Stafsus BPIP Sebut Pemegang Kekuasaan Harus Jadi Role Model Nilai Pancasila
Antonius Benny Susetyo, mengatakan bahwa pemegang kekuasaan dan pemangku kebijakan seharusnya menjadi role model aplikasi nilai-nilai Pancasila.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo, mengatakan bahwa pemegang kekuasaan dan pemangku kebijakan seharusnya menjadi role model aplikasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, termasuk berbangsa dan bernegara.
Hal itu diaampaikannya pada acara Diklat Pengajar Diklat Pembinaan Ideologi Pancasila Tingkat Dasar dan Menengah Bagi Calon Maheswara Pratama dan Madya, yang digelar di Jakarta.
Benny mengisi sebagai narasumber pada materi bertajuk "Kedudukan Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara" pada Selasa (30/1/2024).
Benny, sapaan akrabnya, menyatakan bahwa banyaknya pertanyaan mengenai aplikasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan satu kecenderungan.
"Pancasila, yang kita sepakati sebagai dasar dan norma kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, malah tidak dijadikan penuntun dan pedoman perilaku, terutama oleh pihak yang seharusnya mnejadi role model, para pemegang kekuasaan dan pemangku kebijakan," ujar Benny, dalam keterangannya Kamis (1/2/2024).
Benny menyoroti bahwa seharusnya, sebagai pihak yang selalu disorot dan memiliki kekuasaan penuh untuk mengesahkan peraturan perundang-undangan, para pemegang kekuasaan dan pemangku kebijakan ini, menunjukkan perilaku dan sikap yang terus menerus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
"Pancasila itu harus menjadi habituasi bangsa dan negara, untuk berpikir dan berperilaku. Oleh karena itu, masyarakat butuh ditunjukkan bagaimana melaksanakan Pancasila sebagai habituasi bangsa dan negara. Sayangnya, ini yang kurang dan seringkali tidak ditunjukkan," ucap dia.
Lantas, Benny mencontohkan role model masyarakat dahulu yakni bapak pendiri bangsa, misalnya Mohammad Hatta
"Bagaimana dia tidak membeli sepatu bermerek sampai akhir hayatnya, padahal bisa dengan mudahnya, dengan kekuatan dan kekuasaan yang dia miliki, dia memiliki sepatu tersebut," ucap dia.
"Agus Salim, misalnya juga, tidak arogan meminta tempat duduk di kereta karena menyadari betul bahwa semua orang punya hak untuk duduk di kursi-kursi dalam kereta tersebut. Tapi, sekarang (role model) itu hilang," imbuhnya.
Namun, lanjut Benny, kini arogansi dipertontonkan, hukum dikoyak karena kekuasaan.
"Alhasil, masyarakat pun jadi merasa mereka juga bisa arogan, oportunis, dan tidak taat aturan. Itulah yang merusak aplikasi nilai Pancasila," kata dia.
Saat ditanyakan soal bagaimanakah masyarakat dapat memperbaiki keadaan ini, Benny pun menyatakan pendidikan akan aplikasi nilai Pancasila harus kuat di lini pendidikan dasar masyarakat Indonesia.
"Para guru-guru harus mengajarkan juga nilai-nilai kepada kesadaran rasa berbangsa, rasa ketuhanan, rasa kemanusiaan, rasa persatuan, rasa kerakyatan dan rasa keadilan sosial, rasa-rasa Pancasila. Kejujuran, serta etika dan moral dalam berpikir. Saya pikir, dengan pendidikan, kita mampu membentuk generasi-generasi yang kembali beretika dan melaksanakan nilai Pancasila," ujarnya.
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP ini juga mendorong para intelektual, termasuk para peserta yang terdiri dari pendidik, untuk bersuara mengenai ketimpangan-ketimpangan yang terjadi.
Baca juga: Kepala BPIP Ungkap Lompatan Besar NU pada Hari Lahir ke-101 Tahun Nahdlatul Ulama
"Kita semua, kita masyarakat, berhak meluruskan jika memang merasa penyimpangan nilai, etika dan moral Pancasila, dilanggar. Tulislah di kolom-kolom opini, media sosial, jadilah pengkritik yang juga berpikir kritis dan memberikan edukasi dengan bahasa yang engaging sehingga masyarakat mengerti," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.