Komisioner KPAI: Kasus Pornografi Anak Meningkat Efek Game Online
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memiliki 15 sub-klaster yang menangani anak-anak korban salah duanya pornografi dan cybercrime.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memiliki 15 sub-klaster yang menangani anak-anak korban salah duanya pornografi dan cybercrime.
Hal itu disampaikan Komisioner KPAI Kawiyan saat podcast bersama Tribun Network di Studio Gedung Palmerah Jakarta, Rabu (22/5/2024).
KPAI menyoroti kasus pornografi yang berada di urutan kelima sub-klaster perlindungan khusus anak.
Baca juga: Komisioner KPAI Kawiyan: Kecanduan Game Online Tergantung Pola Asuh Orang Tua
“Game online sering menjadi pintu masuk kasus pornografi,” tegas Kawiyan.
Kawiyan menuturkan kasus yang terjadi belum lama ini yakni delapan anak usia 12 sampai 17 tahun menjadi korban pornografi diungkap oleh Polres Bandara Soekarno Hatta.
“Korban pornografi, korban perdagangan anak dan bermula itu dari game online,” tukasnya.
Meski demikian, game online sejatinya juga memiliki potensi pendapatan negara yang amat besar.
Baca juga: Angka Pornografi Anak Indonesia Rangking 4 Dunia, Ada 5,5 Juta Konten Pornografi dalam Kurun 4 Tahun
Pemerintah pun sudah serius melirik sektor game dengan dikeluarkannya peraturan presiden nomor 19 tahun 2024 tentang percepatan dan pengembangan industri game.
“Tentu saja kalau pemerintah ingin mengembangkan game sebagai sumber pendapatan tentu harus kita dukung ya. Asal memperhatikan dampak-dampak negatifnya,” pungkasnya.
Lanjutan Petikan Wawancara Eksklusif Tribun Network dengan Komisioner KPAI Kawiyan:
Apakah ada divisi khusus di KPAI untuk menangani kasus kecanduan game online ini Pak?
Di KPAI itu ada 15 sub-klaster perlindungan khusus anak. Walaupun kebetulan saya yang bertugas untuk mengampu sub-klaster anak korban pornografi dan cybercrime. Jadi saya melakukan pengawasan dan kasus-kasus anak korban pornografi, game online dan sebagainya.
Berarti kasus pornografi mengalami peningkatan efek game online ini Pak?
Pornografi termasuk yang tinggi. Di KPAI datanya berada di urutan kelima sub-klaster perlindungan khusus anak. Saya tambahkan game online sering menjadi pintu masuk kasus pornografi.
Kita masih ingat kasus yang ditangani di Polres Bandara Soekarno Hatta. Ada delapan anak usia 12 sampai 17 tahun menjadi korban ya. Korban pornografi, korban perdagangan anak dan bermula itu dari game online.
Perkenalan antara korban dan pelaku melalui game online. Maka sudah sewajarnya kalau kita semua menaruh perhatian yang besar. Kemudian pemerintah juga membuat berbagai regulasi yang memberikan proteksi, perlindungan terhadap kepada anak dari ancaman game online tersebut.
Ngomongin game online, ini kan sebuah industri besar modernisasi, kemudian banyak juga game-game online yang legal gitu. Ada banyak orang tua mau melihat anaknya menjadi atlet esports gitu Pak. Bagaimana KPAI melihat kondisi ini Pak?
Ya ini sepertinya juga pemerintah mulai melirik sektor game ya. Sektor game juga belum lama keluar peraturan presiden nomor 19 tahun 2024 tentang percepatan dan pengembangan industri game.
Tentu saja kalau pemerintah ingin mengembangkan game sebagai sumber pendapatan tentu harus kita dukung ya. Asal memperhatikan dampak-dampak negatifnya.
Nah pemerintah memprediksi bahwa data pengguna game saat ini di Indonesia itu yang bersumber dari kominfo itu 174 juta. Dan itu akan ditingkatkan lagi. Kemudian dari segi pendapatan saat ini pendapatan dari game itu sudah mencapai Rp25 triliun dan pemerintah berencana untuk meningkatkan lagi.
