Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

VIDEO Kisah Endang Astuty, Srikandi PELNI Si Pembaca Navigasi di KM Kelud: Ikuti Jejak Orang Tua

Endang berkeinginan untuk menjadi nakhoda, mengikuti jejak kapten Kartini, nakhoda wanita pertama di Indonesia.

Editor: Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Endang Astuty (33), sosoknya jadi pembeda saat apel pengecekan tiket penumpang di KM Kelud yang tengah menyusuri lautan dari Tanjung Priok, Jakarta Utara menuju Batam.

Endang menjadi satu-satunya wanita di jajaran perwira deck kapal, ia bersama-sama dengan perwira lainnya mengenakan seragam putih dengan pangkat yang menempel di bahu.

Senyumnya ramah meski menyiratkan ketegasan.

Wanita dengan jilbab hitam ini menjabat sebagai mualim 2 yang bertugas untuk membaca navigasi yang bekerja di bawah perintah nakhoda.

Ia bertugas sejak pukul 24.00 WIB hingga 04.00 WIB.

“Jadi perwira deck atau mualim itu ada jam kerjanya."

"Itu disebut dinas jaga laut."

Berita Rekomendasi

"Jadi saya bertanggungjawab tentang pelayaran di atas kapal, tentang navigasi atau alat-alat navigasi di atas kapal,” ujar sosok wanita asal Bekasi, Jawa Barat ini, Sabtu (30/3/2024).

Endang merupakan anak ke empat dari lima bersaudara yang termotivasi jadi pelaut mengikuti jejak orang tua, dan kakak-kakaknya.

Wanita kelahiran 12 Maret 1991 ini mengatakan awalnya ingin menjadi pelaut usai melihat hasil jerih payah kakak-kakaknya yang bekerja di kapal.

"Dari orang tua saya pelaut dan kakak-kakak saya pelaut."

"Kayaknya saya merasa tertantang pengen seperti mereka."

"Karena mungkin tergiur dari gajinya."

"Lihat kakak-kakak itu enak banget," kenangnya.  

Seperti diketahui, bekerja di kapal memiliki gaji yang lebih tinggi pada umumnya daripada pekerja kantoran.

Ia pun merasa tertantang untuk mengikuti jejak ayahnya seperti kakak-kakaknya.

“Akhirnya saya coba-coba dan bisa."

"Saya menikmati pekerjaan saya saat ini."

"Saya bersyukur dan ini jadi passion saya,” katanya.

Endang menepis anggapan orang-orang yang punya kesan berbeda jika wanita bekerja di kapal.

Wanita selama ini dianggap kurang ideal di kapal karena akan jarang pulang, serta pekerjaannya digolongkan penuh resiko mengingat sehari-harinya di lautan.

Ditambah pula, seorang wanita akan berkeluarga dan diharapkan tidak bepergian jauh.

Baca juga: Pengalaman Pertama Naik Kapal, Pemudik Asal Tangsel Puji Layanan KM Kelud

Menurut Endang, wanita itu bisa membuat keputusan untuk arah hidupnya sendiri.

“Jadi saya berpikiran, selama saya masih sendiri, saya akan menikmati pekerjaan saya. Walaupun banyak yang bilang cewek kok jadi pelaut sih?"

"Tapi saya menikmatinya, dan merasa tertantang saja,” katanya.

Endang berkeinginan untuk menjadi nakhoda, mengikuti jejak kapten Kartini, nakhoda wanita pertama di Indonesia.

Endang masuk PELNI tahun 2014 lalu.

Saat itu, ia berlayar dari Ende menuju Kupang.

“Itu ombaknya luar biasa."

"Itu berkesan banget bagi saya karena itu pertama kali saya bekerja dan berlayar."

"Jadi di BMKG juga itu sudah merah. Dan kapalnya tipe 500, tidak sebesar KM Kelud,” katanya sembari mengenang kengerian kala itu.

Baca juga: Kisah Porter di Kapal KM Kelud, Harus Berpacu dengan Waktu hingga Nyaris Kehilangan Penumpang

Bagi mualim 2 tersebut, cuaca buruk menjadi tantangan tersendiri.

Meski begitu, seiring berjalannya waktu, peralatan navigasi pun semakin canggih seperti radar, GPS, ecdis kapal dan lainnya.

“Sebelum berangkat, kami selalu melakukan pengecekan BMKG, mengecek prakiraan tinggi gelombang."

"Jadi kami cek per tujuh hari itu bagaimana kondisi lautnya, apakah berombak dan lainnya."

"Kalau pun berombak ya tetap berangkat."

"Sejauh saya berkerja di kapal belum pernah menunda keberangkatan,” ucapnya.

Mari saksikan video lengkap wawancara Tribunnews.com dengan Endang Astuty.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas