Djarot Respons Kader PDIP Usul Politik Uang Dilegalkan: Ungkapan Kekecewaan, Tapi Kita Tolak
Ketua DPP PDIP, Djarot Syaiful Hidayat mengatakan usulan kadernya di DPR agar politik uang dilegalkan adalah bentuk kekecewaan.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PDIP, Djarot Syaiful Hidayat mengatakan usulan anggota komisi II DPR RI fraksi PDIP, Hugua agar money politic alias politik uang dilegalkan adalah bentuk kekecewaan.
"Ini sebetulnya bentuk kejengkelan bentuk keputusasaan, bentuk keprihatinan dan kegeraman yang mendalam," kata Djarot di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Kamis (16/5/2024).
Djarot menyebut kekecewaan itu ditenggarai adanya praktik demokrasi liberal money politics yang hampir terjadi di semua wilayah.
Menurutnya, saat ini politik uang sangat masif dilakukan.
Bahkan, terjadi di sekitar tempat pemungutan suara (TPS).
"Tidak ada lagi istilah serangan fajar boleh, subuh boleh, zuhur boleh, ashar boleh, magrib boleh, bebas, tengah malam boleh dan ada beberapa tempat itu terang-terangan di dekat TPS, tapi dibiarin saja," ujar Djarot.
Baca juga: Dede Yusuf Tolak Usul Legalkan Politik Uang: Orang Akan Berlomba-lomba Cari Duit Tidak Benar
Bahkan, kata dia, politik uang juga dilaporkan banyak terjadi dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024 kemarin.
Namun, Djarot menegaskan pihaknya menolak politik uang meksipun ungkapan Hugua adalah bentuk kekecewaan.
"Jadi ungkapan kekecewaan, kejengkelan diungkapkan dengan cara seperti itu yang tentu saja kita tolak. Ini sebagai warning supaya Pilkada tidak lagi diwarnai seperti ini meskipun rasanya sulit," jelasnya.
Baca juga: Politisi PDIP Usul Politik Uang Dilegalkan, Formappi: Parpol Biang Kerusakan Pemilu
Di samping itu, dia menuturkan maraknya praktik politik uang tak bisa menyalahkan masyarakat.
"Apakah kita harus menyalahkan rakyat yang menerima duit itu? Enggak. Apa artinya? rakyat tidak percaya dengan pemerintah," ungkap Djarot.
Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini mewanti-wanti agar Pilkada tak dibiayai para pemodal.
"Jangan sampai jika terjadi money politic, biaya elektoral tinggi akan ditanggung dibiayai pemodal, oligarki, pemilik tambang, pemilik kebun, para kontraktor," kata Djarot.
Usulan melegalkan politik uang ini disampaikan Hugua dalam rapat dengar pendapat (RDP) di ruangan Komisi II, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu siang.
Hugua meminta KPU membuat peraturan untuk melegalkan politik uang dalam kontestasi Pemilu.
"Tidak kah kita pikir money politic dilegalkan saja di PKPU dengan batasan tertentu?" ucapnya.
Menurut Hugua, politik uang adalah keniscayaan dan anggota DPR bisa saja tak terpilih tanpa politik uang.
"Karena money politic ini keniscayaan, kita juga tidak (terpilih tanpa) money politic tidak ada yang memilih, tidak ada pilih di masyarakat karena atmosfernya beda," ujarnya.
Anggota DPR daerah pemilihan (dapil) Sulawesi Tenggara ini meminta KPU melegalkan politik uang dengan batasan tertentu.
"Jadi sebaiknya kita legalkan saja dengan batasan tertentu. Kita legalkan misalkan maksimum Rp 20.000 atau Rp 50.000 atau Rp 1.000.000 atau Rp 5.000.000," ungkapnya.
Hugua menegaskan Pemilu selama ini seakan-akan kontestasi para saudagar karena politik uang sangat masif.