Kejagung Soal Dampak Tambang PT Timah di Babel: Kerusakan Ekologi hingga Biaya Rehabilitasi Besar
Kejagung mengungkapkan dampak pertambangan PT Timah di Bangka Belitung (Babel) mengakibatkan kerusakan ekologi dan biaya rehabilitasi besar.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana mengungkapkan dampak pertambangan PT Timah di Bangka Belitung (Babel) mengakibatkan kerusakan ekologi.
Ketut juga menyebutkan dampak lainnya membuat biaya rehabilitasi lingkungan yang besar.
"Apa itu kerusakan ekologi? Kerusakan sosial ada di sana. Masyarakat yang dulunya sebagai petani, nelayan, itu tidak bisa bekerja lagi. Kenapa? Karena ini sudah rusak lingkungan," kata Ketut kepada Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Kejaksaan Agung Jakarta pada Rabu (3/4/2024).
Kemudian yang terbesar, kata Ketut adalah biaya rehabilitasi lingkungan.
Tidak mudah dan butuh waktu cukup lama untuk memperbaikinya.
"Akibat ulah dari mereka yang tadi, melakukan penambangan liar yang begitu masif dengan lahan yang begitu luas. Kalau ini negara yang menanggulangi besar sekali," sambungnya.
Adapun terkait kisaran kerugian negara hingga Rp271 triliun. Ia menegaskan bukan dalam artian uang negara yang diambil.
Tetapi kata Ketut, kerusakan ekologi hingga biaya rehabilitasi lingkungan tersebut.
Baca juga: Kakak Beradik Bos Tambang asal Bangka Jadi Tersangka Korupsi Timah Harvey Moeis Cs, Ini Perannya
"Sehingga item-item inilah yang menyebabkan kenapa ini menjadi besar seperti itu. Jadi bukan uang negara masuk (Lalu) diambil. Kalau itu terlalu mudah. Bicaranya terlalu mudah," kata Ketut.
"Kita harus bicara penanganan perkara itu secara general dan komprehensif. Jadi harus betul-betul siapa yang harus bertanggungjawab terhadap kegiatan ini," jelasnya.
Ketut juga menjelaskan kasus PT Timah yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 271 triliun itu. Taksiran tersebut melibatkan banyak ahli.
"Banyak ahli yang akan kita libatkan dalam rangka menghitung ini. Jadi nggak ujug-ujug jaksa bisa menghitung sendiri. Nggak. Penyidik nggak bisa, tapi mereka melibatkan semua ahli, ahli berkesimpulan bahwa kerugian negara ini Rp271 triliun," tegasnya.