Jadi Saksi Meringankan Karen Agustiawan, JK Singgung soal Ketahanan Energi
Karen dalam perkara ini telah didakwa jaksa penuntut umum KPK melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan LNG di Pertamina.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) mengatakan bahwa ketahanan energi mutlak dilakukan semua negara termasuk Indonesia.
Adapun hal itu disampaikan JK saat bersaksi menjadi saksi meringankan terdakwa mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024).
Baca juga: Jusuf Kalla Tiba-tiba Sambangi Pengadilan Tipikor, Jadi Saksi Kasus Apa?
"Ada dua ketahanan yang selalu negara apapun, harus menjaga dan mempertahankannya, yaitu kebijakan pangan dan energi," kata JK di persidangan.
Kenapa pangan, lanjut JK karena kalau tidak ada makanan tentu berbahaya.
"Energi juga kalau tidak ada energi yang cukup suatu bangsa maka tentu masalah besar bangsa itu. Dan ekonomi sulit dan investor atau industri akan macet," jelasnya.
Maka menurutnya ketahanan energi mutlak dilakukan oleh satu negara termasuk Indonesia.
Baca juga: Bersaksi di Kasus Korupsi Eks Dirut Pertamina, JK Singgung Kebijakan Jokowi Terkait Impor Energi
"Kemudian yang kedua pada awal pemerintahan SBY-JK 2004-2005 terjadi krisis energi yang besar. Sehingga harga minyak waktu itu mencapai 90 Dollar per barrel," lanjutnya.
Maka terjadi difisit anggaran, kata JK terjadi masalah besar pada waktu. Sehingga pemerintah mengambil kebijakan untuk mengatasi masalah krisis energi 2005.
"Mengurangi subsidi, hemat energi, mengurangi kebutuhan BBM," jelasnya.
Sebagai informasi, Karen dalam perkara ini telah didakwa jaksa penuntut umum KPK melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan LNG di Pertamina periode 2011-2021.
Jaksa mendakwa perbuatan Karen itu merugikan keuangan negara sebesar 113,8 juta dolar AS atau Rp1,77 triliun.
Katanya, tindak pidana itu memperkaya Karen bersama SVP Gas and Power PT Pertamina periode 2013-2014, Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina 2012-2014, Hari Karyuliarto sebesar Rp1,09 miliar dan 104.016 dolar AS. Perbuatan itu juga memperkaya Corpus Christi Liquefaction (CCL) sebesar 113,83 juta dolar AS.
Baca juga: Karen Agustiawan Ungkap Alasannya Minta JK Jadi Saksi Meringankan di Sidang Korupsi Pertamina
Menurut jaksa, PT Pertamina melakukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pada periode 2011-2021.
Namun Karen tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris PT Pertamina dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Meski tanpa tanggapan dewan komisaris dan persetujuan RUPS, Yenni mewakili Pertamina menandatangani LNG sales and purchase agreement dengan Corpus Christu Liquefaction.
Kemudian, Hari Karyuliarto menandatangani pengadaan LNG tersebut untuk tahap dua, yang juga tidak didukung persetujuan Direksi di PT Pertamina dan tanggapan tertulis dari Dewan Komisaris dan persetujuan RUPS PT Pertamina.
Selain itu, pengadaan itu dilakukan tanpa adanya pembeli LNG yang telah diikat dengan perjanjian.
Dalam perkara ini Karen didakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.