VIDEO Kisah Haru Mualim III Kapal Pelni Saoda Hasan: Dengar Kabar Ibunda Tutup Usia Saat Berlayar
Baru dua bulan lalu ibu baru pergi meninggalkan saya dan itu sangat terpukul bagi seorang pelaut perempuan
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Selama ini motivasi saya (menjadi pelaut-red) adalah orang tua saya. Baru dua bulan lalu ibu baru pergi meninggalkan saya dan itu sangat terpukul bagi seorang pelaut perempuan."
Suara Mualim III Sr KM Gunung Dempo milik PT Pelni (Persero) Saoda Hasan bergetar saat menceritakan kisah keluarganya.
Saoda lahir dari keluarga yang tidak berkecukupan.
Profesi pelaut dipilih untuk memperbaiki ekonomi keluarganya.
Wanita asal Banda Neira ini harus mendengar kabar ibunya tutup usia di tengah tugas dinas berlayar.
“Baru dua bulan lalu ibu baru pergi meninggalkan saya."
"Itu sangat terpukul bagi seorang pelaut perempuan, yang kita kerja jauh dari orang tua, keluarga apabila mereka harus pergi"
"Itu sesuatu yang paling sakit, paling sedih dan tidak akan pernah terlupakan momen di saat orang tua meninggalkan kita," kisah Saoda menahan tangisnya saat wawancara eksklusif dengan Tribunews.com, Rabu (3/4/2024).
Kala itu, Saoda sedang perjalanan dari Surabaya ke Makassar.
Perusahaan dan nakhoda memberikan izin Saoda untuk turun di Pelabuhan Makassar, tempat ibunda tinggal.
Dia masih memiliki kesempatan untuk melihat ibunda untuk kali terakhir.
Sepanjang perjalanan air mata Saoda dirasa sudah habis, hanya kesedihan yang ia rasakan.
Tinggalkan Anak
Selama ini putrinya Aufa Tazkia Tajuddin selalu dititipkan ke ibu kandungnya di Makassar.
Setelah ibunya pergi, Saoda harus menitipkan putrinya ke kakaknya.
Saoda merasa sangat kurang mecurahkan rasa sayangnya kepada anak selama ini.
“Saya meninggalkan anak saya saat masih berusia dua bulan,” aku dia.
Anaknya terpaksa ditinggal karena panggilan tugas.
Putri semata wayangnya itu merupakan hasil pernikahan dengan Tajuddin pada tahun 2017 yang juga berprofesi pelaut kapal swasta.
Kondisi tersebut membuat perasan Saoda menjadi kalut.
Wanita 38 tahun tersebut bimbang apakah harus bertahan bekerja di laut atau mencoba peruntungan di darat
Saoda sedang memantapkan hatinya sekarang.
Berharap ada peluang untuk lebih dekat dengan si kecil.
“Dia ini (Aufa) broken home,” kata Saoda dengan pandangan kosong.
Kedua orang tua pergi berlayar tentu bukan sesuatu yang mudah bagi hati mungil Aufa.
Akan tetapi, Saoda mencoba berpikir positif bahwa ada hikmah di mana putrinya bisa menjadi lebih mandiri.
“Saya punya keinginan dan harapan bisa pindah ke darat sehingga bisa lebih banyak memantau anak saya yang sudah mau masuk ke sekolah dasar,” ucapnya.
Tiga bulan meninggalkan anak terasa sangat lama bagi Saoda.
Terlepas dari itu, Mualim III Saoda Hasan mengatakan seorang pelaut perempuan harus tangguh dan tidak perlu ragu untuk menggapai cita-cita.
Menurutnya, ada sosok nakhoda wanita pertama di Indonesia yaitu Kapten Kartini yang sudah membuktikan.
“Jangan berpikir perempuan selalu berada di belakang laki-laki, kita sudah punya presiden perempuan, direktur juga perempuan,” ucap Saoda.
Dia mengajak adik-adik junior yang bekerja di pelayaran agar optimistis tidak perlu takut.
Keberadaan wanita pelaut di atas kapal justruu memberikan warna.
“Saya 10 tahun di atas kapal Pelni tidak pernah dilecehkan atay diganggu oleh perwira-perwira malah saya dijaga, dilindungi dan dihormati oleh bapak-bapak yang ada di atas kapal,” pungkasnya.(Tribunnews.com/Reynas Abdila)