Melihat Peluang Keponakan Prabowo Thomas Djiwandono Jadi Menkeu, Ekonom Singgung Bibit Bebet Bobot
Ekonom senior Dradjad Wibowo menilai sosok Thomas Djiwandono, keponakan Prabowo Subianto patut diperhitungkan sebagai calon Menteri Keuangan.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ekonom senior Dradjad Wibowo menilai sosok Thomas Djiwandono, keponakan Prabowo Subianto patut diperhitungkan sebagai calon Menteri Keuangan.
Menurut Dradjad, Tommy sapaan Thomas--selama ini dipercaya oleh Prabowo mengelola keuangan Partai Gerindra dan kampanye.
"Saya kenal mas Tommy sejak 2014. Saat itu dia menjadi Bendahara Umum Gerindra sekaligus bendum kampanye Prabowo-Hatta," kata Dradjad Wibowo, Senin (3/6/2024).
Dradjad ketika itu masih menjabat Wakil Ketua Umum PAN yang ditugasi menyusun Visi Misi dan Program Prabowo-Hatta.
Baca juga: Profil Basuki Hadimuljono, Ditunjuk jadi Plt Kepala Otorita IKN, Menteri PUPR Kepercayaan Jokowi
Selain itu, secara profesional dia mengenal Tommy sebagai pimpinan korporasi yang prudent.
Grup perusahaannya bahkan berkomitmen berbisnis berdasarkan prinsip-prinsip kelestarian dan keberlanjutan.
"Rekam jejak mas Tommy selama ini bagus," kata dia.
Apalagi, Prabowo dan keluarga besar Djojohadikusumo tidak pernah berhenti mempercayainya memegang keuangan, baik di grup perusahaan, parpol maupun tim kampanye.
"Kalau ayahnya, Prof Soedrajad Djiwandono, Drad sudah lama kenal. Salah satu profesor ekonomi senior yang saya hormati," papar Dradjad.
Dalam istilah Jawa, Tommy sudah memenuhi dari sisi bibit, bobot dan bebet.
Karena itu sangat wajar jika dia diberi tugas dan peranan sentral dalam Gugus Tugas Sinkronisasi.
"Seperti selama ini yang dia lakukan, saya rasa mas Tommy langsung membedah “buku” di semua butirnya. Kalau dulu buku korporasi dan parpol, sekarang buku keuangan negara," ujarnya.
Ketua Dewan Pakar PAN itu menyebut pada akhirnya Presiden terpilih yang akan memberinya amanat sebagai Menkeu atau tugas lain.
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani: Realisasi Anggaran IKN Mencapai Rp 4,8 Triliun hingga Akhir April 2024
"Hanya Pak Prabowo yang lebih mengetahuinya," tutur Dradjad.
Saat bertemu Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (31/5/2024), Tommy sempat menjawab pertanyaan awak media mengenai upaya menjaga defisit negara di bawah 3 persen.
Terkait hal ini, ia berkomitmen untuk mencapai target tersebut.
"Semua target prinsip seperti itu terutama defisit kita akan sesuaikan, maka dari itu kita sinkronisasi salah satunya itu," kata Tommy.
Tommy juga berbicara janji Prabowo yang ingin menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen.
Dia bilang, pihaknya pun berupaya untuk mencapai target itu dengan merumuskan sejumlah kebijakan.
"Tentunya di level tim kerja kami selalu bekerja, kami selalu mencoba merumuskan bagimana step-stepnya supaya itu tercapai. Tapi pada prinsipnya sudah koordinasi berjalan dengan baik," ungkapnya.
Lalu, awak media pun bertanya apakah Tommy nantinya akan menjadi Menkeu di kabinet Prabowo-Gibran.
Sebab, ia sudah menjadi tim sinkronisasi ekonomi dan keuangan.
Terkait hal ini, Tommy pun enggan memberikan tanggapan.
Kedatangannya dan bertugas dalam gugus tugas sinkronisasi Prabowo-Gibran hanya untuk bekerja saja.
"Hahaha itu saya hanya kerja saja," pungkasnya.
Orang Partai Boleh Jabat Menkeu
Pakar ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menuturkan posisi Menteri Keuangan tidak melulu dari teknokrat.
Dalam sejarahnya sudah ada beberapa menteri keuangan berlatar belakang politis.
Dan itu tidak dilarang selama orang yang ditunjuk sebagai bendahara negara juga memiliki kompetensi.
"Sebenarnya tidak ada larangan orang partai menjadi menkeu. Karena jabatan menteri memang jabatan politis tetapi risikonya terlalu besar," kata Piter.
Menurutnya, kekuasaan seorang menteri keuangan sangat besar dan menentukan.
Salah dalam mengambil kebijakan dampaknya cukup vital.
Artinya menteri apapun itu apalagi menteri keuangan dari kalangan politisi akan selalu memiliki risiko lebih besar.
"Kesalahan kecil di kementerian keuangan bisa berdampak besar bagi perekonomian nasional," ungkapnya.
Dosen Perbanas Institute itu menyatakan bahwa keputusan memilih menteri sepenuhnya adalah hak prerogatif presiden terpilih.
"Tetapi sekali lagi jabatan menteri adalah jabatan politis dan sepenuhnya hak prerogatif presiden," ujarnya.
Hanya presiden yang berhak menentukan dan dialah yang tahu orang-orang yang akan membantu dalam menjalankan pemerintahan selama 5 tahun.
"Tidak ada larangan bagi presiden menunjuk siapa pun sebagai menkeu,” lanjut Piter. (Tribun Network/Reynas Abdila)