikan tak memiliki kerja sama penjualan produk ke Myanmar.
"Dapat kami sampaikan tidak ada kerja sama maupun penjualan produk alpahankam dari kedua perusahaan tersebut ke Myanmar," kata Bobby.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.