KPK Periksa Fadel Muhammad Terkait Kasus Korupsi APD Covid-19 di Kemenkes
KPK memeriksa anggota DPD RI Fadel Muhammad sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19 di Kementerian Kesehatan
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun anggaran 2020-2022, Senin (25/3/2024).
Kepada Fadel, tim penyidik mengonfirmasi ihwal penagihan terkait proyek APD Covid-19 di Kemenkes.
Juru Bicara KPK Ali Fikri menerangkan, Fadel Muhammad menagih kekurangan pembayaran dengan mengatasnamakan salah satu vendor penggarap proyek APD.
Penagihan itu dilakukan Fadel kepada panitia pengadaan.
"Saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain kaitan dengan penagihan kekurangan pembayaran dengan mengatasnamakan salah satu pihak swasta yang turut mengerjakan pengadaan APD di Kemenkes. Penagihan kepada pihak panitia pengadaan dimaksud," kata Ali Fikri.
Seusai diperiksa, Fadel mengaku sempat dimintai tolong oleh pihak dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) dalam proyek APD Covid-19.
Dijelaskan Fadel, ada pelaku usaha dari Hipmi yang menjadi penyuplai pengadaan APD tersebut.
Baca juga: KPK Terus Telusuri Aliran Uang ke Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba
Hanya saja, mereka masih belum menerima pembayaran.
"Mereka menyuplai pengadaan APD, kemudian mereka sudah suplai, ada masalah belum dibayar gitu. Jadi ada uang sejumlah sekian belum dibayar dari kontrak mereka. Setelah saya cek, mereka cerita, ternyata ada masalah dengan audit BPKP," kata Fadel.
Merespons persoalan tersebut, Fadel mengaku sempat berkomunikasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dari BPKP, Fadel mengaku mendapat informasi bahwa proyek pengadaan APD Covid-19 bermasalah.
Baca juga: Diperiksa KPK, Ahmad Sahroni Beberkan Uang Rp 820 Juta yang Mengalir ke NasDem dari Dugaan TPPU SYL
"Kepala BPKP mengatakan bahwa 'ya itu ada masalah dengan pengadaan itu karena harga dan sebagainya. Pak Fadel jangan bantu mereka.' Maka saya kembali ke rumah, dua hari kemudian saya panggil mereka saya jelaskan bahwa 'ini begini-begini Kepala BPKP mengatakan jangan karena ini ada masalah yang berhubungan dengan mark up harga dan sebagainya," ujar Fadel.
Fadel pun mengaku tidak memberikan bantuan lagi terkait proyek tersebut.
Dia pun mengaku dicecar oleh tim penyidik KPK soal bantuannya tersebut.
"Nah saya dipanggil konfirmasi apa benar anak saya Fauzan bersama teman-teman Hipmi itu datang, betul. Apakah Pak Fadel mau membantu mereka? Saya selalu bantu anak-anak Hipmi, pengusaha-pengusaha muda tiap ada masalah selalu saya bantu. Tapi kemudian Kepala BPKP mengatakan jangan, maka saya tidak meneruskan bantuan tersebut," ucap Fadel.
Adapun bantuan yang dia maksud yakni terkait mengecek kebenaran dari proyek APD Covid-19.
Dia pun mengaku kerap memberikan dukungan kepada pengusaha muda yang meminta bantuan kepadanya.
"Bantuan mengecek ke mereka, tingkat kebenaran proyeknya. Kalau orang bekerja kan kita harus, apa lagi anak muda, kita harus dukung. Cuma kalau tidak benar kita bilang ama mereka tidak benar. Untuk tidak benarnya, karena dari mereka saya tahu bahwa ternyata ada masalah di BPKP," ungkap Fadel.
"Ini kan proyeknya besar 3 koma sekian triliun, tiga koma tiga triliun. Kepala BPKP bilang 'jangan Pak Fadel, ini ada masalah enggak benar sehingga tidak bisa dibayar.' Maka saya terus tidak meneruskan," imbuhnya.
KPK diketahui sedang mengusut perkara dugaan korupsi pengadaan APD Covid-19 di Kemenkes tahun anggaran 2020-2022.
Total sebanyak 5 juta set APD dengan nilai proyek Rp3,03 triliun yang dikorupsi. Akibatnya negara merugi hingga Rp625 miliar.
Berdasarkan sumber Tribunnews.com, pihak-pihak yang telah dijerat yakni, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Budi Sylvana, Direktur PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik, dan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo.
Para tersangka dijerat dengan pasal memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Lima orang pun telah dicegah bepergian keluar negeri terkait penanganan perkara ini.
Mereka yaitu Budi Sylvana (PNS Kemenkes), Satrio Wibowo (Swasta), Ahmad Taufik (Swasta), A Isdar Yusuf (Advokat), dan Harmensyah (PNS BNPB).
Terkait pengadaan APD untuk Covid-19 ini sebelumnya sempat bergulir Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) atas perkara wanprestasi.
PN Jakarta Selatan memenangkan gugatan PT Permana Putra Mandiri terhadap tiga tergugat, yaitu PPK dr Budi Sylvana MARS, Kemenkes RI, dan Badan Penanggulangan Bencana (BNPB).
Putusan ini diketok oleh ketua majelis Siti Hamidah dengan anggota majelis Djuyamto dan Agung Sutomo Thoba pada Kamis, 22 Juni 2023.
Dalam putusannya, tiga tergugat itu dinilai telah melakukan ingkar janji atau wanprestasi terkait pembelian APD terhadap PT Permana Putra Mandiri yang dipesan pada saat Indonesia dilanda pandemi Covid-19.
Gugatan itu dimenangkan PT Permana Putra Mandiri dan menghukum Kemenkes dan BNPB sebesar Rp300 miliar lebih.
"Menyatakan Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III telah melakukan ingkar janji atau wanprestasi," demikian bunyi putusan PN Jaksel yang dilansir website PN Jaksel.
Dalam proses penyidikan berjalan, KPK telah menggeledah sejumlah tempat di wilayah Jabodetabek dan Surabaya guna mencari bukti atas perbuatan dari para tersangka.
Tempat dimaksud seperti Kantor BNPB, Kantor Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, salah satu ruangan di Kantor LKPP dan rumah kediaman dari para pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
Tim penyidik menemukan dan mengamankan bukti antara lain dokumen-dokumen pengadaan, catatan transaksi keuangan dan aliran uang ke berbagai pihak termasuk dugaan transaksi pembelian aset-aset bernilai ekonomis dari para pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka.