BPOM Diduga Berperan di Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak, Korban Berharap Polri Tak Belok
Kasus gagal ginjal akut pada anak mulai menguak indikasi peran pihak regulator yakni BPOM, keluarga korban harap Polri serius menanganinya.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada anak kini mulai menguak indikasi peran pihak regulator, dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Peran itu termaktub dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kediri yang menyatakan bahwa BPOM turut bertanggung jawab dalam kasus GGAPA yang menelan korban hingga 204 anak.
Tanggung jawab itu terkait dengan pengawasan terhadap obat-obat sirup bagi anak-anak yang beredar bebas di pasaran.
"Dalam pertimbangan hakim di Kediri menyebutkan keterlibatan pidana yang dilakukan BPOM. Karena yang di-approve sistem itu masih menggunakan Fatmakope Edisi V, padahal seharusnya VI. Artinya ada ketidak beresan pengawasan BPOM," kata kuasa hukum korban GGAPA, Awan Apriyadi dalam Konferensi Pers Update Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak di Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (20/12/2023).
Selain putusan pengadilan, indikasi keterlibatan BPOM juga diungkap oleh pihak Kepolisian yang hingga kini masih melakukan penyidikan kasus GGAPA pada anak.
Beberapa waktu lalu, bahkan disebutkan bahwa kasus ini akan menjerat tersangka baru.
"Saat ini sudah dalam proses. Tinggal menaikkan sidik saja," ujar Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Saifuddin saat ditemui awak media usai acara Penyerahan Penghargaan untuk Penyidik Polri dan Penuntut Umum Kejaksaan Republik Indonesia dalam Proses Penegakan Hukum Tindak Pidana Kesehatan 2023 di Kuningan, Jakarta, Senin (18/12/2023).
Nunung mengungkapkan bahwa calon tersangka yang dimaksud merupakan pihak regulator.
Begitu dicecar lebih lanjut untuk memastikan apakah pihak regulator yang dimaksud ialah BPOM, Nunung mengiyakan.
"Iya regulator," katanya.
"Tadi kan saya sampaikan. Ya (BPOM) itu regulator," katanya lagi.
Baca juga: Polri Ungkap Kendala Penanganan Kasus Gagal Ginjal Akut Pada Anak
Terkait pernyataan Dirtipidter Bareskrim Polri itu, pihak korban berharap agar tim penyidik benar-benar mengusut perkara ini tanpa dibelokkan ke arah lain.
Sebab pada perkara pihak korporasi yang menjadi tersangka, ada oknum penyidik yang berupaya membelokkan ke arah perdamaian dengan uang.
"Kalau memang benar mau naik sidik, fokus saja pada pengungkapan kasus. Tidak usah dibelok-belokin bicara restoraive, santunan. Enggak usah memfasilitasi pertemuan korban dengan pelaku, seperti (PT) Afi Farma," kata kuasa hukum para korban GGAPA, Tegar Putuhena dalam acara Konferensi Pers yang sama dengan Awan.
Pernyataan itu dilontarkan karena adanya kekhawatiran kejadian seperti perkara PT Afi Farma terulang.
Dalam kasus GGAPA ini, PT Afi Farma telah ditetapkan sebagai satu dari beberapa tersangka korporasi.
Selain itu, petinggi-petingginya juga telah dijerat secara perorangan dan divonis di Pengadilan Negeri Kediri.
Saat perkara para petinggi Afi Farma bergulir di pengadilan, oknum penyidik Kepolisian disebut-sebut memfasilitasi upaya damai dengan orang tua korban.
Upaya damai yang dimaksud, terjadi pada Oktober tahun ini, sebelum vonis terhadap beberapa petinggi Afi Farma dibacakan di Pengadilan Negeri Kediri.
Total ada 5 orang tua korban yang difasilitasi pertemuan dengan PT Afi Farma.
Kelimanya merupakan saksi yang dihadirkan di persidangan para petinggi PT Afi Farma.
Ironisnya, pertemuan tersebut terjadi di Bareskrim Polri.
"Tanggal 6 Oktober ada oknum penyidik yang menghubungi korban yang menjadi saksi di Pengadilan Kediri. Diminta datang, difasilitasi dari PT Afi Farma. Kemudian ada pertemuan, lucunya terjadi di Bareskrim Polri," ujar Tegar.
Baca juga: Polri dan Kejagung Dapat Penghargaan, Imbas Atasi Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak
Begitu tiba di Bareskrim Polri, kelima orang tua korban ditawari uang Rp 50 juta dari PT Afi Farma.
Dari kelimanya, hanya satu yang menerima uang tesebut.
"Masing-masing ditawari 50.000.000 uang damai. Disuruh tanda tangan, tanda terima. Dari 5 orang hanya 1 yang menerima. Yang lainnya tidak mau karena merasa tidak mau menjual nyawa anaknya hanya demi 50.000.000," kata Tegar.
Dalam kasus GGAPA ini sendiri, sudah ada 7 perusahaan farmasi dan 4 perorangan yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Korporasi yang dijerat sebagai tersangka ialah perusahaan farmasi PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical, PT Afi Farma, CV Samudera Chemical, PT Tirta Buana Kemindo, CV Anugrah Perdana Gemilang, dan PT Fari Jaya Pratama.
Sedangkan tersangka perorangan yang sudah dijerat ialah Alvio Ignasio Gustan (AIG) selaku Direktur Utama CV APG, Aris Sanjaya (AS) selaku Direktur CV APG, Direktur Utama CV Samudera Chemical Endis (E) alias Pidit, dan Direktur CV Samudera Chemical Andri Rukmana (AR).
Sejauh ini pihak perorangan sudah divonis di Pengadilan Negeri Kota Kediri.
Masing-masing ialah Arief Prasetya Harahap (Direktur Utama PT Afi Farma), Nony Satya Anugrah (Manager Quality Control), Aynarwati Suwito (Manager Quality Insurance), dan Istikhomah (Manager Produksi).
Mereka divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 3 bulan penjara.