Usulan Ambang Batas Parlemen 7 Persen, Pengamat: akan Semakin Banyak Suara Rakyat Hilang
Gugatan Perludem itu diajukan lantaran banyaknya suara rakyat yang hilang saat ambang batas parlemen sebesar 4 persen
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin buka suara mengenai usulan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) 7 persen.
Usulan tersebut disuarakan oleh politisi Partai NasDem Sugeng Suparwoto, beberapa waktu lalu.
Ujang menyinggung Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas parlemen 4 persen yang harus diubah DPR sebelum Pemilu 2029, yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Ia menjelaskan, gugatan Perludem itu diajukan lantaran banyaknya suara rakyat yang hilang saat ambang batas parlemen sebesar 4 persen.
"Jadi banyak caleg yg suaranya tinggi, suaranya besar, yang harusnya lolos ke Senayan, tapi karena partainya tidak lolos 4 persen, maka suara rakyatnya hilang, hangus," kata Ujang, saat dihubungi Tribunnews.com, pada Jumat (8/3/2024).
Membandingkan dengan ambang batas parlemen 4 persen yang saat ini masih berlaku, Ujang menilai, usulan besaran 7 persen malah justru akan semakin membuang banyak suara rakyat.
Baca juga: Ujang Komarudin: Debat Cawapres Menarik, Ketiganya Tampil Maksimal
"Apalagi misalnya tadi, usulan NasDem 7 persen. Semakin banyak juga suara hilang dari masyarakat yang tidak terhitung," jelasnya.
Ia menerangkan, Indonesia pernah menggunakan beberapa angka ambang batas parlemen. Di antaranya, 2,5 persen, 3,5 persen, hingga akhirnya 4 persen.
Meski demikian, katanya, angka ideal itu merupakan hal yang relatif. Khususnya dalam politik, besaran angka tersebut diadakan secara konsensus alias kesepakatan partai-partai.
"Jadi kalau di angka 4 tadi dicabut, di angka 7 dianggap ketinggian, di angka 2,5 angka moderat misalkan, itu juga pasti ada yang protes," ucap Ujang.
Lalu, usulan 1 persen seperti Perludem itu bisa jadi bagus. Tetapi, partai-partai besar tidak mau, karena kalau 1 persen misalkan ya nanti banyak yang lolos ke Senayan juga, misalkan," sambungnya.
Lebih lanjut, Ujang menekankan, hal ini perlu menjadi perhatian karena menyangkut isi anggota DPR yang merupakan pembuat kebijakan politik Tanah Air.
"Yang penting suara rakyat tidak menghilang, penyederhanaan partai bisa dilakukan, dan partai-partai politik juga bisa diuji pertarungannya melalui kesungguhan dalam pemilu," kata Ujang.
Sebelumnya, usulan angka 7 persen itu diungkapkan Ketua DPP Partai Nasdem, Sugeng Suparwoto.
Hal itu disampaikan Sugeng menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta mengubah ambang batas parlemen yang saat ini di angka 4 persen.
Sugeng mengaku, tak sepakat ambang batas parlemen diubah dari 4 persen.
Sugeng menyebutkan, bahwa partainya justru ingin agar ambang batas parlemen bisa di angka 7 persen untuk membatasi munculnya terlalu banyak parpol.
"Ambang batas parlemen diperlukan agar ketertiban suara di DPR lebih terfokus dan tidak menjadi ajang kekuasaan Parpol, 7 persen angka yang rasional, agar parlemen diisi oleh dominasi dukungan publik," kata Dedi dihubungi Kamis (7/3/2024).
Menurutnya dibandingkan menghapus ambang batas parlemen, lebih baik menghapus ambang batas presiden atau presidential threshold 20 persen.
"Berbeda halnya dengan presiden, justru yang perlu dihapus adalah ambang batas presiden.
Hal ini karena presiden mewakili langsung publik, sementara parlemen tidak, mereka mewakili parpol," tegasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.