Founder Sriwijaya Air Tak Ditahan Meski Sudah Tersangka Korupsi Timah, Kejagung: Katanya Sakit
Pun saat ditanya mengenai peluang tersangka dijemput paksa, pihak Kejaksaan Agung masih belum bisa memastikannya.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung telah menetapkan founder atau pendiri Sriwijaya Air, Hendry Lie dan empat orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Keempat orang lainnya itu yakni adik Hendry Lie yang juga Marketing PT Tinindo Inter Nusa, Fandy Lingga; Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung aktif, Amir Syahbana; Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015 sampai Maret 2019, Suranto Wibowo; dan Plt Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, BN.
Kellima tersangka itu dipanggil jaksa penyidik untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Kejaksaan Agung pada Jumat lalu, 26 April 2024.
Namun hari itu, Hendry Lie memilih tidak mengindahkan panggilan pemeriksaan itu.
Alhasil, hari itu hanya empat tersangka yang ditahan pihak Kejaksaan Agung seusaai pemeriksaan.
Sementara Hendry Lie yang juga merupakan owner perusahaan tambang, PT Tinindo Inter Nusa, masih bisa menghirup udara bebas.
Baca juga: Kamaruddin Simanjuntak Soroti Perjanjian Pisah Harta Harvey Moeis dan Sandra Dewi: Harus Ditelusuri
Menurut Kejaksaan Agung, Hendry Lie tidak hadir pada hari penetapannya sebagai tersangka karena sakit.
"Katanya HL sakit," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana saat dikonfirmasi, Minggu (28/4/2024).
Menurut Ketut, hingga kini tersangka itu masih dalam kondisi sakit.
Karena itulah, pemanggilan ulang terhadap Hendry Lie sejauh ini belum dijadwalkan.
Pun saat ditanya mengenai peluang tersangka dijemput paksa, pihak Kejaksaan Agung masih belum bisa memastikannya.
"Yang bersangkutan menurut informasi dari penyidik dalam kondisi sakit," kata Ketut.
Baca juga: Tewasnya Brigadir RAT Agak Janggal, Kompolnas Bakal Klarifikasi Polda Sulut: Cuti Atau Di-BKO-kan?
Dalam perkara ini, Hendry Lie dan Fandy Lingga disebut-sebut memiliki peran yang mirip dengan Harvey Moeis, suami Sandra Dewi.
Mereka diduga membentuk perusahaan-perusahaan boneka.
Perusahaan boneka yang dibentuk Hendry Lie dan Fandy Lingga yakni CV BPR dan CV SMS.
Melalui perusahaan-perusahaan boneka, kakak beradik itu mengkondisikan kegiatan pengambilan timah secara ilegal di wilayah ijin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Tentu saja kegiatan itu dilakukan dengan persetujuan oknum PT Timah.
Kerja sama dengan oknum tersebut pun ditutup rapat dengan kedok penyewaan peralatan processing peleburan timah.
"HL dan FL diduga bereran dalam pengkondisian pembiayan kerja sama penyewaan peralatan processing peleburan timah sebagai bungkus aktivitas kegiatan pengambilan timah dari IUP PT Timah. Keduanya membentuk perusahaan boneka yaitu CV BPR dan CV SMS dalam rangka untuk melaksanakan atau memperlancar aktivitas ilegalnya," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kuntadi dalam konferensi pers Jumat (26/4/2024).
Daftar Tersangka dan Nilai Kerugian Negara
Dengan bertambahnya lima tersangka baru, maka Kejaksaan Agung sudah menetapkan 21 tersangka dalam perkara ini termasuk obstruction of justice (OOJ) atau perintangan penyidikan.
Di antara para tersangka yang sudah ditetapkan, terdapat penyelenggara negara, yakni: Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2021 sampai 2024, Amir Syahbana; Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015 sampai Maret 2019, Suranto Wibowo; Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, BN; M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku mantan Direktur Utama PT Timah; Emil Emindra (EML) selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018; dan Alwin Albar (ALW) selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah.
Baca juga: Rais Aam NU Doakan Prabowo jadi Pemimpin yang Adil, Amanah dan Sukses
Kemudian selebihnya merupakan pihak swasta, yakni: Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN); Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA); Komisaris CV VIP, Kwang Yung alias Buyung (BY); Direktur Utama CV VIP, Hasan Tjhie (HT) alias ASN; General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) Robert Indarto (RI); Suwito Gunawan (SG) alias Awi selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Gunawan alias MBG selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP); Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah (RA); Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim; perwakilan PT RBT, Harvey Moeis; Owner PT TIN, Hendry Lie; dan Marketing PT TIN, Fandy Lingga.
Sedangkan dalam obstruction of justice (OOJ), Kejaksaan Agung telah menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron sebagai tersangka.
Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 271 triliun.
Bahkan menurut Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksan Agung, nilai Rp 271 triliun itu akan terus bertambah. Sebab nilai tersebut baru hasil penghitungan kerugian perekonomian, belum ditambah kerugian keuangan.
"Itu tadi hasil penghitungan kerugian perekonomian. Belum lagi ditambah kerugian keuangan negara. Nampak sebagian besar lahan yang ditambang merupakan area hutan dan tidak ditambal," kata Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Senin (19/2/2024).
Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian tersangka OOJ dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain tipikor, khusus Harvey Moeis dan Helena Lim juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).