Legalitas Ijazah Pesantren Dijamin Pemerintah, Kemenag: Yang Menolak akan Berhadapan Hukum
Dengan demikian semua instansi tidak boleh menolak ijazah pesantren apabila recquirement-nya terpenuhi, termasuk lembaga kepolisian, TNI, dan sekolah
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Agama telah menjamin legalitas ijazah pesantren.
Hal ini berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Dengan pengakuan ini, pihak yang tidak mengakui legalitas ijazah pesantren akan berhadapan dengan hukum.
"Saat ini, Pesantren telah memiliki legalitas yang jelas. Untuk itu tidak boleh ada lagi entitas atau lembaga yang menolak ijazah pesantren dengan mempermasalahkan legalitasnya," ujar anggota Majelis Masyayikh Kemenag, KH Abdul Ghofur Maimoen dalam sosialisasi di Banten, Senin (20/11/23).
Dengan demikian semua instansi tidak boleh menolak ijazah pesantren apabila recquirement-nya terpenuhi, termasuk lembaga kepolisian, TNI, dan sekolah kedinasan.
Pengasuh pesantren Al-Anwar ini menegaskan bahwa setelah negara memberikan pengakuan penuh, maka pesantren tak lagi menghadapi isu rekognisi negara, akan tetapi kualitas lulusannya.
Anggota Majelis Masyayikh Kiai Abdul Ghofur Maimoen meminta semua pihak memahami substansi UU No 18 Tentang Pesantren, yang memberikan derajat setara antara pendidikan formal dan non-formal.
Secara umum alumni pesantren dan sekolah umum derajatnya sama, hanya dibedakan pada pilihan spesialisasi atau kompetensi bidang.
Gus Ghofur berharap semua pihak lebih mengerti tentang rekognisi pemerintah terhadap pesantren sehingga alumni pesantren dapat melanjutkan ke mana pun atau melamar ke instansi mana pun baik negeri maupun swasta, tanpa harus mengikuti ujian persamaan Kemendibud atau Kemenag.
"Sebagai langkah lanjutannya, pesantren kini berproses menuju standarisasi mutu sebagai lembaga pendidikan unggul," ujar dia.
Baca juga: Pemerintah: Pesantren Tak Harus Punya Sekolah Formal
Majelis Masyayikh telah me-launching Dokumen Penjaminan Mutu Pesantren, yang akan menjadi acuan induk penjaminan mutu bagi pondok pesantren di Indonesia.
Dokumen ini menjadi referensi operasional yang menerjemahkan UU pesantren dalam bentuk standar yang jelas.
Pengasuh pesantren Miftahul Huda, Kalimanggis, Manonjaya, Tasikmalaya, KH. Abdul Aziz Affandy menyatakan, pengakuan pemerintah tidak boleh dibalas pengkhianatan, tetapi pesantren harus mempersembahkan mutu.
Peristiwa penolakan ijazah pesantren sempat terjadi di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, tahun 2021 lalu, ketika seorang perangkat desa bernama Akhmad Agus Imam Sobirin (41) yang telah lulus serangkaian ujian tidak dapat dilantik sebagai Sekretaris Desa.
Alasannya, ijazah pesantren tidak diakui dalam Peraturan Bupati Blora Nomor 36 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Blora Nomor 37 Tahun 2017 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Blora Nomor 6 Tahun 2016 tentang Perangkat Desa.
Perangkat desa harus memiliki ijazah formal.
Penolakan ini menimbulkan polemik hingga bergulir ke PTUN.