Kata Psikolog soal Polwan Bakar Suami: Pelaku Alami Tekanan Batin yang Lama
Tindakan polisi wanita (polwan) Briptu FN membakar suaminya Briptu RDW menjadi sorotan publik. Psikolog menilai Briptu FN mengalami penderitaan.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Tindakan polisi wanita (polwan) Briptu FN membakar suaminya Briptu RDW menjadi sorotan publik.
Terkait hal ini, psikolog dari Universitas Airlangga (Unair), Suryanto, menilai Briptu FN tega membakar suaminya karena letupan emosi.
Briptu FN mengalami penderitaan dan tekanan batin yang lama sehingga pada titik tertentu ia meluapkannya.
"Saya melihat itu lebih pada persoalan-persoalan yang bersifat karena letupan emosi," tuturnya, dilansir YouTube Kompas TV, Rabu (12/6/2024).
"Dan pelaku ini mengalami penderitaan yang lama. Artinya semacam tekanan batin yang lama sehingga pada titik tertentu dia harus meluapkan ini sampai pada peristiwa yang dialami saat ini," ujar Suryanto.
Adapun, Briptu FN tega membakar suaminya, yakni Briptu RDW pada Sabtu (8/6/2024).
Setelah menjalani perawatan medis di RSUD dr. Wahidin Sudiro Husodo, Kota Mojokerto, Jawa Timur, nyawa Briptu RDW tetap tidak tertolong.
Ia meninggal dunia akibat luka bakar yang mencapai 90 persen, Minggu (9/6/2024).
Berdasarkan keterangan polisi, motif Briptu FN tega membakar suaminya diduga karena tersulut emosi akibat sang suami selalu menghabiskan gajinya untuk bermain judi online.
Wanita yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka itu menilai, seharusnya uang dari gaji Briptu RDW digunakan untuk membiayai hidup mereka beserta tiga anak yang masih berusia di bawah lima tahun (balita).
Baca juga: Kata Pakar soal Polwan Bakar Suami di Mojokerto, Singgung Baby Blues
Anak pertama berusia dua tahun sedangkan anak kedua dan ketiga adalah kembar dan masih berusia empat bulan.
Sementara itu, kini Briptu FN dijerat Pasal 44 ayat 3 subsider ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT dengan ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara.
Dosen Psikologi Soroti Nasib 3 Anak Briptu FN
Menurut dosen Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Karolin Rista, ketiga anak Briptu FN saat ini berada dalam tahapan yang sangat membutuhkan perhatian orang tua.
"Ketiganya masih sangat erat dengan peran Ibu karena dua anak lainnya masih terikat dengan ASI."
"Dalam tahapan perkembangan kita menyebutnya fase oral, fase oral ini tidak hanya berbicara mengenai kebutuhan gizi pada ASI."
"Tetapi ada kebutuhan-kebutuhan psikis lain," ucapnya, dilansir TribunJatim.com, Rabu.
Dosen yang akrab disapa Olin itu berujar, mungkin karena terdesak keadaan, anak-anak itu bisa mengkonsumsi susu formula.
Namun, kebutuhan mereka akan bonding (ikatan) dengan orang tua khususnya ibu sangat dibutuhkan.
Selain itu, anak pertama yang masih berusia dua tahun juga membutuhkan bimbingan sang ibu untuk bersiap memulai fase toilet training.
"Fase ini anak mulai bersiap untuk mengerti bahwa bukan hanya penggunaan toilet, tapi di mana saya harus boleh mengeluarkan anggota tubuh saya di mana saya harus menjaga tubuh saya."
"Pada tahapan ini sebenarnya sangat diperlukan bimbingan arahan dari orang tua," lanjutnya.
Ia mengapresiasi apabila pihak kepolisian tetap memberikan kebijakan kepada Briptu FN untuk memenuhi hak ketiga anaknya yang masih membutuhkan sang ibu.
"Saya rasa pasti teman-teman kepolisian sudah langsung melakukan itu dan dia (pelaku) butuh di support (dukungan) kalau memang dia mulai menyesali situasi ini," ungkapnya.
Dukungan ini perlu diberikan karena kemungkinan pelaku akan menyadari bahwa yang telah terjadi adalah ketidakmampuannya dalam mengelola emosi yang terlalu berat.
"Maka perlu diyakinkan bahwa ia masih tetap menjadi seorang ibu dengan segala keterbatasannya."
"Ini jadi pembelajaran buat kita semua bahwa memiliki sebuah status dalam kehidupan itu erat hubungannya dengan tuntutan yang harus dipenuhi sehingga ini tidak hanya bicara terkait dengan tuntutan sosial kapan punya anak," terangnya.
Menurutnya, kesiapan memiliki anak harus dengan penuh kesadaran dan kesiapan mental baik dari ibu maupun ayah.
Pasalnya, akhir-akhir ini banyak kasus wanita yang akhirnya harus menghidupi dirinya sendiri padahal memiliki suami.
Hal ini menunjukkan masih ada suami yang tidak menyadari penuh akan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai suami maupun sebagai ayah.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul: Dosen Psikolog Untag Soroti Nasib Anak dari Briptu FN, Tetap Ada Pendampingan dari sang Ibu.
(Tribunnews.com/Deni)(TribunJatim.com/Sulvi)