Kapolri & Jaksa Agung Diminta Duduk Bareng Telusuri Insiden Jampidsus Dikuntit Densus 88
Kapolri dan Jaksa Agung diminta duduk bareng membahas terkait insiden penguntitan yang diduga dilakukan oleh tim Densus.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Dewi Agustina
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Taufik Basari turut menanggapi terkait insiden pemantauan atau penguntitan yang dilakukan oleh tim Densus 88 Polri dan Brimob Polri terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI (Kejagung).
Menurut Taufik, kedua pimpinan di lembaga penegak hukum tersebut harus duduk bersama membahas apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana penyebab kondisi itu terjadi.
Baca juga: Densus 88 Pakai Masker dan Diduga Bawa Alat Perekam saat Buntuti Jampidsus di Restoran Perancis
Adapun kedua pimpinan yang dimaksud yakni Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
"Kapolri dan Jaksa Agung mesti duduk bersama untuk menelusuri peristiwa-peristiwa ini, apa penyebabnya, bagaimana latar belakangnya dan siapa pelakunya," kata politikus yang karib disapa Tobas tersebut kepada Tribunnews.com, Minggu (26/5/2024).
Lebih lanjut kata Tobas, apa yang menjadi permasalahan di antara kedua lembaga penegakan hukum tersebut sejatinya harus diketahui oleh masyarakat.
Kapolri dan Jaksa Agung dinilai Tobas berkewajiban memberikan penjelasan kepada publik terkait apa yang terjadi.
"Hasil penelusuran ini harus disampaikan kepada publik karena rakyat berhak tahu apa yang terjadi," ujar dia.
Tobas lantas menyatakan, sejatinya kerja-kerja dan wewenang dari Kejaksaan Agung itu mendapatkan perlindungan negara dari ancaman yang bahkan membahayakan diri.
Tak hanya para petugas di Kejagung, perlindungan itu juga diatur dalam Undang-Undang harus diberikan kepada seluruh keluarganya.
Baca juga: IPW Duga Jampidsus Dikuntit Densus 88 karena Konflik Kewenangan Penanganan Kasus Tambang
"Menurut Pasal 8A UU No 11/2021 tentang perubahan atas UU Kejaksaan, dalam menjalankan tugas dan wewenang, Jaksa beserta anggota keluarganya berhak mendapatkan pelindungan negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau harta benda; dan Pelindungan negara ini dilakukan atas permintaan Kejaksaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia," kata dia.
Atas kondisi yang terjadi belakangan ini, Tobas mendesak agar Jaksa Agung dan Kapolri segera bertemu untuk membahas apa yang sebenarnya terjadi.
Kata dia, dengan adanya komunikasi ini juga bisa secara cepat ditangani apa dampaknya termasuk kepada segi keamanan kerja para jaksa.
"Oleh karena itu, koordinasi antara Jaksa Agung dan Kapolri mesti segera dilakukan untuk juga melokalisir dampak yang terjadi," tukas Tobas.
IPW Duga Ada Persoalan Kasus Korupsi Tambang
Kasus Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah yang dikuntit atau dibuntuti anggota Densus 88 Antiteror Polri menyita perhatian.
Masalahnya, setelah satu anggota Densus 88 Antiteror dikabarkan ditangkap, Kantor Kejaksaan Agung (Kejagung) selalu dibayang-bayangi sejumlah anggota Brimob hingga munculnya drone diduga untuk mengintai.
Terkait itu, Indonesia Police Watch (IPW) sendiri melihat kasus ini merupakan kasus yang serius.
"Pemantauan adalah satu metode surveilance untuk mendapatkan bahan keterangan ataupun data dari yang dipantau. Nah ini agak mengejutkan memang ya, yang dipantau ini Jampidsus oleh Densus. Artinya ini satu sesuatu yang serius," kata Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (25/5/2024).
Baca juga: 3 Info tentang Jampidus Diduga Dikuntit Densus, Siapa Sosok Pemberi Perintah hingga Kasus Timah
IPW melihat pemantauan yang dilakukan anggota Densus 88 tersebut bukan merupakan perintah individu melainkan tugas yang harus dijalankan.
Sehingga, Sugeng menduga penguntitan itu dilakukan diakibatkan dua isu. Isu itu, disebutnya adalah soal kasus korupsi hingga konflik Kewenangan penanganan kasus.
"IPW melihat dugaan ada dua isu, satu isu pertama adalah isu dugaan korupsi, isu kedua adalah terkait dengan adanya Konflik kewenangan antara dua lembaga, antara polisi dan kejaksaan," ungkapnya.
"Beberapa waktu lalu IPW mendapatkan informasi bahwa kejaksaan begitu intensif terlibat di dalam penanganan kasus tambang. Padahal kasus tambang itu bukan kewenangan kejaksaan, tetapi kejaksaan mengambil dari aspek korupsinya, karena kasus tambang itu adalah tindak pidana yang menjadi kewenangan Polri," sambungnya.
Beberapa kasus tambang, kata Sugeng, banyak ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga diduga menjadi pemicu hal tersebut dilakukan.
"Karena itu apakah ada kaitan dengan dua isu tersebut, ya ditanyakan kepada masing-masing instansi saja," jelasnya.
Tanggapan Kejagung
Seorang Anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri dikabarkan terciduk di sebuah restoran di Jakarta Selatan.
Anggota Densus itu terciduk saat membuntuti Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah.
Adapun identitas dari anggota Densus yang tertangkap itu disebut-sebut berinisial IM dan berpangkat Bripda.
Saat itu dia diduga menyamar sebagai karyawan perusahaan BUMN dengan inisial HRM.
Berdasarkan informasi yang diterima, dia saat itu tengah menjalankan misi "Sikat Jampidsus."
Tak sendiri, IM diduga menjalankan misi bersama lima orang lainnya yang dipimpin seorang perwira menengah Kepolisian.
Namun hanya IM yang berhasil diamankan pengawal Jampidsus saat itu.
Terkait peristiwa ini, pihak Kejaksaan Agung masih enggan banyak bersuara.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung bahkan mengklaim belum memperoleh informasi peristiwa yang dialami Jampidsus Febrie ini.
"Saya aja enggak ngerti itu. Sampai saat ini saya belum dapat informasi yang jelas," ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana saat dikonfirmasi Jumat (24/5/2024).
Sejauh ini, Ketut hanya mengungkapkan bahwa Jampidsus Febrie Adriansyah dalam keadaan baik.
Hanya saja, saat ini pihak Kejaksaan Agung sedang meningkatkan pengamanan terkait penanganan perkara besar.
"Jampidsus enggak apa kok. Ada dia. Enggak masalah. Enggak ada apa-apa kok. Biasa saja. Semua berjalan seperti biasa. (Peningkatan) pengamanan itu hal yang biasa kalau eskalasi penanganan perkaranya banyak," kata Ketut.