Pengamat Energi: Revisi Permen ESDM tentang PLTS Atap Mampu Kurangi Beban Fiskal Negara
Pengamat energi Daymas Arangga menilai Permen ESDM Nomor 2 tahun 2024 tentang PLTS Atap mampu mengurangi beban fiskal negara.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Febri Prasetyo
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arangga, menilai Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 tahun 2024 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap sebagai hasil revisi dari Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 mampu mengurangi beban fiskal negara.
Selain itu, revisi ini juga dapat mengurangi terjadinya kelebihan atau oversupply pasokan listrik.
“Jadi, aturan pengganti tersebut juga merupakan langkah atau mitigasi dalam mengurangi beban negara pada situasi dan kondisi oversupply atau kelebihan pasokan listrik. Lain lagi jika situasinya adalah kekurangan pasokan listrik,” kata Daymas kepada wartawan, Kamis (29/2/2024).
Adapun dalam aturan sebelumnya, mekanisme jual beli listrik dari PLTS Atap berisiko menambah kerugian negara hingga Rp500 miliar per tahun.
Sebab, dalam aturan sebelum revisi, kelebihan listrik dari pemasangan PLTS Atap wajib dibeli oleh negara.
“Setiap kelebihan 1 gigawatt itu kurang lebih negara rugi rata-rata Rp3 triliun per tahunnya,” kata Daymas.
Menurutnya, Permen ESDM Nomor 2/2024 tersebut juga mempermudah dan memperjelas tata cara pemasangan PLTS Atap.
Lewat revisi ini, negara bisa menghitung ulang skema jual beli listrik PLTS Atap setelah masalah kelebihan pasokan listrik ini terpecahkan.
“Saat ini situasinya masih oversupply. Jadi jalan yang terbaik ya meniadakan jual-beli listrik untuk mengurangi kerugian negara,” kata dia.
Saat ini, paparnya, negara hanya perlu mendata dan mencatat masyarakat ataupun pihak-pihak swasta yang memiliki PLTS Atap agar nantinya negara mampu mengalkulasi cadangan listrik dari PLTS Atap yang bisa digunakan.
Baca juga: Pemerintah Revisi Regulasi PLTS Atap, Ekonom: Berpotensi Menghambat Transisi ke Energi Surya
Daymas juga mengatakan, setelah negara mampu menekan kerugian, regulasi baru ini diharapkan ikut berdampak untuk menerangi kawasan yang sebelumnya tidak teraliri listri, utamanya pada wilayah-wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
“Saat ini elektrifikasi pada kisaran 99,78 persen. Perlu upaya agar 100 persen. Terutama di kawasan-kawasan 3T,” kata dia.
(Tribunnews)