Kurikulum Khusus Berbasis Kompetensi Dibutuhkan untuk Cegah Gen Z jadi Pengangguran
Badan Pusat Statistik mencatat sebanyak 10 juta pengangguran dari Generasi Z, untuk itu dibutuhkan kurikulum khusus.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik mencatat sebanyak 10 juta pengangguran dari Generasi Z.
Menanggapi hal tersebut, Rektor Universitas Tarumanagara (Untar), Agustinus Purna Irawan mengatakan dibutuhkan kurikulum khusus untuk Gen Z.
Menurut Agustinus, pihaknya saat ini memiliki kurikulum yang sesuai zaman serta berbasis kompetensi agar lulusan bisa bekerja, berkarya, atau berwirausaha.
Perkuliahan juga lebih diperbanyak pada praktik.
"Jadi kalau misalnya ada teoritik selama 4 kali pertemuan, kemudian sisanya 2 kali pertemuan lagi diskusi tentang bagaimana implementasi, diskusi bagaimana kasus-kasus, proyek, dan seterusnya," jelas Agustinus melalui keterangan tertulis, Senin (27/5/2024).
Hal tersebut diungkapkan oleh Agustinus usai wisuda ke-83 Untar di Jakarta Convention Center, Jakarta.
Menurutnya, perguruan tinggi dituntut untuk terus bisa menghadirkan inklusivitas dalam layanan pendidikan tinggi mereka.
“Lingkungan belajar harus aman, nyaman, inklusif, dan anti terhadap kekerasan agar proses pembelajaran yang berlangsung dapat menjadi efektif bagi seluruh sivitas akademika,” tutur Agustinus.
Setelah melepas para wisudawan, Agustinus pun berharap, para lulusan untuk bisa mempersembahkan karya dan upaya yang terbaik untuk kehidupan sesama untuk negara, dengan ilmu yang dimiliki.
Disamping itu, Agustinus juga menyoroti persoalan kesempatan kerja yang belakangan menjadi tantangan bagi para lulusan perguruan tinggi.
Dia menyebut, persoalan minimnya angka serapan lulusan perguruan tinggi ke dalam dunia kerja harus dilihat dari beberapa aspek.
Karena kerap kali, sulitnya lulusan yang terserap di dunia kerja bukan disebabkan oleh kompetensi keilmuan mereka.
"Bisa saja disebabkan oleh attitude atau etos kerja yang memang kurang. Atau bahkan karena faktor generasi stroberi, dimana memang kurang tangguh dalam menghadapi berbagai tekanan dan tantangan," jelasnya.
Pemerintah, kata Agustinus, dalam hal ini bisa menggandeng kampus untuk memberikan intervensi berupa pelatihan maupun pemberdayaan, kepada para tenaga kerja yang belum terserap lapangan kerja.
"Pemerintah bisa mendorong supaya mereka tidak menganggur dengan program-program yang bisa kita sinergikan. Apakah pelatihan, pengayaan soal wirausaha, dan sebagainya . Saya kira banyak hal yang bisa dilakukan terhadap lulusan yang belum bekerja ini," ujarnya.
Sementara itu, Kepala LLDikti III Toni Toharudin, mengapresiasi Untar dalam upata mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan aktif dalam penyelenggaraan program pendidikan.
Menurut Toni, dalam upaya mencetak SDM unggul, kampus pun didorong untuk tidak hanya mencetak mahasiswa yang memiliki kecerdasan kompetensi keilmuan. Namun, para Lulusannya juga sudah sepatutnya dibekali kemampuan soft skill guna menunjang kompetensi mereka di dunia kerja.
"Soft skill ini berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi, kolaborasi, dan leadership. Itu sangat penting untuk diberikan kepada para mahasiswa kita," kata Toni.
Pada wisuda ke-83 Untar, terdapat 2.055 wisudawan yang terdiri dari 1.649 lulusan program sarjana, dan 406 lulusan program Profesi, Magister, dan Doktor.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.