Pengamat Sebut UU MD3 Layak Direvisi, Agar Mengikuti Perkembangan Zaman
Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dinilai layak untuk direvisi.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dinilai layak untuk direvisi.
Salah satu alasannya, karena regulasi itu harus mengikuti perkembangan zaman atau dinamika politik.
Pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menyebut UU MD3 itu perlu dilakukan revisi.
Sebab nantinya yang akan menguasai parlemen ialah Koalisi Indonesia Maju (KIM).
KIM adalah gabungan partai politik (parpol) yang mengusung dan mendukung pemerintahan Presiden-Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Jika ditambah PKB dan NasDem, koalisi Prabowo-Gibran artinya didukung 6 parpol.
Baca juga: Anggota Baleg Ungkap Ada Peluang Pembahasan RUU MD3 Dilanjutkan Jika Disepakati Mayoritas Fraksi
Total kursi keenam partai ini yakni 417 dari 580 kursi DPR 2024-2029.
Golkar: 102 kursi, Gerindra: 86 kursi, Demokrat: 44 kursi, PAN: 48 kursi, PKB: 68 kursi, Nasdem: 69 kursi atau setara 64,32 kursi parlemen.
"Undang-undang itu harus mengikuti juga perkembangan zaman. Perkembangan dinamika politik yang ada. Nah, kalau saat ini mayoritas parlemen dikuasai oleh KIM, maka sejatinya, soal perlu atau tidaknya (direvisi) tergantung KIM. Kalau memang diperlukan, ya, direvisi," kata Ujang kepada wartawan, Selasa (11/6/2024).
Menurut dia, bila nantinya UU MD3 direvisi, yang akan diubah ialah terkait Pasal 427D ayat (1) huruf b UU MD3 yang mengatakan ketua DPR adalah anggota DPR dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR.