Lewat Wayang Lakon Wahyu Cakraningrat, Hasto Ingatkan Bahaya Pemimpin Sombong
Hasto Kristiyanto menilai banyak hikmah yang bisa dipetik dari pagelaran wayang dengan lakon Wahyu Cakraningrat.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Endra Kurniawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menilai banyak hikmah yang bisa dipetik dari pagelaran wayang dengan lakon Wahyu Cakraningrat.
Terutama ialah wahyu kepemimpinan bisa berpindah apabila penerima wahyu menunjukkan kesombongan.
Hal itu disampaikan Hasto saat memberikan sambutan pada pagelaran wayang berlakon Wahyu Cakraningrat dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Jumat (27/10/2023) malam.
Hadir dalam acara itu antara lain Plt Kepala ANRI Imam Gunarto, pengamat pertahanan Connie Rahakundini Bakrie, dan Ketua DPP PDIP Wiryanti Sukamdani.
Dalam lakon ini, Hasto menyampaikan ada tiga ksatria yang menjadi tokoh, yaitu Lesmono Mandrokumoro, Sombo, dan Abimanyu.
Baca juga: Cerita 20 Tahun Perjalanan Karier Politik Jokowi, Hasto: Kasih Ibu Megawati Tak Pernah Berkesudahan
"Seorang Lesmono Mondrokumoro, dia dibesarkan dalam kemanjaan sebagai anak raja yang merasa segala sesuatunya bisa dilakukan karena bapaknya ini approval ratingnya tinggi, kira-kira seperti itu. Lalu Lesmono ini untuk mendapatkan wahyu dia harus bertapa, tetapi bertapanya berbeda," kata Hasto dalam sambutannya.
Lesmono seharusnya berpuasa dan bertapa untuk mendapatkan wahyu itu. Namun, Lesmono nyatanya meminta kepada pamannya untuk mengubah aturan itu sehingga dia bisa makan dan minum enak.
"Dia pengin puasa yang enak, maka dia minta tolong pada pamannya untuk mengubah aturan itu. Jangan, dong, puasa tanpa makanan, maka akhirnya Lesmono ini melalui paman2 yang mengasihinya, termasuk sengkuni, akhirnya dia boleh berpuasa. Karena anak raja, bawa makanan minuman yang enak dan sebagainya," ungkap Hasto.
Singkat cerita, Lesmono akhirnya menerima wahyu. Namun, karena kesombongan Lesmono, wahyu itu pun loncat.
"Jadi cerita wayang, wahyu kepemimpinan itu bisa berpindah, ketika tidak setia pada asal usul wahyu, pada rakyat itu sendiri maka kemudian pindah ke Sombo," kata Hasto.
Namun demikian, Sombo tidak memiliki kedewasaan berpikir, mental, dan memimpin. Selain itu, Sombo juga sombong dan pilih kasih sehingga wahyu itu lalu berpindah lagi.
Akhirnya, wahyu itu pun jatuh pada Abimanyu, seorang ksatria yang rendah hati, jujur, penyabar, yang mau menjadikan hukum sebagai pedang keadilan, dan berpihak pada wong cilik. Abimanyu berasal dari kalangan biasa dengan laku prihatin yang sangat-sangat kuat.
Bahkan, Abimanyu memang awalnya tidak mau dicalonkan untuk menerima wahyu.
"Namun, akhirnya dia dengan kesabaran revolusionernya itu, akhirnya Abimanyu ini menerima wahyu. Dalam kehidupan saat ini, kita tahu siapa yang dimaksudkan dengan Abimanyu itu. Karena itulah dari wayang kita bisa belajar dari nilai-nilai kepemimpinan," jelas Hasto.
Baca juga: Cerita Hasto soal Jabatan 3 Periode Permintaan Pak Lurah: Saya Pertanggungjawabkan di Hadapan Tuhan
Sementara itu, Plt Kepala ANRI Imam Gunarto menyampaikan acara ini sekaligus mengingat pada 7 November nanti diperingati Hari Wayang Sedunia. Sejak 2003, wayang telah diakui dunia sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity.
Imam menilai wayang ini sangatlah menarik. Wahyu Cakraningrat sebagai wahyu raja yang akan diterima oleh sosok ksatria yang memiliki karakter kepemimpinan Pancasila.
"Ada tiga kesatria yang dihampiri oleh wahyu tersebut, namun akhirnya hanya satu kesatria yang memperoleh, yaitu Raden Abimanyu. Saat ini negara kita sedang mempersiapkan pemilihan presiden dan wakil presiden. Siapa calon yang akan jadi? Tergantung dari ketiga calon yang memiliki karakter kepemimpinan Pancasila itu yang akan terpilih," kata Imam.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.