KPAI Minta Kominfo Blokir Game Online Berbau Kekerasan
KPAI meminta Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) memblokir game online yang memberikan dampak buruk terhadap anak.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) memblokir game online yang memberikan dampak buruk terhadap anak.
“Sudah seharusnya pemerintah dalam hal ini Kominfo segera bertindak, keluarkan regulasi untuk membatasi anak-anak menggunakan game online, terutama game online yang menjurus kekerasan dan seksualitas,” kata Komisioner KPAI, Kawiyan, dalam keterangannya, Selasa (9/4/2024).
Kawiyan menilai sudah banyak kasus yang terjadi akibat dampak game online ke anak.
Hal ini mulai dari kasus pornografi anak di Soetta dalam perkembangannya juga disangkakan sebagai kejahatan perdagangan orang, ini awalnya gara-gara game online.
“Selain kasus di Soetta, ada kasus anak membunuh orang tuanya, semua berawal dari game online. Dan, masih banyak lagi kasus-kasus kriminal karena dampak dari game online,” katanya.
Kominfo, menurut Kawiyan, harus segera menerbitkan aturan, apakah itu memblokir game online yang mengandung kekerasan dan seksualitas, atau membatasi penggunaan game online.
Dirinya meminta Kominfo dapat bersikap tegas dalam menyikapi munculnya game online ini.
"Kominfo harus tegas, blokir atau batasi. Selain itu, peran keluarga dan sekolah juga harus ditingkatkan, orang tua harus ketat mengawasi anak-anak kita saat main game online,” ujarnya.
Baca juga: Tersangka Pencabulan 27 Anak Laki-laki di Tapanuli Tengah Ditangkap, Korban Diajak Main Game Online
Dirinya menyontohkan game-game online yang beredar saat ini seperti game-game perang-perangan.
“Banyak dampak negatif bagi anak-anak kita, sekarang ini banyak anak-anak kita berkata kasar, seperti mampus, sialan karena kalah dan menang permainan game online. Sungguh sangat berbahaya game online itu bagi anak-anak kita,” ujarnya lagi.
Selain itu, KPAI juga meminta perusahaan game tersebut ikut bertanggung jawab terhadap dampak buruk yang ditimbulkan ke anak-anak karena memainkan game tersebut.
“Perusahaan game juga harus bertanggung jawab. Dampak buruknya sudah luar biasa, jadi pemerintah dan kita semua jangan anggap enteng masalah ini, ini sudah serius dan pemerintah harus mengeluarkan kebijakan khusus soal game-game online ini,” tandasnya.
Sementara itu, Psikolog, Fabiola Audrey Najoan mengungkapkan pada dasarnya permainan yang sedang banyak disukai anak-anak seperti Free Fire banyak sekali memaparkan atau bahkan memiliki misi-misi kekerasan yang harus diselesaikan.
Anak-anak yang belum memiliki pemahaman yang kuat terkait perilaku terpuji dan tidak terpuji, sangat tidak dianjurkan untuk memainkan permainan seperti ini.
Selain sarat akan kekerasan, ada pula permainan online maupun offline yang tanpa disadari bermuatan seksual.
“Apalagi permainan online tentu disertai dengan adanya chat room bisa dengan kawan atau orang asing. Saat bertemu dengan orang asing inilah keamanan anak-anak perlu diwaspadai. Kerena tidak bisa dipungkiri kalau banyak sekali predator seksual yang terkesan baik,” ungkap Fabiola.
Selain kekerasan seksual, anak-anak pun tidak dianjurkan untuk memainkan game-game tersebut karena proses belajar anak-anak itu adalah meniru.
Anak-anak akan mengamati tindakan-tindakan kekerasan dalam game tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.