Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tentramnya Pedagang Tempe Miliki Rumah Sendiri Berkat KPR BTN: Hati Senang, Keuntungan Terus Datang

Dengan jualan tempe sejak puluhan tahun ini, Suratini bangga bisa membeli rumah pertamanya di Turen Asri, Sukoharjo pada 2014 melalui KPR BTN Syariah.

Penulis: Imam Saputro
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Tentramnya Pedagang Tempe Miliki Rumah Sendiri Berkat KPR BTN: Hati Senang, Keuntungan Terus Datang
TribunSolo/Imam Saputro
Lapak Suratini di Pasar Harjodaksino Solo, ia berjualan di bawah payung besar yang digunakan untuk dua pedagang. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Imam Saputro

TRIBUNNEWS.COM, SOLO -  Suratini tampak cekatan melayani pembeli di sisi selatan Pasar Harjodaksino, Solo, Rabu, 13 Februari 2024 siang.

Sambil membungkus tahu ke dalam kemasan plastik, ia sigap menjawab pertanyaan dari para pembeli yang ingin membeli tempe atau tahu dagangannya.

“Tempe besar enam ribu, kecil empat ribu, tahu boleh lima ribu atau enam ribu,” kata Suratini kepada calon pembeli.

Suratini berjualan hanya dibawah payung besar yang digunakan bersama, satu payung untuk dua pedagang.

Ia duduk di atas bangku dikelilingi ember-ember besar yang berisi tahu serta nampan bambu berisi tempe di sisi selatan Pasar Harjodaksino, Serengan, Solo.

“Untung seribu dua ribu disyukuri, untuk bayar cicilan rumah” kata dia sambil tersenyum.

Berita Rekomendasi

Sehari-hari Suratini berjualan tempe dan tahu di sisi selatan Pasar Harjodaksino mulai pagi hingga sore.

“Dari anak pertama sudah jualan, tempe sama tahu, dulu tempe masih harga ratusan perak, sekarang sudah lima ribuan satu papan,” jelas wanita yang berusia 57 tahun ini.

Suratini saat melayani pembeli di sisi selatan Pasar Harjodaksino, Solo.
Suratini saat melayani pembeli di sisi selatan Pasar Harjodaksino, Solo. (TribunSolo/Imam Saputro)

Dengan profesinya yang sudah ditekuni sejak puluhan tahun ini, Suratini bangga bisa membeli rumah pertamanya pada 2014 melalui KPR BTN Syariah.

Suratini membeli rumah pertamanya di Perum Turen Asri, Grogol, Sukoharjo melalui Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara (BTN) Syariah Solo.

“Waktu pertama beli rumah ini tahun 2014 ukurannya masih 27 meter persegi, tanahnya 60 meter, hanya ada kamar satu, ruang tengah dan wc, tapi Alhamdulillah sudah rumah sendiri,” kata Suratini.

Pernah Tinggal di Tanah Negara

Sebelum akhirnya memiliki rumah sendiri di Perum Turen Asri,  Suratini tinggal di rumah tidak permanen di kawasan Kenteng, Semanggi, Solo.

“Sebelum punya rumah di Turen, tinggalnya di Kenteng, Semanggi, bukan di tanah sendiri, itu juga bayar ke orang meski tanah punya negara, atine ora ayem (hati gelisah), bisa digusur sewaktu-waktu kalau tanah itu mau dipakai pemerintah,” ujarnya.

Karena tinggal di atas tanah “ilegal”, Suratini memberanikan diri untuk mulai bermimpi bisa membeli rumah sendiri.

“Kuncinya nabung, dari dulu tiap hari saya sisihkan buat beli rumah, meski belum tahu juga belinya dimana dan harganya berapa,” jelasnya.

Impian pedagang tempe ini mulai menemui titik terang pada pertengahan 2013, ketika ada sesama pedagang pasar yang memberitahunya ada perumahan di Sukoharjo yang tengah dibangun dengan harga murah.

“Waktu itu tertarik, mulai tanya-tanya, bagaimana cara belinya,” cerita Suratini.

Suratini mengatakan, pada tahun tersebut harga rumah sekitar 100 jutaan dan bisa dicicil melalui bank.

“Saya tahunya bisa dicicil ke bank, ke BTN karena paling murah nyicilnya, dan mulailah saya mencoba daftar, karena kalau cash segitu ya tidak ada uangnya.”

Tak sampai dua bulan menunggu, pengajuan KPR Suratini mulai diproses.

“ Awalnya ada petugas yang ke pasar, nyateti  (mencatat) keuangan sehari-hari saat berjualan, karena saya wong ndeso tidak mudeng catatan keuangan,” cerita Suratini.

Ia mengakui pendapatan kotor jualan tempe di pasar ada di angka ratusan ribu per harinya.

“Namanya jualan kan tidak mesti, zaman itu ya puluhan sampai seratusan ribu per hari bisa dapat,” kata dia.

Selain itu, Suratini hanya dimintai identitas diri untuk syarat pengajuan KPR itu.

“KTP sama beberapa surat, bagi wong ndeso kaya saya, syarat-syaratnya gampang kok,” tambah Suratini yang hanya menempuh pendidikan dasar saja ini.

Pengajuan kepemilikan rumah Suratini akhirnya disetujui oleh BTN Syariah Solo dengan pokok pinjaman 70 juta dengan jangka waktu angsuran 8 tahun.

“Untuk uang muka ambil 30 juta rupiah dari tabungan, ya daripada tinggal di Kenteng kan takut sewaktu-waktu digusur, makanya manteb beli meski menghabiskan tabungan,” cerita Suratini sembari tertawa.

“Sama-sama mengeluarkan uang, tapi kalau nyicil rumah tujuannya jelas, rumahnya jadi milik saya, kalau sewaktu di Kenteng kan uangnya setor ke orang, sertifikat juga nggak ada,” kata dia.

Suratini juga senang dengan skema kredit untuk memiliki rumah pertamanya. " Ada sempat rundingan dengan bank, saya pengennya 5 tahun aja, tapi akhirnua dibolehkan 8 tahun, awalnya 10 kalau tidak salah," kata dia.

Dengan tenor KPR 8 tahun, Suratini diwajibkan membayar cicilan ratusan ribu saja setiap bulannya.

Pada Oktober 2014, akhirnya Suratini mulai bisa menempati rumah baru dengan hati tenang.

“Namanya rumah sendiri ya atine ayem (hatinya tenang), kecil-kecil yang namanya rumah sendiri ya sudah sangat bersyukur,” ujar Suratini.

“Bisa jualan di pasar dengan tenang, kalau hati tenang bisa senyum terus ke pembeli jadi banyak yang beli, jadinya lariiiiis,” kata Suratini sembari terkekeh.

Kini hampir 10 tahun berlalu sejak membeli rumah pertamanya, Suratini mengakui telah melunasi rumahnya.

“Alhamdulillah sudah lunas, kan 8 tahun itu nyicilnya, sertifikat juga sudah saya simpan sendiri,” ujarnya.

Suratini menyetorkan uang cicilan rumah ke BTN setiap tanggal 4 setiap bulannya dengan besaran cicilan tak sampai 1 juta rupiah.

“Sekarang sudah bisa di transfer lewat HP, anak saya yang ngurus karena saya mudengnya setor ke bank, kalau lewat HP anak saya,” jelas dia.

Waktu berjalan, sekarang rumah Suratini sudah berkembang, bangunan rumahnya sudah lebih luas dibandingkan waktu pertama beli.

Bangunan baru sudah ia dirikan, sehingga tanah 60 meter persegi semuanya telah dimanfaatkan.

“Pelan-pelan ada rezeki dibangun lagi, dulu awalnya mau beli yang rumah 30 meter persegi uangnya tidak cukup, tapi sekarang 60 meter sudah saya bangun semua,” kata Suratini yang tinggal bersama anak keempatnya ini.

Sang Pedagang Tempe bisa Beli Rumah Kedua

Sebelum rumah pertama dinyatakan lunas, Suratini bahkan bisa membeli rumah kedua di kawasan yang sama.

“Jadi ada tetangga yang mau dijual, selisih dua rumah dari saya, saya tanyakan ke BTN ternyata bisa kredit lagi, jadi ya akhirnya lewat BTN juga yang cicilannya murah,” kata dia.

Suratini menganggap rumah jadi simpanan untuk masa depan selain tabungan uang di bank.

“Saya mudeng e rumah kan bisa dikontrak-e, sudah setahun belakangan sudah dikontrak orang, kan juga bisa anak saya di masa depan,” kata ibu empat anak ini.

“Kunci agar bisa punya rumah sendiri ya niat dan mulai menabung mulai dikit-dikit, nanti dimudahkan sama Allah, sama milih bank yang cicilannya murah,” pesan Suratini.

Di tahun 2024 ini, sang pedagang tempe tinggal melunasi rumah keduanya dengan cicilan yang juga ringan.

"Tinggal 3 atau 4 tahun lagi rumah kedua lunas, cicilannya sejuta lebih sedikit, karena kan rumah kedua sudah tidak subsidi," ujar Suratini.

BTN Siap Bantu Semua Lapisan Masyarakat Miliki Rumah Impiannya

Consumer Financing Service BTN Syariah Solo, Ratri Asih mengatakan BTN membuka kesempatan bagi siapapun untuk bisa memiliki rumah impiannya.

“Kami prinsipnya bisa membantu siapaun untuk memiliki rumah, sepanjang memenuhi standar dari bank, syaratnya mudah kok, tidak memberatkan atau rumit,” kata Ratri ketika ditemui Tribunnews.com, Jumat 16 Februari 2024.

BTN kata dia, tidak membedakan pegawai kantoran ataupun wirausaha dalam membantu masyarakat memiliki rumah impiannya.

Ratri membeberkan, untuk pengajuan KPR calon nasabah hanya diminta untuk mengumpulkan identitas diri berupa KTP (Kartu Tanda Penduduk), KK (Kartu Keluarga) dan NPWP( Nomor Pokok Wajib Pajak).

“Kemudian ada data penghasilan seperti surat keterangan pegawai, rekening koran, kalau pengusaha atau pedagang seperti Ibu Suratini nanti ada tim dari bank untuk kunjungan ke tempat usahanya,” jelasnya.

Untuk skema kredit, BTN Syariah menyediakan ruang untuk berdiskusi dengan nasabah.

"Kita membuka ruang untuk banding, misal skema pertama cicilannya terlalu berat, bisa kita hitungkan ulang agar lebih ringan, atau sebaliknya, jadi bank dan nasabah sama-sama enak," kata Ratri.

Dari proses pengajuan KPR hingga akad jual beli, tambah Ratri, hanya membutuhkan waktu sekitar 45 hari saja.

“Kalau berkas lengkap, sebulan sampai sebulan setengah sudah akad, dan segera bisa menempati rumah baru” kata dia.

BTN Rangkul Pekerja Informal Wujudkan Rumah Impian

Penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) ke pekerja di sektor informal menjadi gebrakan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) di usia ke-74 tahun yang dirayakan pada 9 Februari 2024.

Selain untuk memperbesar pangsa pasar di segmen mikro, program ini juga membantu pemerintah dalam menekan angka backlog perumahan.

Sektor informal menjadi perhatian khusus karena jumlahnya signifikan dalam populasi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang belum memiliki rumah layak huni.

Mereka selama ini kurang terlayani karena dianggap tidak bankable. 

Padahal, mereka sejatinya punya penghasilan rutin meski tidak tetap (fluktuatif).

Di sisi lain, produk KPR rata rata bertenor panjang hingga di atas 20 tahun.

Nilai kreditnya juga tidak kecil, mengikuti harga rumah yang menjadi objek kredit.

Bank karena itu lebih memilih debitur dari pekerja sektor formal dengan penghasilan rutin untuk memastikan KPR nya tidak macet di tengah jalan.

“Skema KPR dan profil calon debitur seperti tidak ketemu. Tapi, sebagai bankir, kita harus berani melakukan terobosan," kata Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu, pekan lalu dikutip dari Tribunnews.com.

Dia mengatakan, tanpa komitmen dan keberpihakan, calon debitur dari segmen informal ini sampai kapan pun bakal sulit mendapatkan KPR.

Direktur Utama Bank BTN Nixon LP Napitupulu
Direktur Utama Bank BTN Nixon LP Napitupulu (HO)

"Sementara jumlah mereka tidak sedikit dan menjadi penyumbang tingginya jumlah penduduk yang belum punya rumah. Di sinilah kami mengambil peran tapi dengan tetap menjalankan manajemen risiko secara hati hati,” ujarnya.

Sektor informal yang dilayani BTN memiliki profil yang beragam, mulai dari pengemudi ojek online, paguyuban pedagang pasar, pelaku UMKM, merbot masjid hingga komunitas tukang cukur.

Mereka ini disebut pekerja sektor informal karena bukan hidup dari gaji yang nilainya selalu stabil serta serba pasti.

“Mereka ini sejatinya punya penghasilan yang cukup meski tidak tetap seperti pekerja kantoran. Artinya, mereka mampu mengangsur dan layak mendapatkan KPR asal skemanya tepat,” katanya.

BTN dalam lima tahun terakhir telah menyalurkan KPR ke sektor informal sebanyak sekitar 133.000 unit atau senilai sekitar Rp22 triliun.

Jika mengacu pada data sejak BTN dipercaya sebagai bank panyalur KPR pertama kalinya pada Desember 1976 atau 47 tahun lalu, maka angkanya lebih besar lagi.

Perseroan sejak 47 tahun lalu telah menyalurkan KPR ke sektor informal sekitar 410.000 unit atau senilai sekitar Rp52 triliun.

“Untuk pembiayaan rumah khususnya rumah subsidi sekitar 93 persen dinikmati oleh pekerja formal, sedangkan sektor informal baru 7 persen. Untuk itu BTN terus mencari skema yang bisa mempermudah pekerja informal bisa menikmati pembiayaan dari BTN,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Segara Institut Piter Abdullah mengapresiasi keberpihakan sekaligus keberanian BTN menyalurkan KPR bertenor panjang ke sektor informal.

“Ketika BTN memutuskan menyalurkan KPR ke segmen bankable tapi undeserved ini, manajemen tentu telah menganalisis potensi risiko sehati-hati mungkin. Terutama risiko gagal bayar yang berujung pada kenaikan non performing loan (NPL),” kata Piter

Bagaimanapun, Piter menambahkan, program populis tidak boleh menjadi beban di kemudian hari hanya karena tidak cermat melakukan kajian.

“Saya selalu percaya, program populis yang baik adalah program yang bisa diimplementasikan, berhasil dan dapat menciptakan perubahan,” katanya.

Selain risiko, Piter melihat ada tiga benefit bagi BTN dari keberaniannya menyalurkan KPR ke abang gojek dan pedagang pasar. 

Satu, diversifikasi target pasar.Dua, potensi dana murah (current account and saving account/CASA). Tiga, pintu masuk BTN menggarap pasar kredit mikro.

Piter menjelaskan pangsa pasar utama KPR bersubsidi adalah segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Mereka ini menjadi target utama penurunan angka backlog perumahan dan masuk dalam program sejuta rumah rakyat.

“Pada konteks ini, improvisasi BBTN menyalurkan KPR bersubsidi ke abang Gojek dan pedagang pasar bisa dinilai sebagai extra effort menekan angka backlog,” katanya.

Apabila penyaluran KPR bersubsidi ke abang Gojek dan pedagang pasar terus meningkat, BTN segera mendapatkan benefit kedua.

Yakni pertumbuhan jumlah nasabah (number of account/NOA) dan porsi dana murah. 

Dan sangat mungkin para debitur ini akan menjadikan BTN sebagai bank utama penopang transaksi harian.

“Dari sisi nilai simpanan yang mengendap mungkin tidak terlalu besar, tapi pedagang pasar dan abang gojek aktif bertransaksi. Hal ini juga menjadi peluang untuk meningkatkan fee based income,” ujarnya.

Selain dua benefit di atas, ada satu dampak positif lain yang justru lebih substansial dari improvisasi BBTN ke sektor informal yakni ekspansi ke kredit mikro.

KPR bersubsidi ini merupakan pintu masuk BTN untuk menyalurkan kredit produktif ke para pedagang pasar dan pelaku UMKM.

BTN bisa menjadikan kepatuhan debitur dalam mengangsur sebagai pertimbangan pemberian kredit modal kerja. 

Jika abang gojek dan pedagang pasar menjadikan BTN sebagai rekening utama, akan lebih baik lagi.

Aktivitas transaksi dan saldo mengendap akan menjadi track record sekaligus pengukuran profil risiko secara lebih presisi.

“Jadi, penilaian kelayakan kredit bisa lebih efektif dan akurat,” katanya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas