Apa Saja Rangkaian Hari Raya Galungan? Hari Raya Galungan Jatuh pada 28 Februari 2024
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa rangkaian prosesi yang dilakukan saat perayaan Hari Raya Galungan.
Penulis: Lanny Latifah
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Hari Raya Galungan merupakan hari raya suci agama Hindu yang jatuh setiap 6 bulan sekali atau berdasarkan pawukon Buda Kliwon Dungulan.
Tahun ini, Hari Raya Galungan jatuh pada hari Rabu, 28 Februari 2024.
Dikutip dari laman bulelengkab.go.id, arti kata Galungan diambil dari bahasa Jawa kuno yang berarti bertarung, biasa disebut juga "Dungulan" yang artinya menang.
Hari Raya Galungan merupakan hari dimana kemenangan Dharma melawan Adharma.
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa rangkaian prosesi yang dilakukan saat perayaan Hari Raya Galungan, yakni sebagai berikut:
Rangkaian Hari Raya Galungan
1. Tumpek Wariga
Saniscara (Sabtu) Kliwon wuku Wariga disebut Tumpek Wariga, atau Tumpek Bubuh, atau Tumpek Pengatag, atau Tumpek Pengarah jatuh 25 hari sebelum Galungan.
Adapun tradisi masyarakat untuk merayakannya adalahh dengan menghaturkan banten (sesaji) yang berupa Bubuh (bubur) Sumsum yang berwarna seperti:
- Bubuh putih untuk umbi-umbian
- Bubuh bang untuk padang-padangan
- Bubuh gadang untuk bangsa pohon yang berkembangbiak secara generatif
- Bubuh kuning untuk bangsa pohon yang berkembangbiak secara vegetatif
Pada hari Tumpek Wariga semua pepohonan akan disirati tirta wangsuhpada/air suci yang dimohonkan di sebuah Pura/Merajan dan diberi banten berupa bubuh tadi disertai canang pesucian, sesayut tanem tuwuh dan diisi sasat.
Setelah selesai, kemudian pemilik pohon akan menggetok atau mengelus batang pohon sambil berucap sendiri.
Dialog yang diucapkan bermakna harapan si pemilik pohon agar nantinya pohon yang diupacarai dapat segera berbuah/menghasilkan, sehingga dapat digunakan untuk upacara hari raya Galungan.
Baca juga: Tradisi Khas yang Dilakukan Umat Hindu untuk Rayakan Hari Raya Galungan
2. Sugihan Jawa
Sugihan Jawa berasal dari 2 kata yakni Sugi yang memiliki arti bersih/suci dan Jawa berasal dari kata jaba yang artinya luar.
Secara singkat pengertian Sugihan Jawa adalah hari sebagai pembersihan/penyucian segala sesuatu yang berada di luar diri manusia (Bhuana Agung).
Pada hari ini umat melaksanakan upacara yang disebut Mererebu atau Mererebon.
Upacara Ngerebon ini dilaksanakan dengan tujuan untuk nyomia/menetralisir segala sesuatu yang negatif yang berada pada Bhuana Agung disimbolkan dengan pembersihan Merajan, dan Rumah.
Upacara Ngerebon ini dilakukan dilingkungan Sanggah Gede, Panti, Dadya, hingga Pura Kahyangan Tiga/Kahyangan Desa akan menghaturkan banten semampunya.
Biasanya untuk wilayah pura akan membuat Guling Babi untuk haturan yang nantinya setelah selesai upacara dagingnya akan dibagikan kepada masyarakat sekitar.
Sugihan Jawa dirayakan setiap hari Kamis Wage wuku Sungsang.
Sugihan Bali memiliki makna yaitu penyucian/pembersihan diri sendiri/Bhuana Alit (kata Bali=Wali=dalam).
Tata cara pelaksanaannya adalah dengan cara mandi, melakukan pembersihan secara fisik, dan memohon Tirta Gocara kepada Sulinggih sebagai simbolis penyucian jiwa raga untuk menyongsong hari Galungan yang sudah semakin dekat.
Sugihan Bali dirayakan setiap hari Jumat Kliwon wuku Sungsang.
4. Hari Penyekeban
Hari Penyekeban ini memiliki makna filosofis untuk "nyekeb indriya" yang berarti mengekang diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama.
Hari Penyekeban ini dirayakan setiap Minggu Pahing wuku Dungulan.
5. Hari Penyajan
Penyajan berasal dari kata Saja yang dalam bahasa Bali artinya benar, serius.
Menurut kepercayaan, pada hari ini umat akan digoda oleh Sang Bhuta Dungulan untuk menguji sejauh mana tingkat pengendalian diri umat Hindu untuk melangkah lebih dekat lagi menuju Galungan.
Hari ini dirayakan setiap Senin Pon wuku Dungulan.
Baca juga: 10 Fakta Hari Raya Galungan dan Kuningan Umat Hindu di Bali
6. Hari Penampahan
Hari Penampahan jatuh sehari sebelum Galungan, tepatnya pada hari Selasa Wage wuku Dungulan.
Pada hari ini umat akan disibukkan dengan pembuatan penjor sebagai ungkapan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugrah yang diterima selama ini.
Penjor ini dibuat dari batang bambu melengkung yang diisi hiasan sedemikian rupa.
Selain membuat penjor umat juga menyembelih babi yang dagingnya akan digunakan sebagai pelengkap upacara.
Penyembelihan babi ini juga mengandung makna simbolis membunuh semua nafsu kebinatangan yang ada dalam diri manusia.
Saat pagi Hari Raya Galungan, umat telah memulai upacara untuk Galungan yang dimulai dari persembahyangan di rumah masing-masing hingga ke Pura sekitar lingkungan.
Tradisi yang kerap dijumpai pada Galungan adalah Tradisi "Pulang Kampung", yakni umat yang berasal dari daerah lain, seperti perantauan akan menyempatkan diri untuk sembahyang ke daerah kelahirannya masing-masing.
Bagi umat yang memiliki anggota keluarga yang masih berstatus Makingsan di Pertiwi (mapendem/dikubur), maka umat tersebut wajib untuk membawakan banten ke kuburan dengan istilah Mamunjung ka Setra Kuburan saat hari Raya Galungan.
8. Hari Umanis Galungan
Pada umanis Galungan, umat akan melaksanakan persembahyangan dan dilanjutkan dengan Dharma Santi dan saling mengunjungi sanak saudara atau tempat rekreasi.
Anak-anak akan melakukan tradisi ngelawang, di mana anak-anak akan menarikan barong disertai gambelan dari pintu rumah penduduk satu ke yang lainnya (lawang ke lawang).
Penduduk yang mempunyai rumah tersebut kemudian akan keluar dari rumah sambil membawa canang dan sesari/uang.
Penduduk percaya bahwa dengan tarian barong ini dapat mengusir segala aura negatif dan mendatangkan aura positif.
Umanis Galungan jatuh pada hari Kamis Umanis wuku Dungulan
9. Hari Pemaridan Guru
Kata Pemaridan Guru berasal dari kata Memarid sama artinya dengan ngelungsur/nyurud (memohon), dan Guru tiada lain adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Dapat diartikan bahwa hari ini adalah hari untuk nyurud/ngelungsur waranugraha dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Siwa Guru.
Ini dirayakan pada Sabtu Pon wuku Galungan.
10. Ulihan
Kata Ulihan artinya pulang atau kembali.
Dalam konteks ini yang dimaksud adalah hari kembalinya para dewata-dewati/leluhur ke kahyangan dengan meninggalkan berkat dan anugrah panjang umur.
Ulihan dirayakan pada Minggu Wage wuku Kuningan.
11. Hari Pemacekan Agung
Makna pemacekan agung ini adalah sebagai simbol keteguhan iman umat manusia atas segala godaan selama perayaan hari Galungan.
Hari Pemacekan Agung dirayakan pada Senin Kliwon wuku Kuningan.
Hari Suci Kuningan dirayakan umat dengan cara memasang tamiang, kolem, dan endong.
Tamiang adalah simbol senjata Dewa Wisnu karena menyerupai Cakra, Kolem adalah simbol senjata Dewa Mahadewa, sedangkan Endong tersebut adalah simbol kantong perbekalan yang dipakai oleh Para Dewata dan Leluhur kita saat berperang melawan adharma.
Keunikan hari raya Kuningan selain penggunaan warna kuning yaitu persembahyangan harus sudah selesai sebelum jam 12 siang (tengai tepet), sebab persembahan dan persembahyangan setelah jam 12 siang hanya akan diterima Bhuta dan Kala karena para Dewata semuanya telah kembali ke Kahyangan.
Hal ini sebenarnya mengandung nilai disiplin waktu dan kemampuan untuk memanajemen waktu.
Warna kuning yang identik dengan hari raya Kuningan memiliki makna kebahagiaan,keberhasilan, dan kesejahtraan.
13. Hari Pegat Wakan
Hari Pegat Wakan dilaksanakan dengan cara melakukan persembahyangan, dan mencabut penjor yang telah dibuat pada hari Penampahan.
Penjor tersebut dibakar dan abunya ditanam di pekarangan rumah.
Pegat Wakan jatuh pada hari Rabu Kliwon wuku Pahang, sebulan setelah galungan.
(Tribunnews.com/Latifah)