Pemerintah Bakal Perkenalkan Sistem Subak di Level Internasional pada World Water Forum
Akan dieksplorasi sistem Subak di Bali yang berakar kuat pada filosofi dan budaya masyarakat adat dan kaitannya dengan jalur rempah
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ajang Gelaran World Water Forum (WWF) ke-10 akan dilengkapi dengan forum diskusi mengenai Subak dan Jalur Rempah, Kearifan Lokal Pengelolaan Air.
Acara ini digelar di Bali International Covention Center pada Sabtu, 25 Mei 2024.
Hadir sebagai pembicara, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Hilmar Farid, Wakil Direktur Jenderal UNESCO, Xing Qu, Pengelola Pura Ulun Danau Batur dan dosen Universitas Udayana, I Ketut Eriadi Ariana, dan moderator I Gusti Ngurah Gede Agung Pradipta, dari Universitas Pendidikan Nasional Bali.
"Dalam sesi ini, akan dieksplorasi sistem Subak di Bali atau sistem pengelolaan air tradisional yang berakar kuat pada filosofi dan budaya masyarakat adat, dan kaitannya erat dengan Jalur Rempah. Hal ini sejalan dengan tema utama forum yaitu “Air untuk Kemakmuran Bersama," ujar Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Kemendikbudristek, Irini Dewi Wanti melalui keterangan tertulis, Minggu (19/5/2024).
Subak dan Spice Route menunjukkan prinsip-prinsip kesejahteraan bersama dengan menunjukkan bagaimana praktik pengelolaan air berkelanjutan.
Konsep ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat, mendorong stabilitas ekonomi, kohesi sosial, dan pengayaan budaya.
Forum ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan, termasuk pembuat kebijakan, peneliti, dan masyarakat local.
Lalu tentang nilai pengetahuan tradisional Indonesia dalam mengatasi tantangan kontemporer terkait air, seperti mata pencaharian, pelestarian keanekaragaman hayati air, dan pemberdayaan masyarakat.
"Selama 10 tahun terakhir, dialog antara pengelola air dan ahli warisan budaya telah diselenggarakan mengenai pentingnya warisan material, tata kelola dan spiritual terkait air untuk tantangan pengelolaan air saat ini dengan tujuan meningkatkan minat untuk 'belajar dari masa lalu' dan memberi nilai tambah pada intervensi pengelolaan air di masa depan," katanya.
Dalam kehidupan masyarakat Bali, dua kearifan lokal ini telah menjadi ciri khas yang tak tergantikan. Manajemen air melalui subak dan penggunaan rempah-rempah dalam kehidupan sehari-hari.
Baca juga: KTI Siap Bangun Pengelolaan Air Bersih di Seluruh Kawasan Industri
Sejak zaman dahulu hingga kini, keduanya tetap lestari, menjadi tulang punggung budaya Bali yang kaya.
"Mengambil langkah pertama menuju penjelajahan yang mendalam terhadap kekayaan budaya Bali, TELU hadir sebagai titik temu harmoni dan warisan," ucap Irini.
TELU, yang bermakna "tiga" dalam bahasa Bali, tidak hanya mencerminkan filosofi Tri Hita Karana yang mendalam, melainkan juga menghidupkan kembali kearifan kuno melalui serangkaian pengalaman yang memikat.
Menulusuri Pasar Rempah pada jalur rempah-rempah kuno, TELU mengajak kita untuk menyingkap kenikmatan aromatik di Pasar Rempah.
"Temukan kekayaan cita rasa, wewangian, dan kuliner eksotis dalam perjalanan ini," ungkapnya.
Melalui seni yang dinamis, TELU mengungkap jiwa Bali. Keindahannya dapat dilihat dalam setiap sapuan kuas dan gerakan tarian, yang memperlihatkan kekayaan warisan dan kreativitas tak terbatas.
"Di balik kemegahan Subak, sistem irigasi tradisional Bali, terletak harmoni alam dan masyarakat. TELU membawa Anda untuk menemukan kearifan mendalam dalam praktik kuno ini, yang menjadi warisan abadi untuk pertanian berkelanjutan," pungkasnya.
Dari sesi ini, peserta akan memperoleh wawasan tentang bagaimana pengetahuan tradisional dapat menawarkan solusi efektif untuk mengatasi tantangan global kontemporer.