Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Qodari Buka-bukaan Hubungan Prabowo dan Jokowi, Singgung Batalnya Ryamizard Jadi Panglima oleh SBY

M Qodari, Direktur Eksekutif Indo Barometer, memberikan kesaksiaan tentang hubungan antara Presiden Jokowi dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Qodari Buka-bukaan Hubungan Prabowo dan Jokowi, Singgung Batalnya Ryamizard Jadi Panglima oleh SBY
TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
M Qodari, Direktur Eksekutif Indo Barometer. Dalam podcast di Tribunnews, ia memberikan kesaksiaan tentang hubungan antara Presiden Jokowi dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto yang terjalin selama ini. 

Tidak boleh pemerintahan Pak Prabowo dan Mas Gibran ini sebagai pilot dan copilot mengalami
turbulensi. 

Karena itu pemerintahan harus stabil. Baik dari dalam maupun dari luar. Atau saya balik. Dari luar
maupun dari dalam.

Perhari ini menurut saya, ini yang poin pertanyaan. Kalau dari luar udah ketahuan kita ini. Kira-kira yang
berada di luar pemerintahan adalah PDI Perjuangan. PKS misalnya. Yang udah pasti, udah jelas kayaknya
PDI Perjuangan.

Nah yang di dalam ini yang tentunya harus dihitung dengan cermat oleh Pak Prabowo. Siapa saja dari
yang masuk-masuk ini potensi bandel-bandel. Potensi tarik ulur.

Tarik ulur itu dalam kebijakan publik berbahaya Mas. Kenapa? Kebijakan publik itu tidak nanti murni
atau tidak kuat di teknokratis. Kuat di negonya Pak.

Bahaya Pak. Bahaya ya? Bahaya. Karena gini, semua

kebijakan publik itu pasti ada yang namanya kajian akademik.

BERITA TERKAIT

Kajian teknokratis. Paling ideal gimana? Ukuran tinggi berapa? Kalau jalan panjang berapa? Lebar
berapa? Speknya seperti apa? Biayanya berapa? Begitu ada negonya Pak, pasti nggak mungkin optimal
Pak.

Jadi spek itu berubah kan? Bisa berubah.

Jangan-jangan ini, mohon maaf ya, IKN ini juga kebanyakan tarik menarik kekuatan politiknya juga.
Di luar soal, soal apa ya, kemampuan manajerial ya. Tapi tarik menarik, tarik menarik kelembagaan, tarik
menarik kekuatan politik, barangnya nggak jalan Pak.

Kalau ada dua pihak yang sama kuat, ada nggak pemenangnya? Nggak ada. Kalau ada tarik tembang,
satu lebih kuat, apakah bisa satu di utara, satu di selatan? Nggak Mas, nggak ada yang jatuh Mas, kalau
sama kuat. Oke.

Baru arah itu jelas, kalau ada yang kuat. Kalau kita bicara pemerintah, kita bicara masyarakat, kita bicara
keluarga, kita bicara organisasi, kita harus belajar dari kereta api.

Saya sebut filosofi kereta api.

Bahwa kereta api itu baru bisa jalan, satu, kalau ada lokomotifnya. Dua, kalau lokomotifnya itu kuat.

Kalau lokomotifnya lemah, bisa nggak narik? Nggak bisa. Kalau nggak ada lokomotif, bisa nggak jalan?
Nggak bisa jalan. Buntut sama buntut bisa jalan? Nggak bisa Pak.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas