Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
Tujuan Terkait

KemenPPPA Minta Praktik Sunat untuk Anak Perempuan Dihentikan

KemenPPPA juga telah mengambil langkah progresif untuk mendorong penghentian praktik sunat pada perempuan

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in KemenPPPA Minta Praktik Sunat untuk Anak Perempuan Dihentikan
Ilham Rian Pratama/Tribunnews.com
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan Keluarga dan Lingkungan, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak KemenPPPA, Rohika Kurniadi Sari 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Rohika Kurniadi Sari meminta agar masyarakat menghentikan praktik Female Genital Mutilation/Cutting (FGMC) atau umum sunat perempuan.

Dirinya menegaskan bahwa sunat pada perempuan merupakan praktik yang berbahaya.

"Sunat pada perempuan atau anak perempuan dengan pemotongan dan pelukaan adalah praktik berbahaya bentuk pelanggaran hak perempuan dan anak, dan termasuk kekerasan berbasis gender," ucap Rohika melalui keterangan tertulis, Rabu (6/12/2023).

Pemerintah, kata Rohika, telah mengeluarkan kebijakan untuk mencabut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636 Tahun 2010 yang mengatur tentang Sunat Perempuan dan mendorong gerakan Pencegahan dan Penghapusan Pemotongan/Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP) terus disosialisasikan.

KemenPPPA juga telah mengambil langkah progresif untuk mendorong penghentian praktik sunat pada perempuan.

"Sejak tahun 2016, KemenPPPA bekerjasama dengan UNFPA telah melakukan rangkaian advokasi dan sosialisasi pencegahan P2GP diperkuat dengan disusunnya Roadmap dan Rencana Aksi 2030 tentang penurunan dan penghapusan praktek P2GP di Indonesia,” ujar Rohika.

BERITA REKOMENDASI

Rohika menyebut pendekatan baru perlu dipikirkan untuk mengatasi praktik sunat perempuan yang masih banyak terjadi.

Jika selama ini pendekatan yang dilakukan adalah dari perspektif agama dan kesehatan, maka ke depan pendekatan yang dilakukan juga akan melihat dari perspektif anak dan remaja serta perspektif tokoh adat atau budayawan.

Menurutnya, pihak ini akan aktif dilibatkan untuk bersinergi bersama dalam upaya advokasi dan sosialisasi pencegahan.

"Praktik sunat perempuan masih terjadi hingga kini, sehingga kita butuh terobosan, langkah pendekatan baru. Selama ini kami telah bersinergi dengan ulama dan ulama perempuan, pemerintah pusat dan daerah, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan berbagai organisasi masyarakat lainnya," kata Rohika.

"Perspektif dari sisi remaja atau anak perempuan dan budaya belum dikupas, sehingga perlu juga melibatkan mereka dalam advokasi. Kami berharap dukungan dan sinergi bersama seluruh pihak,” tambah Rohika.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas