KPK Tambah Masa Penahanan Wali Kota Nonaktif Bima Muhammad Lutfi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menambah masa penahanan Wali Kota nonaktif Bima Muhammad Lutfi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menambah masa penahanan Wali Kota nonaktif Bima Muhammad Lutfi.
Lutfi diketahui telah diproses hukum KPK dalam perkara dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa disertai penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemkot Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Tim penyidik telah memperpanjang masa penahanan tersangka MLI (M Lutfi) untuk 40 hari kedepan sampai dengan 3 Desember 2023 di Rutan KPK," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (24/10/2023).
Baca juga: KPK: Satu Keluarga Inti Wali Kota Muhammad Lutfi Kondisikan Proyek yang Akan Dikerjakan Pemkot Bima
Ali mengatakan berkas perkara penyidikan Lutfi masih terus dilengkapi dengan memanggil dan memeriksa sejumlah saksi.
"Yang mengetahui langsung dugaan perbuatan dari tersangka dimaksud," imbuhnya.
KPK menetapkan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi ikut serta dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa serta penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemkot Bima, NTB.
Bukan hanya Lutfi, KPK mensinyalir satu keluarga intinya ikut mengondisikan proyek-proyek yang akan dikerjakan Pemkot Bima.
"Sekitar tahun 2019, MLI (Muhammad Lutfi) bersama dengan salah satu keluarga intinya mulai mengondisikan proyek-proyek yang akan dikerjakan oleh Pemerintah Kota Bima," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/10/2023) lalu.
Diungkapkan Firli, tahap awal pengondisiannya dengan meminta dokumen berbagai proyek yang ada di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkot Bima.
Pembahasan lanjutannya yakni Lutfi memerintahkan beberapa pejabat di Dinas
PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk menyusun berbagai proyek yang memiliki nilai anggaran besar dan proses penyusunannya dilakukan di rumah dinas jabatan Wali Kota Bima.
"Nilai proyek di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk tahun anggaran 2019-2020 mencapai puluhan miliar rupiah," kata Firli.
Kata Firli, kemudian Lutfi secara sepihak langsung menentukan para kontraktor yang siap untuk dimenangkan dalam pekerjaan proyek-proyek dimaksud.
Proses lelang tetap berjalan, tetapi hanya sebagai formalitas semata dan faktualnya para pemenang lelang tidak memenuhi kualifikasi persyaratan sebagaimana ketentuan.
"Atas pengondisian tersebut, MLI menerima setoran uang dari para kontraktor yang dimenangkan dengan jumlah hingga mencapai Rp8,6 miliar," sebut Firli.
Uang Rp 8,6 miliar itu berasal dari dua proyek yang telah dikondisikan, yaitu proyek pelebaran jalan Nungga Toloweri dan proyek pengadaan listrik dan PJU perumahan Oi'Foo.Adapun teknis penyetoran uangnya melalui transfer rekening bank atas nama orang-orang kepercayaan Lutfi, termasuk anggota keluarganya.
"Ditemukan pula adanya penerimaan gratifikasi oleh MLI di antaranya dalam bentuk uang dari pihak-pihak lainnya dan tim penyidik tentu terus lakukan pendalaman lebih lanjut," ujar Firli.
Atas perbuatannya, M Lutfi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (i) dan atau Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.