Fakta Kasus Korupsi e-KTP: Agus Rahardjo Sebut Jokowi Marah Minta Hentikan, Istana Bantah
Begini fakta terkait pernyataan Agus Raharjo yang menyebut Jokowi meminta untuk menghentikan kasus e-KTP tetapi dibantah oleh Istana.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo, membeberkan peristiwa mengejutkan.
Ia menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) memintanya untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan e-KTP yang menjerat Setya Novanto atau Setnov.
Diketahui, Setnov divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus ini oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada 24 April 2018 lalu.
Awalnya, Agus mengungkapkan permintaan maaf terkait adanya sesuatu hal yang perlu dijelaskan ketika menjadi narasumber di program ROSI yang ditayangkan di YouTube Kompas TV, Kamis (30/11/2023).
Kemudian, dia pun mengungkapkan terkait adanya pertemuan dengan Jokowi di Istana.
Pada saat pertemuan tersebut, Agus mengatakan dia diantar oleh Menteri Sekretariat Negara, Pratikno, untuk bertemu Jokowi.
"Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh Presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno."
"Jadi, saya heran 'biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian'. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan, tapi lewat masjid kecil," tuturnya dikutip, Jumat (1/12/2023).
Baca juga: Wamenkumham Dicegah Ke Luar Negeri, KPK Juga Telah Kirim Surat ke Jokowi
Saat bertatap muka dengan Jokowi, Agus mengatakan mantan Gubernur DKI Jakarta itu langsung marah dan berteriak kepadanya.
Namun pada saat itu, dia belum tahu penyebab Jokowi sampai membentaknya dengan berkata 'Hentikan!'.
Kemudian, dia baru tahu kemarahan Jokowi ternyata terkait kasus pengadaan e-KTP yang menjerat Setnov dan memintanya untuk dihentikan proses hukumnya.
"Itu di sana begitu saya masuk Presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak 'hentikan'." Kan saya heran yang dihentikan apanya."
"Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," jelas Agus.
Hanya saja, Agus tidak menggubris permintaan Jokowi tersebut dengan alasan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) sudah ditandatangani seluruh pimpinan KPK saat itu, tiga minggu sebelum pertemuannya dengan Jokowi.
"Saya bicara (ke Presiden) apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, di KPK itu enggak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), enggak mungkin saya memberhentikan itu," kata Agus.
Baca juga: Setnov & Imam Nahrawi Dapat Remisi 3 Bulan, Tak Ada Penghuni Lapas Sukamiskin yang Langsung Bebas
Terkait pertemuan itu, Agus mengaku telah menceritakannya kepada pimpinan KPK lainnya.
Bahkan, dia menegaskan pertemuannya dengan Jokowi bukanlah karangannya.
"Saya bersaksi, itu memang terjadi yang sesungguhnya. Saya alami sendiri. Saya awalnya tidak cerita pada komisioner yang lain tapi setelah beberapa lama itu kemudian saya cerita," tuturnya.
Agus Nilai Pertemuan dengan Jokowi Berimbas ke Revisi UU KPK
Pasca-pertemuan itu, Agus merasa hal tersebut berimbas pada revisi UU KPK.
Adapun revisi yang dimaksud terkait KPK masuk rumpun eksekutif hingga bisa menerbitkan SP3.
"Kemudian karena tugas di KPK seperti itu ya makannya saya jalan terus. Tapi, akhirnya dilakukan revisi undang-undang yang intinya ada SP3, kemudian di bawah presiden, mungkin waktu itu Presiden merasa ini Ketua KPK diperintah presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu," jelas Agus.
Istana Bantah, Sebut Jokowi Tak Ada Agenda Bertemu Agus
Istana melalui Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, membantah pernyataan Agus yang bertemu dengan Jokowi dan menyuruhnya menghentikan proses hukum kasus korupsi pengadaan e-KTP yang menjerat Setnov.
Ari mengklaim tidak ada agenda pertemuan antara Jokowi dan Agus saat itu di Istana.
"Setelah dicek, tidak ada pertemuan yang disebut-sebut dalam agenda Presiden," tuturnya, Jumat (1/12/2023).
Kemudian, Ari meminta masyarakat untuk melihat kenyataan di mana kasus e-KTP yang menjerat Setnov tetap berjalan dan divonis 15 tahun penjara.
Berbeda dengan pernyataan Agus, Ari mengungkapkan Jokowi secara tegas pada 27 November 2017 meminta Setnov untuk mengikuti proses hukum di KPK.
"Seperti yang kita ketahui bersama, pada tahun 2017, (proses hukum Setnov) berjalan dengan baik dan sudah ada putusan pengadilan yang sudah berhukum tetap saat itu."
"Kemudian jika dicek, pernyataan resmi dari Bapak Presiden pada 27 November 2017 bahwa Presiden menegaskan agar Bapak Setyo Novanto mengikuti proses hukum di KPK dan Bapak Presiden yakin bahwa proses hukum itu berjalan baik," tuturnya.
Baca juga: Loyalis Setnov yang Meninju Amiril Pendukung Nurhadi Dikurung 6 Hari di Selnya
Ari juga membantah pernyataan Agus yang menyebut kemarahan Jokowi hingga meminta untuk menghentikan kasus yang menjerat Setnov menjadi penyebab adanya revisi UU KPK.
Dia menegaskan revisi UU KPK merupakan permintaan dari DPR pada 2019 dan bukan inisiatif pemerintah.
"Bahwa revisi UU KPK adalah inisiatif DPR pada tahun 2019 dan bukan inisiatif dari pemerintah," kata Ari.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)