Sekali lagi kami ingatkan bahwa industri game jangan sampai mengorbankan anak-anak, masa depan anak-anak karena semua sepakat bahwa game ada dampak-dampak negatifnya yang kalau tidak diantisipasi anak-anak kita akan menjadi korban.
Apalagi selama ini game ya lebih dari 95 persen game itu masih merupakan produk asing ya oleh karena itu Indonesia akan mengembangkan game lokal gitu. Nah sekali lagi bahwa kami mengingatkan supaya dalam pengembangan industri game itu diantisipasi dampak negatifnya.
Belum lama KPAI melakukan rapat koordinasi dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Pak Sandiaga Uno kami diminta memberi masukan terkait dengan perpres itu. Kami sampaikan bahwa perpres itu kurang menampung atau kurang melibatkan kementerian yang bergerak.
Keterlibatan kementerian dan lembaga yang bergerak di bidang perlindungan anak seperti Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan juga Komisi Perlindungan Anak Indonesia masih kurang.
Nah saat diskusi Pak Menteri mengatakan bahwa ini akan kami tampung dan ke depan akan kami libatkan karena memang harus diantisipasi bahwa game itu di satu sisi penghasil devisa di sisi lain juga punya dampak-dampak negatif yang kalau tidak diantisipasi akan menjadi korban kita semua. Anak-anak akan menjadi korban dari dampak negatif game tersebut.
Kalau Bapak bilang tadi mungkin kurang melibatkan kementerian-kementerian terkait dengan perlindungan game online. Apakah dari struktur-struktur perpresnya sudah seperti yang KPAI inginkan atau masih ada yang kurang?
Masih ada yang kurang karena kami kemarin sudah menyampaikan rekomendasi tertulis kepada Pak Menteri. Dan Pak Menteri berjanji akan dalam pelaksanaan nanti akan menampung akan melaksanakan rekomendasi yang dibuat oleh KPAI.
Boleh dibocorin nggak sih Pak apa saja deskannya?
Ya pada desakannya adalah bahwa supaya dampak negatif itu dipertimbangkan, diantisipasi juga gitu, karena memang faktanya game banyak anak yang korban kecanduan game dan sebagainya.
Apakah KPAI bisa memberikan panduan kepada orang tua terkait dengan masalah kekerasan yang meningkat akibat game online?
Sekali lagi orang tua penting sekali ya posisinya sebagai garda terdepan yang menyelamatkan anak ya karena betapapun peraturan regulasi sudah memberikan proteksi tetapi peran orang tua juga tetap diperlukan.
Misalnya dalam game diawasi, pilih yang diarahkan anak untuk memilih game yang sesuai dengan usia ya. Jangan misalnya anak usia 5 tahun diarahkan untuk memilih game untuk orang dewasa tentukan itu ibarat obat juga kan dosisnya berbeda.
Lalu waktu ya anak orang tua harus disiplin ya, tegas terhadap waktu, jangan sampai membiarkan anak berlama-lama untuk main game karena itu anak waktu istirahatnya akan berkurang, waktu belajar akan berkurang, waktu bersama orang tua juga akan berkurang dan yang lain-lain.
Ngomongin orang tua agak sedikit, ada beberapa berita belakangan ini Pak bagaimana sebenarnya game online yang mengarahkan judi online ini juga kan berdampak kepada keluarga, perceraian, mungkin anak-anak juga tidak mendapatkan haknya. Itu ada peningkatan juga Pak pelaporannya di KPIA?
Judi online KPAI belum menerima laporan atau pengaduan. Yang ada selama ini adalah KPAI melakukan pengawasan di lapangan. Kalau pengawasan di lapangan kami mempercayai data dari Kominfo bahwa sebagian besar judi online itu yang transaksinya itu Rp100 ribu ke bawah.
Tetapi jumlah pemainnya besar sekali. Menteri Kominfo mengatakan bahwa mereka adalah ibu-ibu rumah tangga dan juga anak-anak sekolah. Itu yang harus menjadi perhatian kita semua.
