Terima Rp 5,7 Miliar, Eks Kadis PUPR Papua Dituntut KPK 7 Tahun Bui dan Uang Pengganti Rp4,5 Miliar
Apabila tidak dibayar, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut agar majelis hakim menghukum eks Kepala Dinas PUPR Provinsi Papua ,Gerius One Yoman, dengan hukuman 7 tahun penjara serta denda Rp350 juta subsider 4 bulan kurungan.
Gerius adalah mantan Kadis PUPR zaman eks Gubernur Papua Lukas Enembe.
Dia menjadi terdakwa dalam perkara gratifikasi pengadaan proyek di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan pidana denda sebesar Rp350 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 4 bulan,” kata jaksa KPK dalam di Pengadilan Tipikor Jakarta pada PN Jakarta Pusat, Senin (4/3/2024).
Gerius juga dituntut penuntut umum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp4.595.507.228 paling lambat setelah 1 bulan pascaputusan berkekuatan hukum tetap.
Apabila tidak dibayar, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
“Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dijatuhi pidana penjara selama tiga tahun,” jelas jaksa.
Dalam menjatuhkan tuntutan terhadap Gerius, JPU mempertimbangkan hal-hal memberatkan dan meringankan.
Hal memberatkan, Gerius dianggap tak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan dan demokrasi negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta berbelit-belit sehingga mempersulit pembuktian.
Sementara hal meringankan, Gerius dinilai belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga.
Baca juga: KPK Panggil Anak Buah Menteri Bahlil Terkait Kasus Suap Gubernur Maluku Utara
Dalam hal ini, jaksa KPK menyatakan terdakwa Gerius One Yoman telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan kumulatif.
Jaksa menyebut Gerius terbukti menerima gratifikasi dari sejumlah pihak dengan total keseluruhan sebesar Rp5.765.507.228.
Gratifikasi yang diterima adalah fee dalam bentuk uang serta renovasi dan pengadaan kelengkapan rumah dinas senilai Rp2.595.507.228 dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, PT Tabi Bangun Papua sekaligus CV Walibhu.
Kemudian, satu unit apartemen di Jakarta Pusat senilai Rp1.170.000.000 dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus Pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-Lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur.
Baca juga: 5 Bulan Penyidikan, Kejaksaan Agung Belum Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Impor Gula
Berikutnya, uang sebesar Rp2.000.000.000 dari Samuel Kadang selaku kontraktor atau pengusaha yang mengerjakan proyek atau pekerjaan peningkatan jalan Kuprik-Jagebob-Erambu tahun 2021.
“Melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat 1 KUHP,” terang jaksa.
Dalam perkara ini, Gerius One Yoman didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp2.595.507.228,00.
Penerimaan tersebut untuk menggerakkan terdakwa dan mantan Gubernur Papua Lukas Enembe untuk memberikan proyek atau pekerjaan pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Papua pada tahun anggaran 2018–2022 kepada Rijatono Lakka.
Selain itu, dia juga didakwa menerima gratifikasi Rp2 miliar dan apartemen di Jakarta Pusat senilai Rp1,1 miliar.