Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rokok Ilegal Masih Menjamur, Rumusan CHT 2025 Dinilai Perlu Ditinjau Ulang

jika ingin menaikkan tarif cukai di tahun 2025, Pemerintah perlu meninjau kembali rumusan yang membentuk tarif cukai.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Rokok Ilegal Masih Menjamur, Rumusan CHT 2025 Dinilai Perlu Ditinjau Ulang
Istimewa
ILUSTRASI Permintaan rokok yang tinggi ini tidak sebanding dengan kemampuan ekonomi masyarakat sehingga menyebabkan terjadinya peredaran rokok ilegal. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kepala Center of Industry, Trade, and Investment INDEF Andry Satrio Nugroho berpendapat bahwa jika ingin menaikkan tarif cukai di tahun 2025, Pemerintah perlu meninjau kembali rumusan yang membentuk tarif cukai.

Rumusan yang baku, transparan, dan jelas sangat berpengaruh pada penerimaan negara dan juga keberlangsungan dari IHT itu sendiri

“Pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan faktor kesehatan dijadikan saat ini bagi para Pemerintah dalam menentukan besaran cukai CHT. Misalnya saja dengan asumsi pertumbuhan ekonomi di 2025 mencapai 5 persen, lalu inflasi di angka 3% dan faktor kesehatan tidak lebih dari 1%, sehingga semestinya tarif CHT di kisaran 9%," jelas Andry melalui keterangan tertulis, Selasa (23/4/2024).

"Sehingga pelaku usaha bisa lebih bersiap untuk menaikkan setorannya pada negara. Karena implikasinya dengan kenaikan tarif cukai yang dua digit tersebut produksi dari industri hasil tembakau itu menurun dan penerimaan negara dalam bentuk cukai hasil tembakau itu juga otomatis menurun,” tambah Andry.

Pengendalian konsumsi rokok, kata Andry, tidak hanya terletak pada tarif cukai saja tetapi juga pada insentif dan fiskal.

Apalagi kenaikan cukai yang eksesif bagi IHT akan berdampak ke sektor lain yang terkait seperti pertanian, padat karya, tenaga kerja, dan juga ritel.

Berita Rekomendasi

"Sampai saat ini belum ada arah yang jelas kesana dan masih bersifat memaksa. karena kalau kita hanya fokus pada kenaikan tarif cukai pasti akan berimplikasi pada meningkatnya rokok ilegal,” jelasnya.

Sebab saat cukai naik terlalu tinggi, harga rokok pun langsung ikut meningkat. Sementara itu pabrikan tidak bisa begitu aja mengalihkan beban kenaikan tarif cukai secara langsung dan serentak kepada konsumen.

Hasilnya konsumen terpaksa berpindah ke rokok yang lebih terjangkau dan malah membuka peluang pasar yang lebih luas bagi peredaran rokok ilegal.

Tingginya peredaran rokok ilegal pun terlihat dari penindakan yang dilakukan Bea Cukai sepanjang 2023.

Melalui Operasi Gempur Rokok Ilegal tahap dua ditemukan peredaran rokok ilegal melalui PJT mengalami peningkatan dengan jumlah barang hasil penindakan mencapai 73,5 juta batang.


"Kami menilai estimasi rokok ilegal yang disurvei oleh Bea Cukai masih tergolong rendah. Karena etika rokok ilegal terus meningkat tentu cerminan yang buruk terhadap Bea Cukai. Padahal kalau kita berbicara rokok ilegal tidak hanya tupoksi Bea Cukai tapi sudah masuk kejahatan internasional atau kejahatan cross border,” ungkapnya.

Menurut Andry, hal tersebut yang membuat kenapa survei rokok ilegal itu selalu rendah sehingga diperlukan data pembanding untuk melihat apakah betul survei yang dilakukan oleh Kemenkeu telah mencakup peradaran rokok ilegal secara menyeluruh.

"Baik dari segi asosiasi dan kami sendiri menilai peredaran rokok ilegal semakin besar seiring dengan meningkatnya tarif cukai yang cenderung esksesif,” pungkas dia.

Dalam kesempatan yang berbeda, Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, turut menyoroti kebijakan kenaikan CHT di tahun 2023-2024 juga dinilai tidak mampu membendung maraknya perpindahan konsumsi ke rokok murah dan rokok ilegal.

Dia mengimbau pemerintah harus lebih serius dalam menutup usaha rokok ilegal untuk meningkatkan penerimaan negara.

Sebab, angka kerugian negara dari usaha ilegal, termasuk rokok ilegal, jumlahnya sudah sangat tinggi untuk dapat ditambal oleh negara.

Baca juga: Penerimaan Bea Cukai Rokok Turun, Berikut Analisa Pengamat

“Permasalahannya kalau rokok ilegal dengan harga Rp15 ribu itu semuanya masuk ke perusahaan, sedangkan rokok legal yang masuk ke perusahaan hanya 25%, selebihnya masuk ke negara berupa cukai," tuturnya.

Data tersebut terefleksi dari realisasi setoran cukai dalam penerimaan kepabenan dan cukai hingga 15 Maret 2024 pun ikut menyusut 5,9% akibat penurunan produksi barang kena cukai (BKC) utamanya hasil tembakau (HT). 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas