KPAI Terima 329 Laporan Kekerasan di Dunia Pendidikan Selama 2023, Kasus Bullying Tertinggi
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendapatkan laporan sebanyak 3.877 kasus kekerasan selama tahun 2023.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendapatkan laporan sebanyak 3.877 kasus kekerasan selama tahun 2023.
Komisioner KPAI Aris Adi Leksono mengungkapkan terdapat 329 kasus yang terkait dengan Klaster Pendidikan, Waktu Luang, Budaya dan Agama.
"Dengan tiga aduan tertinggi, anak korban bullying atau perundungan di satuan pendidikan (tanpa LP), anak korban kebijakan, anak korban pemenuhan hak fasilitas pendidikan," ujar Aris melalui keterangan tertulis, Kamis (25/1/2024).
Aris mengatakan kasus bullying dan perundungan pada satuan pendidikan terus menerus terjadi.
Selama ini, Aris mengatakan kasus perundungan yang terungkap lebih sedikit dibandingkan yang terjadi.
"Pengawasan KPAI menunjukkan kasus kekerasan pada anak, khususnya pada satuan pendidikan diibaratkan seperti fenomena 'gunung es', satu kasus nampak, yang lain masih belum terungkap, satu kasus tertangani, masih banyak lagi yang terabaikan," ungkap Aris.
Pengawasan KPAI menunjukkan bahwa perundungan berakibat fatal, baik luka fisik permanen, trauma psikis, hingga menjadi penyebab kematian pada 20 kasus.
Selain itu, KPAI mengidentifikasi beberapa modus perundungan yang sering terjadi.
Modus tersebut diantaranya, pelaku tidak hanya sendiri, cenderung melibatkan teman lain, dilakukan secara sadis, terbuka, dan seakan merasa bangga, tanpa malu dan tidak takut akibat yang akan ditanggung.
Selain itu, ada upaya mendokumentasikan kekerasan yang dilakukan, sehingga merasa bangga ketika viral dan berdampak secara psikis pada setiap yang menonton.
Baca juga: Sudah Ada Indikasi, KPAI Ingatkan Parpol hingga Capres Tak Eksploitasi Anak dalam Kampanye
"KPAI juga menemukan masih ada warga satuan pendidikan menutupi kejadian bullying dan perundangan, karena dianggap akan merusak reputasi lembaga atau personalia di dalamnya," pungkas Aris.