Berarti secara nggak langsung juga game online ini kan ada yang berbayar, kalau misalnya angkanya sama berarti ini klasifikasinya kelas menengah ke bawah yang banyak terlibat?
Ya kalau yang data dari Kominfo begitu. Karena angkanya kan kecil tuh Rp100 ribu ke bawah. Tetapi jumlahnya mencapai puluhan juta yang bermain di angka judi online seperti itu.
Apakah perlu imbauan ini juga disampaikan Kemendikbud karena selain orang tua, anak banyak di sekolah yang juga terlibat game online dan judi online?
Saya kira Kemendikbud yang punya sekolah dimana-mana dari SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi tentu punya peran yang besar. Jadi selain orang tua di rumah maka peran sekolah, Kemendikbud sangat penting dalam melakukan pencegahan anak-anak supaya tidak menjadi kecanduan game online dan juga judi online.
Jadi Kemendikbud harus memanfaatkan teknologi untuk menciptakan game online yang sebagai sarana edukasi, sarana pembelajaran. Pada saat yang sama juga harus melakukan pencegahan agar game online dan judi online tidak berkembang di kalangan anak-anak sekolah.
Mungkin dijabarkan ciri-ciri anak kecanduan game online yang kemudian orang tua juga harus perhatikan, yang kemudian bisa dibawa juga ke psikolog sebagai upaya penyembuhan bagaimana Pak?
Dari kasus yang ada itu anak-anak yang kecanduan game online pertama dia tidak mau bersosialisasi secara fisik. Misalnya dia lebih banyak di kamar tetapi dia dengan gadgetnya.
Kemudian waktunya juga habis kemudian cenderung dia emosinya juga menjadi tidak stabil karena banyak dipengaruhi oleh aksi-aksi atau konten-konten yang ada di dalam game online itu.
Orang tua perlu waspada melihat anaknya ada perubahan perilaku perlu diwaspadai dalam arti diajak diskusi, diajak ngobrol, diajak bicara, ditanya apa yang terjadi nak, apa yang dipikirkan, ada apa gitu.
Kalau ngomongin kasus, ada gejala seperti yang tadi Bapak jabarkan harus dibawa ke psikolog tapi kan image psikolog itu kan kayak mahal gitu. Pandangan KPIA bagaimana?
Tetapi kan pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah ada di dinas perempuan dan perlindungan anak ada psikolog yang di handle, di hire untuk menangani kasus-kasus yang memerlukan penanganan seorang psikolog.
Dan walaupun mungkin jumlahnya belum banyak tapi setiap dinas ada. Walaupun kadang-kadang psikolog itu belum PNS ya, belum ASN tapi di hire gitu.
Jadi kalau ada kasus, psikolog itu diundang, dipanggil untuk memberikan, diminta tolong untuk melakukan penanganan dan pendampingan. Juga pekerja sosial gitu.
Mungkin ada pesan-pesan gitu yang mau disampaikan atau mungkin ada yang harus di highlight kepada pemerintah?
Pemerintah saat ini sedang menyusun banyak regulasi ya tentang perlindungan anak di ranah daring. Sudah tadi saya sebutkan ada peraturan pemerintah tentang tata kelola perlindungan anak di dalam penyalanggaraan sistem elektronik.
Juga tadi sudah saya sebutkan ada peraturan menteri kominfo tentang klasifikasi game. Sekarang juga sedang disusun peraturan presiden tentang peta jalan perlindungan anak di ranah dalam jaringan.
Saya kira regulasi-regulasi ini harus saling menguatkan, saling mendukung dalam rangka perlindungan anak Indonesia. Karena memang perlindungan anak merupakan tanggung jawab negara, pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Yang termasuk masyarakat di dalam ini adalah dunia usaha dan media.
Seperti podcast pada hari ini merupakan salah satu bentuk partisipasi tribun sebagai media dalam perlindungan anak. Ikut menyosialisasikan hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan anak. (Tribun Network/Reynas Abdila)