Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemahaman Demokrasi, Ray Rangkuti Kritisi Sikap Generasi Y dan Z

Generasi Y dan Z menjadi sorotan terkait menentukan sikap demokrasi dalam Pemilu.

Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in Pemahaman Demokrasi, Ray Rangkuti Kritisi Sikap Generasi Y dan Z
Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
Pengamat politik sekaligus Ketua Lingkar Madani (LIMA) Indonesia Ray Rangkuti saat ditemui di Kantor Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Matraman, Jakarta Timur, Jumat (6/10/2023). 

TRIBUNNEWS.COM - Generasi Y dan Z menjadi sorotan terkait menentukan sikap demokrasi dalam Pemilu.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuti menyebut, generasi yang dimaksud terlalu mudah percaya melalui media sosial.

"Khususnya, menurutku, di kalangan kaum Generasi Y/Z. Mereka belum sepenuhnya menerima apa dan bagaimana pemilu demokratis sebenarnya," jelasnya pada Senin (11/12/2023).

"Dengan hanya mendasarkan diri pada info-info sekilas di berbagai tayangan media sosial, mereka menebalkan makna apa itu kecurangan pemilu, dan pemilu demokratis," terangnya.

Survei LSI mengungkap memotret pihak yang berpeluang melakukan kecurangan. Yakni, Ganjar-Mahfud sebanyak 20,6 persen; Prabowo-Gibran 14,4 persen; dan Anies-Muhaimin hanya 5,4 persen.

Hal itu seolah mengaburkan kondisi sebelumnya ketika Putusan MK menjadi perbincangan karena dinilai sarat pelanggaran etik dan isu netralitas aparat negara.

Ray Rangkuti menilai hal itu disebabkan ada kesenjangan pengetahuan atas azas dan tata cara pemilu demokratis bekerja.

BERITA REKOMENDASI

Dengan kesenjangan itu, publik menilai sesuatu sebagai boleh atau tidak.

"Khususnya, menurutku, di kalangan kaum Generasi Y/Z. Mereka belum sepenuhnya menerima apa dan bagaimana pemilu demokratis sebenarnya. Dengan hanya mendasarkan diri pada info-info sekilas di berbagai tayangan media sosial, mereka menebalkan makna apa itu kecurangan pemilu, dan pemilu demokratis," terangnya.

Ray menuturkan hal itu pula yang membuat mayoritas publik kurang peka terhadap isu demokrasi.

"Itulah kiranya mengapa mereka kurang sensitif pada isu dinasti, isu putusan MK yang dinilai cacat etik, berbagai contoh ketidaknetralan aparat, dan sebagainya. Mereka menerima atau menolaknya dengan begitu saja. Tanpa kritisisme," tandasnya.

Pasangan capres-cawapres nomor 3 Ganjar-Mahfud MD pun terkena imbas. Mereka dinilai paling berpeluang melakukan pelanggaran.
"Itulah sebabnya, mengapa Ganjar dan Mahfud dianggap paling potensial melakukan pelanggaran," tegasnya.

Di tambah lagi, dampak dari media sosial yang lebih mengutamakan pelanggaran salah satu calon dibanding calon yang lain.

Hal itu semakin membuat nalar kritis publik semakin meredup.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas